Bagian 04

3K 245 6
                                    

Di sebuah lobi rumah sakit, tepatnya di depan pintu ruangan milik Shinnosuke Kamei, terjadi keributan kecil antara seorang suster dengan dua pria berbadan kekar berbalut setelan jas hitam.

"Maaf atas kelancangan saya. Untuk saat ini anda belum bisa menemui Kamei-sensei. Dia bilang akan keluar satu jam lagi,"
Terang sang suster sedikit tergugup.

"Beraninya kau berbicara seperti itu! Kau pikir sedang bicara dengan siapa?!"

"Maafkan saya tuan, hanya Kamei-sensei yang bisa membukanya. Hanya sidik jarinya-" Daisuke melempar sebungkus permen.

"Mentos?" Tanya sang suster heran.

Suster itu mengangguk ketika Daisuke memerintahkannya menjilat mentos tersebut dan meletakkannya pada tempat di mana Shinnosuke Kamei biasa meletakkan jarinya. Butuh lima detik dan suster itu menjerit ketika mentos tersebut meledak, sukses membuat pintu itu terbuka.

Daisuke melenggang masuk, mengabaikan sang suster yang hendak menyusulnya namun langkahnya tercegat ketika dua pria kekar itu menahan lengannya.

"ngh- Sensei, pelan-pe-AAAH!"

"kau ketat sekali, baby~"

"Ah-ah-ngh....!!"

Desahan-desahan itu mengalun, menggema di dalam ruangan yang sangat berantakan. Sisa-sisa permainan dua pria yang saling mencumbu di atas meja coklat dengan puluhan kertas putih yang berceceran, tak sadar bahwa seorang Daisuke Kambe tengah menonton mereka.

"Sssensei... Ah~ aku ingin c-" Pria manis itu mendongak. Suaranya tercekat ketika melihat Daisuke yang mulai mendekat. Sementara pemilik surai pirang yang menindihinya hanya tersenyum nakal,

"Ada apa baby?"

"um ..., sensei. Kita sudahi saj-AA...!" Kamei mempercepat genjotannya mengabaikan jeritan sang submisif yang mulai kelelahan.

Sedikit lagi, pemilik marga Kamei itu hampir mencapai klimaksnya, namun Daisuke yang melayangkan tendangannya secara tiba-tiba membuatnya terjatuh.

Daisuke meraih mantel yang tergeletak di atas sofa, melemparnya ke arah pria manis yang segera menangkapnya. Air matanya yang tumpah semakin menambah kesan erotis pada wajah pria yang dengan tergesa- gesa memakai mantel tersebut dan segera berlari keluar.

"Kau! Apa yang-Ugh~" Tak puas dengan satu tendangannya, Daisuke memulai dengan kepalan tangan yang membentur wajah Sinnosuke.

"hei, jelaskan padaku apa yang terjadi?! Kambe-kun..,"

Shinnosuke hanya bisa pasrah ketika Daisuke menarik kerah kemejanya. Daisuke menatapnya tajam dan segera memalingkan wajahnya. Ekspresinya yang datar tak memberikan arti apapun namun rahangnya yang mengeras dan gigi-giginya yang menggeretak cukup membuat Shinnosuke yakin, kalau sahabatnya itu tengah dilanda amarah dan rasa kecewa,

"Lepaskan aku, ijinkan aku mengganti pakaian dulu, setelah itu kita bicara baik-baik, kay?"

Daisuke melepas cengkeramannya. Ia menunduk, "hei, jangan menangis. Tenang saja aku akan segera kembali-Ugh!" Sekali lagi, bogem mentahan Daisuke mengenai wajah Shinnosuke,

"Aku tidak menangis!" Daisuke berdiri, berjalan menuju Sofa dan mendudukkan diri di atasnya.

Tanpa sedikitpun rasa bersalah ia biarkan Shinnosuke berjalan terhuyung-huyung ke kamar mandi pribadinya,

"Apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki dry-ice itu? Kenapa harus aku yang jadi korban pelampiasan...?!!"

.

.

Never Enough

.

.











Eh, udah? gomenasai gomenasai....

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang