8

688 69 18
                                    

[Mark]

Aku baru menyadarinya.

Tangan pria ini unik. Panjang, dengan harum sabun pria yang manly namun tetap dengan sedikit tekstur kulit pria yang tak begitu lembut. Berbeda dengan Jaemin. Tapi aku menyukainya. Kupikir sudah sejak lama aku memperhatikan tangan pria ini. Setiap kali ia mengupaskan buah untukku atau untuk salah seorang anggota Dreams.

Pertama ia akan duduk bersila, lalu menegakkan kaki kanannya untuk menopang tangan kanannya yang sibuk mengupas apel.

Aku sudah lama memperhatikan pria ini.

Hanya saja, entahlah. Ada sesuatu yang baru kusadari.

"Tidak apa kita seperti ini, hyung?" Haechan berbicara di tengkukku. Wajahnya membenam di punggungku sejak mesin motornya kuhidupkan.

"Seperti apa?!" Aku sedikit meninggikan volume suaraku, bertarung dengan angin jalanan yang bergemuruh.

"Tidakkah kita berpelukan terlalu erat untuk ukuran dua pria yang berboncengan?!" Ia juga sedikit berteriak. Aku tergelak. Dia masih memikirkan hal semacam itu? Lalu tadi siapa yang menciumku di pinggir jalanan kota Seoul?

"Kau malu? Ya sudah lepaskan saja pelukannya!" Teriakku setelah tawa mereda. Bisa kurasakan ada napas terkejut di tengkukku. Pasti jawabanku tak sesuai dengan apa yang diekspektasikan pria itu. "Aku tidak memaksamu memelukku. Aku pengendara motor yang handal, jadi kau mau merentangkan tangan juga silakan saja!" Aku tidak merasakan napas terkejut lagi. Tidak juga mendengar jawaban dari bibir pria ini.

Aku justru merasakan kepalanya menggeleng di punggungku, dan dekapannya makin erat memelukku. Aku melepas tangan kiriku dari stang motor dan memijat lembut punggung tangannya yang polos. Sarung tangannya kini membungkus tanganku.

"Mark hyung...?!" Meski berteriak melawan rusuh angin jalanan tetap saja nadanya keluar ragu.

"Apa?!" Aku melirik speedometer ketika bergumam sebagai jawaban. Seratus kilometer perjam di jalanan dalam kota? Seharusnya aku jadi pembalap saja. Maksudku, mungkin dengan begitu semua akan lebih mudah. Dreams tanpa Mark, dengan begitu tak perlu sampai jatuh cinta pada Jaemin. Dan mungkin tak perlu juga merasa begitu sayang pada lelaki ini.

Terkadang jika dipikir-pikir aku sering merasa mendua pada perasaan cintaku pada Jaemin. Maksudku, Haechan menarik perhatianku tanpa aku sadar. Terkadang ia lebih membuatku khawatir daripada member lain.

Waktu itu kupikir, yah, hanya karena dia seolah adik bagiku.

Tapi kupikir, sudah waktunya bertaubat mungkin? Jadi biarkan malam ini aku sadar. Bahwa mungkin perasaanku pada Haechan bukan sekadar sayang untuk seorang adik

Entahlah. Mungkin.

Setidaknya malam ini akan kuhadapi perasaanku pada pria ini dengan berani. Tak ada lagi lari. Atau membuat alasan bertele-tele. Aku tidak sedang mengkhianati siapa-siapa lagi.

Jaemin sudah mengatakannya padaku tadi, sebelum aku pergi.

"Terima kasih untuk waktu menyenangkan yang kau berikan. Cinta, sayang, bahkan kesetiaan yang tak kuminta. Aku tahu kau tak mengharap ini bertahan. Mungkin kau juga sudah tahu apa yang akan aku katakan." Aku ingat ia menghela napas. "Aku mencintai Jeno. Ya, aku cemburu dengan kedekatannya dengan Renjun. Tapi bukan berarti aku bisa meninggalkannya. Bukan berarti juga aku bisa dengan mudah menggantikannya, denganmu."

Aku hanya mengangguk waktu itu dan berbalik ketika membawa barang-barangku.

Ketika pintu dorm hampir kututup, ia memanggil namaku. Sekali lagi.

Devotion [MARKHYUCK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang