"ANGGIA!!" Arka terus mengejar mereka, mempercepat langkah kaki mengejar Anggia. Tidak memperdulikan teguran dari orang-orang yang ia tabrak.
Anggia terus memeluk Gevan dengan erat.
"Gia!" Arka mencengkal pergelangan tangan Anggia. Membuat Anggia otomatis berhenti.
Sial' ucap batin Anggia.
"Anggia?," lirih Arka tak percaya. Usaha lima tahunya dalam penantian kini membuah kan hasil. Arka tak sanggup berkata-kata lagi. Memandang Anggia dan Gevan dengan mata berkaca-kaca.
Gevan masih memandang pria asing yang mengejar dari tadi dengan bingung. Memandang sang mama dan pria asing itu terus menerus.
"Ma?" Gevan menatap Anggia bingung, seolah ingin bertanya pada mamanya siapa om-om ini. Arka yang masih memandang Anggia mengalihkan matanya pada bocah tampan yang ada di gendongan waninya. Ya wanitanya, batin Arka.
"Ma?" beo Arka bingung, Memandang wajah cubby Gevan dengan kening berlipat. Berpikir bahwa wajah Gevan terasa familiar di ingatanya. "Dia?" Arka tersentak kaget dari satu fakta yang tiba-tiba terlintas di ingatanya. Memandang wajah Anggia meminta penjelasan bahwa apa yang tengah di pikirikannya adalah benar.
Anggia yang tak siap dalam situasi ini mulai ketakutan. Takut akan apa yang tengah di pikirkan Arka dan takut jika Arka akan mengambil Gevan dari dirinya jika yang tengah dipirkan Arka benar adanya. Bahkan, jantungnya masih berdetak kencang. Dan, kini Arka semakin menambah degub jantungnya dengan pertanyaan yang tak bisa di jawab olehnya.
"Apa dia anakku Gi?" tanya Arka dengan perasaan membuncah. Tanpa di tanya pun sebenarnya Arka tau. Bahwa, anak kecil yang dalam gendongan Anggia adalah anaknya. Orang lain pun tau itu.
Di lihat dari wajahnya yang sangat mirip dengan dirinya."Bukan! dia anakku!" tekan Anggia penuh emosi. Enak saja, dirinya yang telah merawat dan membesarkan anaknya seorang diri selama ini.
"Mama?" Arka yang akan kembali bicara, harus megatupkan kembali bibirnya ketika melihat putranya yang sudah mulai tidak nyaman.
Arka memandang sekeliling. Pantas saja putranya sudah tidak nyaman. Ternyata, mereka sudah jadi pusat perhatian orang-orang."Kita pulang dulu, kasian anakku sudah tidak nyaman" ucap Arka menggandeng Anggia dan Gevan yang dalam gendongan Anggia, keluar mall menuju mobilnya.
"Dia anakku!" tekan Anggia protes, dengan kata 'anakku' yang di ucapkan oleh Arka barusan.
Berusaha melepaskan rangkulan Arka di pundaknya. Namun, bukannya terlepas, rangkulan itu semakin kencang di bahunya. Mungkin, ini juga efek sehabis berlarian dari lantai tiga hingga lantai satu mall ini. Membuat Anggia tidak punya tenaga lagi untuk melawan.Gevan yang dalam gendongan Anggia pun sering merosot dalam gendongannya.Bukanya marah Arka malah terkekeh mendengarnya. Mengambil alih Gevan dalam gendongan dengan mudah mudah. Membuat Arka semakin merangkul pundak Anggia agar tidak bisa melepaskanya.
"Jangan..."
"Kita perlu bicara Gi, pleas jangan menolak." kata Arka, memotong ucapan Anggia.
"Kali ini tolong dengerin penjelasan aku." Ucap Arka penuh harap. Kali ini Anggia pasrah. Lagian, sampai kapan mereka akan main kucing-kucingan seperti ini. Sudah saatnya juga bagi Arka tau tentang keberadaan Gevan.
"Masuk ya sayang" Arka membukan pintu mobil untuk Anggia dan meletakan Gevan di pangkuan wanita itu.
"Dia tidur? nyaman banget ya nak di gendongan papa" ucap Arka mengelus pipi chubby Gevan dengan sayang. Dan kini tanganya beralih pada pipi mama dari anaknya. Tapi, langsung di tepis dari sang empunya. Membuat Ia terkekah. Arka berdiri menutup pintu tempat Anggia duduk, dan memutar menuju kursi kemudi di sebelah Anggia.
Sepanjang perjalanan tidak ada satupun yang ingin membuka suara. Arka pun tidak berisiniatif menghidupkan musik, takut mengganggu tidur jagoanya.
Anggia pun mengalikan pandanganya keluar kaca mobil. Melihat jalanan luar lebih menarik di matanya. Berbanding terbalik dengan suasan hatinya saat ini. Lain, halnya dengan Arka, pria itu sesekali mencuri pandang ke arah Anggia.
Arka mengeluarkan handphone-nya dari saku jas. Mencari kontak sekretarisnya untuk di hubungi.
"Batalkan semua jadwal saya hari ini. Ada hal penting yang harus saya urus" setelahnya tanpa susah payah mendengar jawaban dari seseorang di seberang sana, Arka mematikan handphone-nya, memasukan kembali ke saku jas.
Anggia yang mendengarnya tetap memilih diam. Mengelus rambut Gevan dengan sayang, tanpa mengalihkan perhatianya dari luar kaca mobil.
Setelah tiga puluh menit berlalu.
Mobil yang di kendarai Arka memasuki perkarangan luas dari rumah mewah berlantai dua yang kini tengah di pandang Anggia dengan takjub.Belum sempat Anggia membuka pintu mobil, pintu itu telah di buka Arka terlebih dulu. Mengambil alih Gevan dari pangkuan Anggia, Arka menutun Anggia memasuki rumah mereka. Ya, rumah mereka. Dulu ingin Arka berikan pada Anggia sebagai hadiah pernikahan mereka. Tapi, itu sebelum sang nyonya rumah pergi tanpa kabar.
-----
Tbc,
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT FAMILY ||VERSI EBOOK
Romance----- Kehidupan bahagia Anggia dan sang buah hati, tiba-tiba terguncang dengan kehadiran orang dari masa lalunya. Dia, Arkana Maurer. Ayah dari putranya Gevandra Arkata Putra. Hadir tiba-tiba ke kehidupan mereka. Mengklaim bahwa Anggia dan Gevan...