15. Membingungkan

91 21 7
                                    

Aku lebih suka menyendiri karena dengan itu aku bisa menghargai diriku sendiri.

-Bishoujo-

"Selamat makan!"

Ruang makan dipenuhi oleh suara dentingan sendok dan garpu. Setelah memasakkan untuk Sin dan Tan, gadis yang memakai gaun pendek berwarna hitam kini duduk bersama dan menyantap makanan dengan dua pria itu.

Makanan buatan Hanako memang tidak pernah mengecewakan. Bak makanan restoran yang pernah dicoba oleh Sin dan Tan.

"Oi, coba ceritakan tentang kamu sama orang yang di gerbang sekolah tadi." Sin melirik Hanako yang tengah asyik makan. Sang lawan bicara pun teralihkan. Menghentikan makan sejenak, kemudian mendongak.

Ia terdiam sesaat. Ingin menceritakan semuanya, tetapi sedikit berat dirasa.

"Ada apa dengan kalian? Tadi ada masalah?" sela Tan.

Sin mengangguk. "Iya. Ada Donald bebek yang menghadang aku sama Hanako di gerbang sekolah. Dia maksa-maksa Hanako biar ngomong berduaan sama dia."

"Tunggu." Tan mengernyitkan dahi. "Donald bebek? Kartun 2D yang animasi anak-anak itu? Ada di bumi?"

Kepolosan dari Tan menjadikan Sin kontan menoyor kepala sobatnya. Tan hanya mengaduh kesakitan.

"Nggak gitu konsepnya, njir!" cerca Sin.

Tan yang masih mengelus dahi itu menatap ke arah Sin dengan tatapan kesal. "Terus?"

"Ada cowok namanya Donald Arshaka. Katanya sering dipanggil Arsha. Dan dia ngaku sebagai orang yang pernah deket ke Hanako dulu."

Bibir Tan membentuk huruf O secara sempurna. Tetapi, sedetik kemudian ia tersedak. Pria itu kontan meraih gelas dan meneguk airnya hingga habis.

"Kok bisa dia menemui kalian?" tanya Tan.

Sin menggidikkan bahu. "Aku nggak tau pasti. Tapi katanya dia mau bicara sama Hanako. Aku nyuruh dia bicara di depanku langsung, dia malah emosi."

Hanako mendongak perlahan. Lalu, menghela napas panjang. "Dia Arsha. Orang yang sebelumnya pernah kuceritakan ke kalian. Dia menolakku mentah-mentah, hanya karena aku nggak sempurna," jelas gadis itu.

Suasana meja makan mendadak hening. Sin dan Tan menghentikan proses makan, lebih memilih untuk menyimak pembicaraan.

"Emang dasar dia nggak tau diri!" umpat Tan sembari mengepalkan tangannya erat.

Hanako menunduk. "Aku berusaha menghindar darinya waktu dia menghampiriku bareng Sin. Aku jadi trauma berat karena perkataan dia."

Untuk pertama kalinya, Hanako menyebutkan kalimat lebih dari tiga kata. Dan Sin yakin, Hanako selama ini takut untuk bercerita latar belakangnya karena tidak ingin mengingat semua.

Sin menggertakkan gigi. "Kalau tau gitu, aku udah habisi dia tadi sore!" geramnya.

Mendengar perkataan Sin membuat Hanako membelalak seketika. Ia menggeleng seraya mengibaskan tangan di depan dada.

"Jangan apa-apain dia. Jangan sakiti dia," sela Hanako. Sin mengernyitkan kening.

"Untuk apa kamu bela orang yang pernah menyakitimu? Jangan jadi orang bodoh hanya karena cinta. Paham?"

"T-tapi ...."

"Lain kali kalau dia berusaha pengin ketemu kamu, hubungi aku, Cos, atau Tan." Sin pergi dari hadapan Hanako dan Tan. Mereka berdua saling terdiam.

"Kenapa Sin jadi posesif ...." gumam Hanako.

"Karena kami sayang kamu, Hanako."

Hanako menganga mendengar perkataan Tan. Apakah ia salah dengar? Atau memang benar?

Belum sempat ia bertanya lebih jauh, Tan juga telah pergi dari sana. Meninggalkan Hanako sendiri yang menghela napas berat.

"Kalau makannya udah selesai, ditinggal gitu aja. Dasar, orang-orang pemalas."
 

ʚ˚ɞ

Satu hal yang harus kalian tahu tentang pria yang satu ini. Ia tidak pernah menangis sekalipun kejadian berat menimpanya. Termasuk saat kedua orang tuanya meninggal dan dengan terpaksa ia harus tinggal di panti asuhan. Sin memendam dalam rasa sakit itu. Menguburnya dengan jiwa yang remuk, hati yang hancur, raga yang sulit untuk kembali membaik. Ia hanya tidak mau orang-orang menggapnya lemah, meskipun memang begitu kenyataannya.

Pandai menyembunyikan luka adalah keahliannya. Setiap prestasi yang didapatnya di sekolah selalu dipersembahkan untuk kedua orang tuanya yang sudah tenang di alam sana. Doa-doa tulus yang keluar dari mulutnya seringkali terucap. Berharap jika Tuhan menjaga dirinya dan menjaga kedua orang tuanya.

Setiap malam, untuk mengurangi rasa kesepian, Shino Arnius selalu mengambil jar of happiness buatannya sendiri.  Jar of happiness—Sebuah toples di dalamnya terdapat banyak origami yang dilipat. Berbagai warna. Sesuai dengan tulisan yang tertera di luar tubuh toples, tertuliskan bahwa jika Sin sedang sedih, maka ia harus membuka salah satu origami berwarna kuning. Jika dia sedang senang, maka yang diambil adalah origami berwarna biru. Jika tengah rindu dengan kedua orang tuanya, maka origami warna hijau lah yang diambil.

Duduk di atas ranjang bersama jar of happiness di hadapannya. Tangan Sin terulur. Mengambil lipatan origami berwarna hijau. Tepat sekali. Saat ini Sin sedang merindukan kedua orang tuanya. Meskipun ia telah lama tinggal di panti asuhan beberapa tahun yang lalu, rasa rindu kepada orang tuanya tak bisa dikompromi.

Namun, baru saja ia akan membaca semua kata-kata di kertas itu, suara seseorang dari balik pintu membuatnya teralih.

"Sin?"

Hanako pelakunya. Sin dengan sigap membereskan semua benda-benda miliknya. Lalu turun dari kasur.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Sin.

Bukannya menjawab, gadis itu malah menganga beserta mata yang berbinar kala melihat bintang-bintang dari jendela kamar Sin.

"Bintangnya banyak banget ... cantik," gumam Hanako.

"Jawab pertanyaanku, untuk apa kamu ke sini?!" Kali ini, nada bicara Sin meninggi karena kesal Hanako tidak menyahut sama sekali.

Hanako memutar kepala. Ia baru tersadar jika sedari tadi mengabaikan Sin.

"M-maaf. Aku hanya ingin menunjukkan ini." Hanako menyodorkan sebuah gula-gula kapas yang bentuknya sudah aneh. "Ayra ngasih aku gula-gula kapas bentuknya bebek, kenapa sekarang menjadi cumi-cumi? Padahal aku belum makan sama sekali. Daging makanan ini udah jadi kurus."

Sin menepuk jidatnya sendiri. "Makanya kalau dikasih makanan kayak gitu langsung dimakan. Bisa kempis soalnya," balas cowok berpakaian kaos putih polos.

Hanako menunduk. "Aku nggak tau."

Pembicaraan kembali kehilangan topik. Hanako ingin mengorek lebih tentang pertanyaan yang berputar-putar di otaknya sedari tadi.

"Sin."

Sang pemilik nama yang hendak berbalik kini berdecak. "Apa?"

"Sin kenapa hobi banget menyendiri? Di sekolah juga, padahal Sin itu banyak yang suka," ujar Hanako.

Sang lawan bicara tertawa kecil. "Aku lebih suka menyendiri karena dengan itu aku bisa menghargai diriku sendiri." Perkataan tersebut mengundang dahi berkerut pada Hanako.

"Maksudnya? Aku nggak paham."

"Udahlah, lupakan. Besok hari libur, aku mau muas-muasin buat tidur. Dan inget, besok kamu harus bangun cepat." Sin naik ke atas ranjangnya dan menutup setengah tubuh menggunakan selimut.

"Kenapa bangun cepat? Kan libur," timpal Hanako.

"Jangan banyak tanya. Keluar dari kamarku, jangan lupa tutup pintu kamarnya." Sin berusaha untuk terlelap. Melihat cara Sin merespon membuat Hanako bertanya-tanya, apakah perkataan Tan memang benar adanya? Jika Sin menyayanginya, maka di mana letak rasa sayang yang Sin tunjukkan saat ini?

-Bishoujo-

Salam hangat, Hana Shimi.
Penulis amatir yang sayang kalian tanpa akhir.

Bishoujo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang