04 - [Slap]

6.2K 452 41
                                    

Sebuah cermin minimalis menampilkan sosok gadis tengah mengobati lukanya. Terlihat Sofia tidak meringis begitu cairan obat merah menyentuh luka di kulitnya. Baginya, luka seperti ini sudah biasa ia terima. Seolah-olah luka ada sahabatnya.


Ia tidak habis pikir dengan dunia ini. Mengapa semakin hari semakin kejam? Harapannya ingin bahagia pun hampir musnah jikalau seorang lelaki bernama Alzio tidak hadir dalam hidupnya.

Namun, Alzio juga bersikap sama seperti orang lain. Tapi anehnya Sofia tidak membenci Alzio, seperti halnya ia membenci Anton. Tidak semua orang yang menyakitinya bisa ia benci. Seperti: Faikar, Yerry dan Arabella. Baginya ketiga orang itu adalah makhluk yang paling berharga. Ia berharap ketiganya akan sadar kelak.

"SOFIA!" Sofia yang masih berkutat dengan obat-obatannya pun menoleh ke arah pintu loteng. Yerry telah pulang dari Charlotte, itu artinya ia tidak akan bisa tenang lagi.

Dengan buru-buru ia membersihkan obat-obatannya, lalu beranjak pergi. Dalam perjalanan menuju lantai bawah ia berharap mamanya tidak akan memarahinya karena lelet. Terlambat satu detik saja ia bisa kena pukulan.

"Dari mana saja kamu, hah?"

Kan benar. Baru ia sampai di undakan tangga terakhir sudah kena amarah.

"Bawa koper Mama ke dalam."

Tanpa kata lagi Sofia menuruti perintah mamanya yang sudah seperti nyonya besar di rumah ini. Walau kenyataannya seperti itu.

Tidak ada koper yang tidak berat meskipun kosong melompong. Terlebih lagi ini yang isinya lebih dari satu kilogram. Bahkan Sofia kewalahan untuk membawanya.

Ia menghela napasnya lalu merapikan barang-barang yang ada di dalam koper itu.

Hanya satu minggu mamanya di Charlotte tapi pakaian yang dibawa mamanya itu bagaikan sudah satu bulan di kota itu. Tidak ada satupun pakaian mamanya yang tidak bermerek, karena rata-rata semuanya bermerek. Berbanding terbalik dengan Sofia yang tidak mempunyai pakaian yang bermerek satupun.

Setelah selesai dengan pakaian Yerry, ia kembali ke lantai bawah. Di ruang tamu sana Yerry sedang memejamkan matanya.

"Kasihan, Mama pasti capek." Jiwa baiknya berkata.

"Ma,"  panggil Sofia agar Yerry menoleh.

"Hmm." Yerry menjawabnya dengan deheman malas saja.

"Mau Sofia pijitin?"

Seketika itu mata Yerry terbuka. Mata tajamnya langsung mengarah ke Sofia.

"Tangan kamu kotor apa enggak? Mama enggak mau nanti kulit Mama jadi gatel-gatel abis disentuh sama tangan kotor kamu." Sofia meringis. Untung saja ia telah cuci tangan tadi.

"Sofia udah cuci tangan kok, Ma," ucapnya dengan keyakinan yang besar.

"Seriously?" Yerry menatapnya dengan raut tidak percaya.

"Udah kok, Ma. Ini bersih." Ia menunjukkan kedua telapak tangannya.

"Yaudah, tuh, kamu pijitin, yang benar." Yerry menyelonjorkan kakinya di atas meja.

Dear DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang