12. Kamar Mandi Prefek.

3.3K 478 41
                                    

𝗛𝗮𝗽𝗽𝘆 𝗥𝗲𝗮𝗱𝗶𝗻𝗴!-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝗛𝗮𝗽𝗽𝘆 𝗥𝗲𝗮𝗱𝗶𝗻𝗴!
-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

"Jadi kau sudah membuka telur tersebut?" tanyaku sambil memainkan rambut Cedric yang tengah tiduran di pahaku. Aku dan Cedric berada di tepi Danau Hitam.

"Sudah," jawabnya, "lalu, apa isinya?" tanyaku. "Entahlah, ketika aku membukanya terdengar suara lolongan keras melengking mengerikan."

"Well, itu aneh. Dan sekarang kau apakan telurnya?". Cedric mengedikkan bahunya, "Tidak tau."

"Kau coba saja buka di air, kata ibuku kalau kau mencoba didaratan tapi tidak berhasil, cobalah di dalam air." kataku. Cedric tersenyum sumringah, "bagaimana bisa aku tidak memikirkan itu." katanya lalu bangkit dari pahaku dan menarikku.

"Kita mau kemana?" tanyaku, ia masih tetap menarikku ke dalam Hogwarts. "Sebentar lagi makan malam, temui aku di pintu Aula Besar sehabis makan malam." katanya.

Aku hanya mengagguk saja, aku dan Cedric masuk ke Great Hall. Lalu kami berpisah, Cedric ke meja Hufflepuff sedangkan aku ke meja Ravenclaw.

Setelah selesai makan, aku melihat Cedric keluar dari Aula Besar. Aku pun beranjak dari meja Ravenclaw dan pergi ke pintu Aula Depan.

Cedric menarikku pergi. Ia membawaku ke depan pintu Common Room Hufflepuff. "Tunggu disini sebentar, aku ingin mengambil telurku." katanya lalu masuk ke Common Room.

"Hai Aphrodite, apa yang kau lakukan disini?" Aku terlonjak kaget, "oh, hai Hannah. Aku menunggu seseorang." jawabku. Hannah hanya mengangguk lalu masuk ke Common Room Hufflepuff dengan Ernie McMillan.

Cedric datang sambil membawa telur emasnya lalu menarikku lagi. "Kita mau kemana sih?" tanyaku sambil sedikit mendengus kesal karena Cedric menarikku terus. "Kamar mandi Prefek." jawabnya. Aku membelakkan mata

"Kau bercanda" kataku tidak percaya. "Siapa yang bercanda?" Aku dan Cedric tiba di depan pintu Kamar Mandi Prefek. Cedric mengucapkan kata sandi kamar mandi tersebut, "pinus segar." Lalu pintu kamar mandi Prefek terbuka. Cedric menarikku lagi ke dalam kamar mandi lalu menutup pintunya dan menguncinya agar orang lain tidak dapat masuk.

Kamar mandi ini diterangi lembut oleh kandelar indah yang penuh lilin, dan segalanya terbuat dari marmer putih, termasuk bak mandi yang tampak seperti kolam renang kosong segi empat yang membenam di lantai tengah ruangan. Kira-kira seratus keran emas berderet di sekeliling tepi kolam, masing-masing dengan permata yang berbeda warna pada putarannya. Juga ada papan loncat. Gorden linen panjang menggantung di jendela. Di sudut ada setempuk besar handuk putih empuk, dan ada lukisan berpigura emas di dinding. Lukisan putri duyung berambut pirang memadang kami berdua curiga di atas karang, rambutnya yang panjang menutupi wajah.

Aku maju, memandang berkeliling, bunyi langkah kaki ku bergema di pantulkan dinding.

Cedric mengambil dua helai handuk empuk, lalu memberikan satu handuk tersebut untukku. Cedric melepaskan jubahnya, lalu meletakkan jubahnya dan telur emas di tepi bak mandi yang luar biasa besarnya.

"Siapa disana!?" suara melengking seperti anak kecil tiba-tiba saja muncul.

Aku dan Cedric hanya diam, "bukankah seorang prefek tidak boleh membawa anak perempuan?" tiba-tiba saja Myrtle Merana muncul dari salah satu keran

"Myrtle... kau seharusnya tidak mengagetkan kami!" kata Cedric.

"dan kau seharusnya tidak membawa anak perempuan kesini Mr Diggory," kata Myrtle lalu membenarkan kacamata dan menatap kami sok galak. "tetapi, karena kau tampan aku takkan mengadukan mu." katanya genit kepada Cedric sambil cekikikan.

Cedric hanya mengabaikannya saja. Lalu ia membuka keran, keran tersebut mengeluarkan gelembung berwarna merah jambu dan biru sebesar bola sepak. Yang satu lagi mengeluarkan busa putih yang begitu tebal. Keran ketiga mengeluarkan awan ungu luar biasa harum yang mengambang di permukaan air. Dan keran keempat mengeluarkan semburan air yang melenting dari permukaan dalam bentuk bunga api besar-besar. Ketika bak mandi sudah terisi penuh air hangat, busa, dan gelembung, Cedric membuka sepatu serta kaos kakinya dan seragamnya sehingga hanya menyisakan kaos putih dan celana pendek. Mukaku memerah karena malu.

"Ayo, kau tidak ingin mencoba Venus?" ajak Cedric. Aku hanya mengangguk, lalu membalikkan badanku. Melepaskan jubah, seragam, dan sepatu serta kaos kaki dan menyisakan kaos hitam dan celana pendek selutut.

Cedric masuk lebih dahulu, dan aku mengikutinya. Bak itu dalam sekali sehingga kakiku nyaris tidak menyentuh dasar.

"Dan sekarang apa yang akan kita lakukan," tanyaku. "Membuka telur ini." kata Cedric lalu mengambil telur emasnya, lalu membukanya. Lolong lengking memenuhi kamar mandi, bergema, dan berkumandang dari dinding-dindinv marmer. Aku menutup telingaku, "TUTUP TELURNYA!"

Cedric menutup telur tersebut, "aneh..." gumamnya. "Bagaimana kalau coba masukkan telur itu ke air." kataku. Cedric menurunkan telur ke bawah permukaan yang berbuih dan membukanya... dan kali ini, telur itu tidak melolong. Nyanyian berdeguk terdengar dari dalamnya.

"Sepertinya kau harus memasukkan kepalamu juga," kataku. Ia mengangguk lalu menarik tanganku kedalam agar bisa memasukkan kepalaku juga.

Dan terdengar nyanyian dari telur tersebut yang berisi:

Come seek us where the voices sound,
Carilah kami ke tempat asal suara kami,

We cannot sing above the ground,
Diatas daratan kami tidak bisa bernyanyi,

And while you're searching ponder this:
Dan sementara mencari, renungkanlah ini:

We've taken what you'll sorely miss,
Kami telah mengambil yang kausayangi,

An hour long you have to look,
Satu jam penuh kau harus mencari,

And recover what we took,
Dan mengambil kembali yang telah kami curi,

But past an hour---the prospect's black,
Tetapi selewat satu jam---tak ada harapan lagi,

Too late, is gone, it won't comeback.
Terlambat sudah, yang telah pergi, tak mungkin kembali.

Aku meluncur keatas memecah permukaan berbuih, mengibaskan rambutku.

"Apa maksudnya?" tanya Cedric ketika muncul dari dalam air. Aku menarik nafas, "apa tadi lirik pertamanya?" tanyaku.

"Carilah kami ke tempat asal suara kami," jawabnya, "danau hitam, pasti." jawabku. "Dan apa lirik keduanya," tanyaku lagi. "Diatas daratan kami tidak bisa bernyanyi." "Apa saja yang hidup di danau, selain cumi-cumi raksasa?" tanyaku lagi. "Ada banyak."

"Hidup di danau hitam, dan bisa bernyanyi?" aku menatap Cedric dan tersenyum. "Manusia duyung!" Cedric tersenyum sumringah.

"Jadi, mungkin kah tugasnya mencari manusia duyung di danau hitam?" tanya Cedric. "Yah, mungkin saja. Apa lanjutan liriknya?" tanyaku. "Kami telah mengambil apa yang kausayangi, satu jam penuh kau harus mencari,"

"Em, bagaimana cara bernapas selama satu jam di dalam air?" tanyaku, Cedric menghela napas. "Apa maksudnya kami telah mengambil apa yang kau sayangi?" tanyanya. "Mungkin mereka akan mencuri seseorang yang kau sayangi,"

"Sudah jelas! Kau akan berenang di dalam danau hitam mencari seseorang yang kau sayangi yang telah mereka curi. Dan waktumu hanya satu jam." kataku.

Cedric tersenyum.

☆☆☆

𝐀 𝐑𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝐖𝐇𝐘 | 𝗰𝗲𝗱𝗿𝗶𝗰 𝗱𝗶𝗴𝗴𝗼𝗿𝘆 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang