Jika perpustakaan adalah tempat yang menjenuhkan dan kantin adalah tempat yang menyenangkan di sekolah. Dan ini adalah kali pertamanya seorang Sofia menginjakkan kakinya di kantin. Mengingat dirinya yang tak pernah ke kantin dan selalu berdiam diri di perpustakaan kalau tidak di kelas.
Niatnya ke kantin hanyalah satu, yakni melihat Alzio dan makan bersamanya. Hari ini ia sengaja tidak membawa bekal karena ingin modus ke sang perenggut hati.
Namun, saat ia telah sampai ke kantin ia tak menemukan lelaki yang telah membuatnya jatuh cinta, malahan ia melihat Arabella dan antek-anteknya. Karena malas menggerogotinya, terpaksa ia di kantin terlebih dahulu untuk menunggu Alzio.
"Beli makan dulu aja deh," ucapnya lalu berjalan menuju stand makanan. Namun, tak lama ....
.... Bruk!
Lagi-lagi ia harus terjatuh. Bedanya kali ini Arabella yang menyandungnya. Ia menggigit bibir bawahnya, rasa sakit dan malu menyeruak seketika. Tawa orang-orang bagaikan kaset rusak yang terus saja berputar di kepalanya.
"Haha! Gimana rasanya jatuh di depan semua orang? Pasti enak banget ya?" Fani berjalan mendekatinya.
"Uluhh ... kasian banget ya? Baru aja ke kantin udah disiksa aja," cemooh Nindi. Sofia hendak bangkit namun kaki Arabella yang menginjak jari-jari tangannya membuat ia mengurungkan niatnya dan harus menahan rasa sakit lagi.
Ringisan tertahan dia lakukan. Dadanya terasa terhimpit begitu tatapan-tatapan mencemooh tertuju padanya. Situasi seperti inilah yang membuatnya semakin membenci dirinya sendiri. Dimana dia kembali dirundung dan dia tidak berani melawan.
"Disuruh sama siapa lo ke kantin?" Arabella bertanya seolah-olah ia adalah pemilik sekolah ini.
"JAWAB GUE!" bentaknya membuat seisi kantin hening.
Tidak ada yang diam saja tanpa memegang ponsel. Hampir seluruh siswa di kantin memegang ponselnya untuk memotret maupun merekam pem-bully-an itu.
"Akhhh." Sofia semakin meringis tatkala Arabella semakin mengeratkan injakannya pada jari-jari tangan Sofia.
"Asal lo tahu, ya! Lo itu sebenernya enggak pantes sekolah di sini! Lo itu pantasnya ada di pinggir jalan sambil ngamen!" Ucapan Arabella telah membuat seisi kantin tertawa.
"Tapi kenapa juga ya sekolah mau terima dia? Padahal dia itu enggak ada bakat." Nindi tertawa terbahak-bahak, sehingga membuat seisi kantin hening.
"Kenapa lo semua diem?" tanya gadis itu sebal. Setiap ia tertawa pasti semua orang akan diam.
Sofia tidak bisa berkutik sama sekali, jari-jarinya terlalu lemah untuk melawan Arabella.
"Boleh enggak sih aku berharap Alzio nolongin aku lagi? Aku butuh dia," batin Sofia.
Sret!
Rambut Sofia ditarik oleh Arabella. Seakan menyiksa Sofia adalah hal yang paling menyenangkan di hidupnya. Mencekik Sofia hingga kuku-kukunya menembus meninggalkan jejak juga darah di leher Sofia.
"Lo itu enggak berguna! Bisanya malu-maluin doang! Kehadiran lo itu selalu bikin semua orang hancur! Harusnya lo itu mati, Sialan!!"
Brak!
Arabella melempar Sofia begitu saja. Kepala gadis itu terbentur keras mengenai meja, sontak ia memegangi kepalanya yang terasa sakit.
"Akhhh...." Ringis Sofia seraya memegang kepalanya yang terasa sakit.
"Kayaknya enak, ya?" sindir Fani, tak henti-hentinya memainkan rambut.
Tubuh kurus itu sudah sangat memprihatinkan. Namun, tak ada satupun yang mau menolongnya, yang ada malah menertawakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary
Teen Fiction"Gue tau lo suka sama gue! Tapi gue muak dengan cara lo yang selalu recokin kehidupan gue!" Perkataan pedas yang sangat menggores hati Sofia itu telah keluar dari mulut Alzio. "Mau lo ubah cara lo juga tetep aja, perasaan benci gua enggak akan perna...