14

4.4K 476 35
                                    

Vote nya jangan pelit banget deh serius, kalian...minta di tampol onlen kayaknya😌.

Author Pov.

Sean membeku, dia memandang kalut Arini yang hanya diam dan menatap Sean dengan tatapan dinginnya. Sean segera turun dari ranjang dan mendekati Arini, tapi wanita itu malah memundurkan langkahnya.

"Kak Arini, dengerin dulu penjelasan aku kak" Sean berusaha untuk tenang, dan juga berusaha agar nada suaranya tidak bergetar. Padahal sedikit lagi dia menangis.

Sedangkan Arini tak bersuara, dia bersidekap dada dan hanya mendengarkan "Apa, yang harus aku dengarkan lagi?" Tanya Arini dingin.

Sean menahan denyut nyeri yang menyerang hatinya, begitu mendengar nada dingin pada suara Arini. Tungkai lemasnya dipaksa untuk berjalan semakin mendekat.

"Kak Arini, apa yang kakak dengar itu-"

"Cukup katakan, jika itu salah"

Arini menyela, nada suaranya tak sedingin tadi. Namun terdengar sangat menyedihkan, dia berharap apa yang dia dengar tak benar. Dia berharap Sean berbohong dan hanya bermimpi.

Arini berharap, jika Sean-nya tak menjadi penyebab apa yang terjadi pada Dani. "Katakan Sean, katakan jika yang sudah kudengar tidaklah benar" Ucap Arini lagi.

Tatapannya menunjukan, jika Arini sangat berharap pada jawaban Sean.

Sean sendiri nampak prustasi, dia meremat dan mengusap kasar rambut hitam lebatnya. "Kak Arini, maaf tapi-"

"Sudah...sudah cukup. Maaf darimu sudah menjelaskan semuanya" Arini hanya mengharapkan hal yang sia-sia, kata maaf dari Sean sudah mengungkapkan semuanya.

Sean terpaku, jantungnya serasa lepas dan jatuh sampai ke lambungnya. Kedua tangannya mengepal kuat, matanya memanas dan dadanya memberat.

Melihat tatapan yang Arini berikan, membuat gangguang kecemasan Sean kambuh kembali. Sean tak menginginkan tatapan seperti itu Arini berikan padanya, dia hanya mau Arini menatapnya hangat, lembut dan penuh cinta.

Bukan tatapan Jijik disertai kekecewaan. Tak bisa menahan lagi, kini air mata mengalir dari kedua mata Sean, menadakan betapa kalut dan prustasinya Sean saat ini.

"Bodohnya aku, berkata akan membunuh pelaku pembunuh adikku. Tapi pelaku sesungguhnya berada di dekatku dan dia adalah orang yang paling berharga bagiku" Bisik Arini datar.

Dia mendekati Sean, dengan tatapan yang masih seperti tadi "Sean" Ucapnya tenang, tapi ketenangan itu bagai bencana dan malapetaka bagi Sean.

Sean memandang Arini dengan tatapan memohon "Kak, kumohon dengarkan penjelasanku dulu" Lirihnya putus asa. Sean tak siap untuk ditinggal Arini, Sean tak siap untuk menjalani kehidupannya tanpa ada Arini.

Sean sudah sangat bergantung pada Arini, hidup Sean akan hancur disaat Arini beranjak pergi meninggalkannya. Tak lagi memberikan pelukan hangatnya, melainkan punggung dingin yang amat Sean benci.

Punggung yang akan sama dengan punggung lainnya, yang selalu memunggungi Sean dengan dingin.

Sean hendak menggapai tangan Arini, tapi wanita itu menepis tangan Sean begitu saja. Membuat hati Sean terasa ditikam dengan pisau berkarat.

"Aku mohon kak..aku minta maaf..hiks..kak Arini aku minta maaf..hiks maaf kak.." Sean tak bisa menahan isakan itu lagi, dia terlihat sangat rapuh dan berputus asa.

Arini tak perduli, dengan dinginnya Arini berkata "Kita putus, jangan pernah muncul di hadapanku lagi" Lalu setelahnya Arini berbalik dan menjauh.

Meninggalkan Sean yang membeku, hatinya hancur seketika mendengar kata putus dari Arini, kaki lemasnya dipaksa untuk berlari menyusul Arini.

"KAK! KAK ARINI MAAFKAN AKU KAK..HIKS..KAK ARINI!!!"

Arini seolah tutup telinga, dia mengabaikan raungan dan teriakan histeris Sean. Arini terus berjalan sampai akhirnya keluar dari Apartemen Sean.

Tapi Arini masih bisa mendengar langkah kaki Sean yang ribut, Arini berhenti. Begitu juga dengan Sean.

Jarak mereka tak terlalu jauh, tapi bagi Sean. Saat ini jarak diantara mereka terbentang sangat jauh dan tidak dapat Sean bayangkan.

Kakinya yang tak bertenaga, akhirnya membuat tubuhnya jatuh berlutut di lantai. Air mata tak berhenti mengalir, dia memandang penuh kesedihan pada punggung Arini yang terhalang rambut panjangnya.

"Itu memang salahku..hiks..aku minta maaf..tapi bukan aku pelakunya Kak..hiks..bukan.." Isak Sean, dia meremat rambutnya kuat, menghalau rasa sakit yang tiba-tiba datang.

Sesak dan mual sudah ditahannya sedari tadi, tapi tak akan lama lagi Sean pasti pingsan. Dia juga lupa meminum obat penenangnya "Itu, secara tidak langsung. Kaulah yang memulai segalanya, maaf Sean tapi, aku tak bisa percaya padamu lagi"

Dan setelahnya Arini berjalan kembali, menjauh dan semakin menjauh. Jauh sampai Sean tak bisa menggapainya lagi.

Semuanya sudah selesai, kali ini Sean kehilangan penopang kehidupannya. Warna baru dihidupnya, cinta terbesarnya, wanita terkasihnya.

Sean kehilangan Arini, untuk selamamya.

Bruk.

Arini tau itu, tapi dia berusaha tak berbalik dan menolong Sean. Biarlah pengawal Arini saja yang membawa Sean ke rumah sakit.

Begitu masuk ke dalam Lift, Arini tak bisa menahan sesak dan air matanya lagi. Arini..benar-benar kecewa, pada Sean. Pada prianya, pada cintanya, pada pria lugu nan manisnya.

Arini kecewa, dan kali ini Arini kehilangan cintanya lagi. Cinta tulusnya...Arini kembali merasakan pahitnya cinta untuk kesekian kalinya.

"Brengsek..hiks..Sean kau brengsek"

Laba-laba yang ada di sudut lift, menjadi saksi betapa hancurnya Arini saat ini.

















Tbc..

Syalalala.

My Gemoy Boyfriend [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang