Chapter 2

20.1K 1.3K 8
                                    

Author pov;

----

"Setelah ini apalagi jadwal Saya?" tanya seorang pria berjas abu-abu mengkilap pada sekretarisnya. "jadwal bapak free hingga jam dua nanti" jawab Anna sekretarisnya. Pria itu mengangguk dan meneruskan langkahnya.

"Bapak mau saya pesankan makan siang?" Ketika hendak menjawab, tiba-tiba hp di saku jasnya berbunyi. Ia buru-buru mengangkatnya ketika melihat siapa penelepon.

"Halo ma,"

....

"Dimana?"

.....

"Oke,bye"

"kamu duluan saja, saya masih ada urusan lain"
"Baik pak" jawab Anna mengangguk pada atasanya.

Arka memutar arah keluar kantor, dan menuju mobilnya. Memasuki mobilnya dan meninggalkan area kantor.

Ketika, berhenti di lampu merah, Arka mengeluarkan ponselnya Untuk menelepon seseorang.

"Halo,,,"
"Gimana?, sudah menemukannya?"tanya Arka cepat.
"Maaf pak, saya..."
"Ck, sudah lima tahun! dan kalian belum menemukannya!kalian, saya bayar mahal tapi menukan satu orang saja tak becus!!" Memutuskan sambung telpon sepihak Arka melempar hp-nya ke kursi samping dengan kesal. Menjalankan kembali mobilnya saat melihat lampu lalu lintas kembali hijau.

Arka merindukannya. Sudah lima tahun berlalu, dan selama itu Arka dihantui rasa bersalah dan penyesalan. Seharusnya dulu ia mengikuti kata hatinya. Mempertahankan orang yang sudah dipilihkan orang tuanya. Orang yang mencintainya dengan tulus. Bukan, malah membuat orang yang ia cintai terluka dan menyerah memperjuangkan dirinya. Seharusnya sekarang mereka sudah menikah dan mempunyai anak-anak yang lucu-lucu.

Memikirkan anak, Arka jadi teringat malam panasnya bersama sang tunangan, Anggia. Ya, Anggia adalah tunangan yang dipilihkan orang tuanya hanya karna hutang budi dan tanggung jawab. Mengikat dia dan Anggia dalam ikatan yang tak pernah Arka inginkan. Dulu Arka hanyalah remaja yang menuju kedewasaan. Sehingga membuatnya tidak bisa terikat hanya dengan satu wanita. Dan seharusnya Anggia masih ada disisinya. Teringat kembali malam panasnya bersama Anggia. Jika, malam itu benihnya berkembang. Seharusnya, sekarang sudah menjadi anak yang lucu.

Arka mencengkram setir mobil dengan kuat. Pikiran yang tiba-tiba terlintas itu, seketika mengguncang Arka. Jika itu benar, Arka tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri.

Arka menghentikan mobilnya di sebuah mall di pusat kota.
melangkahkan kaki jenjangnya untuk mencari keberadaan sang mama.

"halo, mama dimana?"
"iya,arka udah di..."

Krak...

Arka menghentikan langkahnya. Melihat sesuatu yang tak sengaja terinjak olehnya. Sebuah mobil-mobilan bewarna merah yang tak sengaja terinjak. Tak jauh dari tempatnya berdiri seorang anak kecil berdiri dengan mata berkaca-kaca melihat mainannya yang sudah retak.

Ketika anak kecil itu menengadah melihat kearahnya. Deg!
Arka melihatnya. Wajah yang familiar dimatanya, Seperti? Papa?.
Jantung Arka berdetak tak karuan, perasaan yang sama seperti lima tahun silam ketika dia jatuh cinta pada wanitanya yang kini entah dimana.

Mengambil mainan yang tak sengaja Arka injak. Arka mendekat, berjongkok didepan anak yang sudah mencuri hatinya itu.

Mengelus kepala anak tersebut, Arka berucap"Hei kid, maaf Om tak sengaja. Nanti Om belikan yang baru ya?"

"Om injek mainan Evan. Nanti mama malah" ucap gevan dengan mata berkaca-kaca. Entah kenapa, tiba-tiba Arka merasakan perasaan rindu entah pada siapa.

"Mama kamu mana? biar Om yang ngomong" ucap Arka tersenyum tulus, tanganya tak hentinya mengelus pipi chubby anak ini. Arka tak mampu mengalihkan matanya dari bocah tampan ini.

"Mama di..."

"Gevan!?"

"Mama!" Gevan berlari menghampiri mamanya. Arka yang melihat itu berdiri dan membalikan badan. Deg! lagi, Arka kaget. Sekarang kekagetanya membuat dunianya seolah berhenti. Sama halnya dengan wanita ya kini tengah Gevan peluk.

"Anggia?..." ucap lirih Arka. Tiba-tiba Anggia mengendong gevan dan pergi dari sana. Dia tak siap. Anggia takut sungguh takut. Terlebih untuk hatinya.

"ANGGIA!!" Arka mengejar mereka dengan perasaan membuncah. Anggia nya kembali, ia telah menemukan kembalinya cintanya. Kali ini Arka takkan melepaskannya.

Tak jauh dari tempat Arka dan Anggia bertemu tadi. Dua pasang mata telah memperhatikan mereka sedari tadi dengan mata berkaca-kaca.

"Mama jangan nangis." ucap seorang gadis pada mamanya.

"Mama terharu Rein" ucap wanita paruh baya itu.

Gadis yang di panggil rein itu tersenyum. Mengusap air di sudut matanya reina berucap"Sekarang biar kita serahkan sama kak Arka untuk membawa kembali keluarganya."

"Mama malah takut kakak bodoh mu itu mengacaukan segalanya" ucap mama Arka.

"Kita percayain aja sama kak Arka. Sekarang kita harus pulang, dan mama harus yang menejalaskan sama papa, karna dari tadi papa udah nelpon Rein nih" jawab Reina menatap mamanya.

"Eh, yaudah ayok kita pulang" panik sang mama. Menarik anak gadisnya untuk segera pergi meninggalkan mall tersebut.

Mereka meninggalkan mall dengan perasaan lega.

-----
Tbc,

PERFECT FAMILY ||VERSI EBOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang