CP : BAB 13

349 84 75
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Haeun keluar dari kamar dengan bersemangat, tangan mungilnya memegang sebuah handycam. Sekarang tujuannya adalah mencari Luna, kucing peliharaan Jiyeon. Dia ingin merekam aktivitas menggemaskan Luna menggunakan kameranya untuk dipamerkan kepada teman-temannya di sekolah.

"Sepertinya Luna sedang di luar teman-teman."

Haeun berbicara dengan riang, mengarahkan kameranya yang telah diaktifkan untuk menelusuri seluruh ruangan. Saat sampai di lantai dasar, Haeun dapat mendengar keributan yang cukup mengganggu pendengaran. Karena penasaran, Haeun lekas membawa kakinya untuk melihat keadaan.

Upayanya spontan terhenti kala melihat presensi sang ibu tengah berbicara serius dengan sang bibi, dapat dipastikan mereka sedang bertengkar.

"Aish, kenapa eomma harus muncul. Vidioku jadi ternoda." Haeun mencebik kesal, tangannya berniat mematikan kamera untuk mengulang. Tidak mungkin nanti Haeun memperlihatkan kelakuan buruk ibunya pada teman-temannya, bisa jatuh harga dirinya.

"Padahal awalnya sudah bagus," dengus Haeun masih saja menggerutu. Saat tangannya hendak menekan tombol merah, keributan yang lebih besar mengudara di telinganya. Haeun sontak mendongkak, baru menyadari jika sang ibu dan Jiyeon sudah tidak ada lagi di sana.

"Ke mana mereka?" Haeun bertanya sambil berbisik. Segera menengok kanan-kiri, berharap bisa menemukan mereka. Samar-samar Haeun mendengar suara teriakan dari arah dapur, secepat mungkin dia berlari untuk melihat dengan kamera yang masih menyorot.

"Astaga."

Tubuh Haeun menegang, maniknya menatap pisau yang sedang diacungkan sang ibu pada Jiyeon. Dan ketika ibunya menusuk perutnya sendiri, jantung Haeun terasa berhenti berdetak. Kakinya melangkah mundur, kepalanya menggeleng tak percaya.

Dengan tubuh bergetar, Haeun segera berlari pergi dari sana. Cepat masuk ke dalam kamar dan otomatis merosotkan tubuhnya pada lantai.

Ketakutan dan keterkejutan telak melandanya.

"Tidak mungkin," bisiknya dengan napas memburu.





\•





"Jadi, dia menusuk sendiri pisau itu pada perutnya menggunakan tanganmu?"

Jiyeon memejamkan mata hilang kesabaran, hidung mungilnya kembang kempis menahan lonjakan amarah. Seorang detektif muda tertawa di hadapannya, sedari tadi pria itu merasa jika semua perkataan yang ia lontarkan adalah lelucon. Sekarang Jiyeon tengah berada di dalam ruang interogasi, tempatnya cukup pengap dengan minim pencahayaan. Di luar kaca transparan ia bisa melihat beberapa detektif lain tengah memperhatikan. Dari lirikan ujung mata, Jiyeon yakin jika bahu para detektif itu bergetar menahan tawa.

Comely PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang