[Mark]
Sebenarnya jalanan kota Seoul tidak cukup padat pagi ini. Hanya saja sialnya mobil sportku terjebak di antara truk sampah di sebelah kiri, bus anak TK di belakang, iring-iringan mobil pengantin di depan, dan seorang ibu-ibu gemuk yang sepertinya sedang latihan belajar mobil. Dosa apa aku semalam? Kenapa dikelilingi kendaraan-kendaraan yang tidak pernah mengenal kecepatan di atas 30 km/jam?
Yah, atau memang aku berbuat dosa tadi malam? Lagipula mimpi apa sih aku tadi? Pagi-pagi sudah bangun dalam keadaan telanjang? Sekarang terjebak iring-iringan?
Apa aku mengacaukan kedai minuman itu lagi ya?
Baru dua bulan, saat mabuk berat aku memuntahi seluruh isi kedai, pindah dari meja ke meja hanya untuk muntah karena menurut penglihatanku saat mabuk semua benda jadi terlihat seperti kloset. Aku ingat wajah bodoh Yohan–eh? Atau Hangyul? Atau Felix? Jungwoo? Ah, rasanya setiap aku mabuk namanya berubah di ingatanku. Yah, dan naasnya akhirnya drummer band terkenal seperti aku menggelepak di trotoar jalan semalaman.
Baiklah, itu tidak penting. Saat ini ada satu misteri yang harus aku uraikan. Bagaimana aku bisa ada di studio rekaman? Tentu saja, pasti ada yang membawaku ke sana. Tapi siapa? Haechan, pria itu berkelebat, seingatku dia menemaniku makan tadi malam. Tapi aku juga tidak yakin. Mungkin hanya berkhayal. Lalu saat aku bangun pakaianku menghilang semua. Oke, kebiasaan burukku adalah memang melepas pakaian saat mabuk, tapi tidak pernah semua. Enak saja, tubuhku terlalu seksi untuk dilihat sembarang mata.
Oke, sampai di dorm, yang pertama harus kutanyai adalah si gembul berpipi tembam berperut karet maniak game yang doyan menghabiskan makanan seminggu dalam dua jam itu.
"Aku harus tahu apa yang terjadi."
Sementara itu iring-iringan mobil pengantin di depan mobilku semakin panjang saja. Ditambah lima mobil Mercedes, dua Harley Davidson, dan enam Ferrari. Setidaknya mereka tidak membawa tank baja. Bisa lebih macet lagi hari ini jika hal seperti itu sampai kejadian.
***
"Mark hyung, sudah pulang?"
Itu bibirmu yang mengecupku tadi malam. Itu wajah cantikmu yang semalam kupuaskan. Dan sekarang kau sedang berpelukan dengan pria bertampang playboy titisan Zeus itu tanpa rasa bersalah?
"Ya. Biasa, mabuk dan tertidur di studio."
Kau mendekatiku, mengecup pipiku. "Tumben tidak tertidur di trotoar jalan?" Kau terkekeh pelan. Kekasihmu hanya mengulum senyuman di sofa ruang TV. Dia sahabatku. Saking seringnya kau menciumi sahabat-sahabatmu hingga tak ada lagi cemburu berapi di matanya
"Kenapa tidak telepon dulu tadi malam?" Suara Jeno. Ia memindahkan channel TV ketika menatapmu yang menggandeng tanganku mesra. Rasanya seperti nekat menjadi maling meskipun kau tahu akan tertangkap juga, semacam itulah.
"Mabuk berat." Aku terkikik. Melepas genggamanmu dan mendekati Jeno. Lalu mencapai telinganya, "Bagaimana tadi malam? Kalian jadi melakukannya?" Aku tersenyum penuh arti.
Pria itu nyengir dengan tatapan nelangsa lalu mendesah. "Jangan tanya soal itu. Sampai dorm, mandi, ganti baju, dan tidur. Ia sama sekali mengabaikanku."
Aku menepuk punggungnya. Tentu saja, semalam ia sudah melakukannya denganku, sobat. Maaf.
"Oh iya, ngomong-ngomong di mana Haechan?" Aku menyapukan pandanganku mencari Haechan ke seluruh ruangan, ruang TV dan dapur beserta meja makan hanya dibatasi laci panjang sebagai sekat. Aku bisa melihat hampir setengah dorm kami dari sini.
"Hm? Ada apa? Tumben mencari dia? Kangen padanya? Kau tidak pernah menanyakanku?" Tanpa risih kau menyimpan dagumu manja di pundakku, memeluk erat pinggangku. Jeno sibuk dengan saluran beritanya, tidak sempat memergoki kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devotion [MARKHYUCK]
Fanfiction[R E M A K E] Ia menyimpan satu pelajaran yang ia patri dalam hati. Cinta tanpa memiliki hanya akan menjadi kisah manis yang menyesakkan hati. Dan memiliki tanpa cinta hanya kebusukan yang dihias tanpa arti. Ia mungkin mati jika sekali lagi 'dia' pe...