VOTE
🐏🐏🐏
Soya Kamala binti Faikar Vendana
Begitulah nama yang tertera di sebuah batu nisan yang berdiri dengan gagahnya di gundukan tanah. Batu nisan itulah yang menandakan bahwa di dalam gundukan tanah itu ada seorang yang sedang istirahat dengan damainya dan tidak akan pernah mendapatkan perihnya dunia lagi.
Satu-persatu orang telah pergi hingga menyisakan seorang gadis berumur delapan tahun yang masih nangis tersedu-sedu. Ia tidak bisa menerima takdir ini, begitu berat baginya ditinggalkan oleh orang tersayangnya.
Kini semuanya hanyalah tinggal kenangan. Tidak akan ada lagi orang yang menyapanya di pagi hari, tidak ada lagi orang yang akan mengisikan pekerjaan sekolahnya, tidak akan ada lagi orang yang akan membuatnya tertawa. Hanya tangisanlah yang akan selalu menemaninya.
"Kak ... kenapa Kakak pergi? Sofia ntar sama siapa, Kak?" Tangisannya yang telah keluar dari tadi malam belum juga berhenti.
Ia begitu kecil untuk mengetahui kakaknya meninggal. Yang ia tahu bahwa kakaknya meninggal karena bunuh diri. Ia tahu itu dari mulut orang-orang. Mendengarnya saja membuatnya bertanya-tanya, apa itu bunuh diri? Apa penyebabnya? Apa alasannya?
"K-Kak Soya Jahat!" Ia marah dalam tangisnya. Tanah yang ia pegang ia lemparkan ke batu nisan.
"Sofia nakal, ya, Kak? Sampe Kakak milih buat pergi." Tangisnya semakin besar saat ia menyebutkan kata pergi. Ia tidak rela jika kakaknya pergi.
Sedangkan orang dewasa di belakangnya hanya menatapnya dengan jengah. Sudah hampir satu jam putri keduanya menangisi putri pertamanya.
Sedih banget kayaknya ditinggal sama anak sialan itu. Batinnya selalu saja mencaci putrinya yang sedang berduka.
Baginya, kematian putrinya adalah sebuah kemerdekaan. Memang benar apa kata orang-orang, bahwa putri sulungnya meninggal karena bunuh diri, dan ia lebih tahu alasan bahwa putri sulungnya meninggal karena hamil— anak dari pacarnya dan pacarnya tidak ingin bertanggung jawab.
"Kenapa anak ini sedih banget ditinggalin Kakaknya? Bukannya lebih baik kalo anak sialan itu mati? Kalo enggak? Malu banget aku punya anak yang hamil anak haram!" Melihat drama yang dibuat putrinya membuat dia jengah setengah mati. Segera ia menghampiri putrinya itu.
Sebenarnya bisa saja ia pulang terlebih dahulu jika ia tidak kasihan pada putrinya, tapi apa kata orang-orang nanti? Yang ada ia akan menjadi bahan perbincangan oleh mereka, dan image dokter paling ramahnya akan hancur.
"Pulang!" Ia menjewer telinga putrinya dengan keras hingga menimbulkan ringisan dari mulut putrinya.
"Ma-ma, lepasin, Ma!" Suara putrinya menyengau karena kelamaan menangis, dan sekarang ia dikejutkan oleh jeweran juga bentakan dari Sang Mama.
"Kamu pikir Mama enggak capek berdiri nungguin kamu yang lagi ngedrama! Harusnya kamu senang karena anak sialan itu telah mati!" Putrinya masih kecil, ia tidak begitu mengerti apa yang diucapkan Mamanya.
"Tapi Sofia pengen jagain Kakak, Ma." Ucapannya telah membuat Sang Mama naik pitam.
Plak!
Yerry yang tak lain Mama dari Sofia dan Soya, menampar Sofia dengan keras hingga meninggalkan jejak di pipi gembul gadis balita itu.
"Orang yang kamu sebut Kakak itu pembawa sial, Sofia! Dia mempermalukan Mama dan Papamu! Bahkan sekarang Papamu lebih memilih selingkuhannya dari pada kita! Dan dia malah dengan entengnya membawa anak dari selingkuhannya itu ke rumah kita! Dan kamu!? Kamu malah nangis gak berguna di sini! Kamu pikir dengan cara menangis bisa bikin Papamu sadar? Enggak, Sofia! Enggak!" Napas Yerry memburu, tak ia rasakan bahwa tetesan air matanya terjatuh. Namun, tak lama kemudian ia menghapus air matanya dengan kasar. Ia tak ingin putrinya melihat dia nangis.
Mengingat papa Sofia. memang benar apa yang dikatakan Yerry, bahwa suaminya malah jalan-jalan bersama putri dari selingkuhannya dari pada berkabung atas kematian putri sulungnya.
Kata-kata yang diucapkan suaminya saat melihat jasad putrinya yang terdampar dengan leher yang penuh darah karena ikatan dari tali adalah; "Akhirnya anak ini mati. Tinggal yang satu lagi beban hidupku." Setelah mengatakan hal itu suaminya pergi. Dan saat acara membawa pulang putri sulungnya ke rumah per-istirahatannya, ia malah membawa putri dari selingkuhannya untuk tinggal di rumah mereka.
Ibu dari Sang Putri itu telah pergi meninggalkan suaminya dan putrinya. Mustahil jika pergi tanpa membawa apa pun itu, tentu jalang itu pergi dengan harta yang ia curi dari suaminya yang tidak sah sama-sekali.
"Pulang! Sekarang pulang Sofia!" Sofia yang melihat raut amarah dari mamanya pun menurut. Ia masuk ke dalam mobil— meninggalkan Yerry yang masih menatap gundukan tanah dengan benci.
Dan di sinilah semuanya di mulai.
Aku yakin, se-iring berjalannya waktu semuanya pasti terjawab.
Terima kasih masa lalu, karena telah memberikan ku kebahagiaan, dan selamat datang masa depan yang akan memberi ku penderitaan.
_____Dear Diary_____
Gak kerasa udah empat tahun, dan Dear Diary terbengkalai lebih dari satu tahun😭
Geli banget pas baca sebelum direvisi😭
Follow IG @mybauuuu.ofc
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary
Teen Fiction"Gue tau lo suka sama gue! Tapi gue muak dengan cara lo yang selalu recokin kehidupan gue!" Perkataan pedas yang sangat menggores hati Sofia itu telah keluar dari mulut Alzio. "Mau lo ubah cara lo juga tetep aja, perasaan benci gua enggak akan perna...