Pemilik surai taupe melangkah cepat, menyusuri gang sempit yang menjadi satu-satunya jalan. Sesekali ia menatap gelapnya langit, berharap kalau ia bisa sampai tepat waktu di kediaman Daisuke.
"Aku harus cepat atau sesuatu yang buruk akan menimpaku," Gumamnya setelah keluar dari lorong. Ia sedikit bersyukur karena jarum jam yang terletak di salah satu toko baru menunjukkan pukul delapan malam, itu artinya masih ada dua jam tersisa sebelum Daisuke pulang. Pikirnya begitu namun suara berat yang ia kenali menghentikan langkahnya.
"Bagaimana kunjungannya? Menyenangkan? Bagaimana kabar Kashima-sensei? Bukankah dia memintamu untuk tinggal bersamanya?"
Empat pertanyaan singkat Daisuke terlontar. Empat pertanyaan yang cukup untuk mewakili setiap gerak-gerik Haru di hari itu. Bagaimana bisa? Apa Daisuke membuntutinya seharian ini?
Tubuh Haru berbalik cepat. Manik keemasannya memandang horror ke arah Daisuke yang yang berjalan mendekatinya. Masih dengan setelan jasnya dan kacamata hitam yang sering ia kenakan.
Senyum miring terlukis pada wajah sedingin es itu. Sebenarnya ia ingin tertawa melihat penampilan Haru yang baginya menggemaskan. Madu manisnya itu sama sekali tak merasa malu mengenakan piyama berbalut hode abu yang ia yakini milik guru sialan itu. Juga sandal rumah dengan boneka kelinci di atasnya. Siapakah yang bisa tahan melihat penampilan menggemaskan seperti itu terlebih rambut panjangnya yang diikat asal-asalan??
Menepis semua pemikiran itu, jemari Daisuke meraih dagu pria yang lebih tinggi darinya, "pukul tujuh pagi, melewati ruang rahasia bawah tanah, kau pergi keluar dengan bantuan seorang maid. Aku benar 'kan, senpai ...," Bisik Daisuke dengan nada mengejek. Setiap kata-kata yang keluar dari bibirnya menusuk pikiran Haru. Daisuke seperti peramal yang mampu mengetahui setiap tindak-tanduk Haru.
"Masih tidak mengerti?" Daisuke melepas kacamatanya, memakaikannya di depan manik Haru. Hamparan huruf yang perlahan muncul menggambarkan detail setiap gerak-gerik Haru. Mulai dari kapan ia menyelesaikan sarapannya hingga hal-hal kecil yang ia lakukan di rumah Kashima-sensei.
Jantungnya memompa cepat, keringat dingin perlahan menetes, dan tangannya reflek mengepal ketika sebuah kalimat sialan terekam di otaknya.
Pukul dua siang, Kashima Ryuu mencuri ciuman pertama Haru-sama
Kontan Haru melepas kacamata tersebut dan membantingnya, di susul kaki kanannya yang bergerak cepat, menginjaknya hingga menjadi kepingan-kepingan tak berwujud.
"Salah! Kacamata itu berbohong, kashima-sensei tidak mungkin melakukan hal-hal tak senonoh seperti itu, beliau adalah seorang guru bijaksana yang sangat aku hormati, camkan itu Kambeing sialan!" Jemarinya yang bergetar ia todongkan didepan wajah Daisuke. Daisuke hanya mendengus kesal, "Cih, kau bahkan lebih memilih membela laki-laki itu sebelum membela dirimu sendiri. Sebesar itukah rasa cintamu sampai-sampai kau rela meninggalkan rumah suamimu—
BUGH!
Pukulan Haru mencium pipi Daisuke diikuti tendanganya menghantam perut Daisuke yang membuatnya limbung. Memanfaatkan waktu yang ada Haru segera berlari namun tangan Daisuke yang tiba-tiba menarik pergelangan kakinya sukses membuatnya terbanting.
"Ugh!" Dapat Haru rasakan darah mulai mengalir di sela-sela gigi putihnya. Ada rasa perih namun rasa takut akan kehilangan kebebasan lebih mendominasi. Ia masih bersikukuh melepas tangan Daisuke yang menarik rambut panjangnya.
Mendadak kesadarannya pudar, sesuatu menusuk betis kanannya. Ia melirik ke bawah. Seorang Daisuke Kambe, pria yang paling ia benci melebihi siapapun di dunia ini, tengah menyuntikkan cairan kedalam tubuhnya. Lagi dan lagi...
"Kumohon, hentikan semua kebodohan ini..." rintihnya sebelum kegelapan menelan kesadarannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Enough
FanfictionCinta dapat melakukan banyak hal. Uang dapat melakukan segalanya.