Ditulis di instagram oleh salmaanidaa
***
Hari ini adalah waktu di mana aku, Malam, dan Samudera akan menghabiskan waktu dengan membabat habis soal-soal untuk lomba cerdas cermat sains bulan depan. Sebenarnya, kami bertiga merupakan musuh satu sama lain jika dihadapkan dengan beasiswa karena hanya satu orang yang bisa mendapatkannya. Dan entah mengapa, sekarang sekolah memaksa kami untuk bekerja sama. Sungguh, rasanya menjadi sangat tidak nyaman.
"Hei," panggil Malam, agak berbisik.
Langkah kami telah menginjak di perpustakaan besar milik sekolah. Kami datang di sore hari, tepat ketika banyak ekskul baru saja dimulai. Aku menoleh ke arah Malam yang kini tengah menyamai langkahku dan Samudera. Alisku terangkat, tanda respon akan panggilan dari lelaki itu.
"Aku pikir sebaiknya kita belajar sendiri-sendiri," idenya. Hening sebentar. Aku terpekur.
Apa sebegininya rasa ego di antara kami?
Tak lama, Samudera menyetujui hal tersebut, dan tinggallah aku sendiri, yang mau setuju atau tidak pun, tidak ada pengaruhnya. Malam dan Samudera mulai berpencar mencari posisi ternyaman mereka. Dua lelaki itu berjalan ke arah yang saling berlawanan.
Sedang aku masih di tempat. Memikirkan tentang hal ini. Bagaimana kami bisa memenangkan lomba jika nilai kerja sama kami saja nol besar? Aku mulai menelusuri buku-buku yang diperlukan. Usai itu, aku akan membujuk Malam dan Samudera untuk belajar bersama.
Buku ketiga sudah berada di tangan, waktunya untuk menghampiri Malam terlebih dahulu. Aku mengikuti jejaknya yang kulihat terakhir berada di sisi kiri perpustakaan. Karena cukup luas, ia menghilang di belokan sini. Netraku menelusuri tiap jengkal dari bangku-bangku yang ada.
Setelah dua kali aku mengecek, hasilnya nihil, benar-benar kosong. Malam tidak ada. Hanya ada tas miliknya dan buku-buku yang terbuka. Aku masih berusaha menenangkan diri, mungkin saja Malam tengah ke toilet, atau sedang keluar sebentar.
Baru saja aku ingin beranjak menuju tempat Samudera, sesuatu menggelitik penglihatanku. Aku baru sadar, salah satu buku yang dibaca Malam terlihat seperti buku prasejarah. Sangat ... tua.Aku memutuskan untuk duduk. Tanganku terarah untuk menyentuh buku itu. Tak ada judul. Lebih tepatnya tak bisa terbaca lagi.
Halaman pertama. Dahiku menyerngit. Bahasa Belanda? Aku memang tidak fasih dalam bahasa yang satu itu. Namun aku tahu beberapa kosakatanya.
Entah mengapa, intuisiku bilang untuk melompat ke halaman yang terdapat pembatas bukunya, dan tibalah aku pada suatu halaman. Kosong. Jika halaman lain berwarna kecoklatan, halaman ini berwarna hitam pekat. Aneh.
Dan sepersekian detik selanjutnya, benar-benar hanya ada warna hitam yang kulihat.
Aku mengerjapkan mata berulang kali. Berusaha menormalkan penglihatan.
Mengapa... pakaian orang-orang itu seperti--
"Senja!"
Aku mengenal suara itu. Kutolehkan kepala ke arah kanan. Sosok Malam dan Samudera berdiri di ujung perpustakaan. Tunggu... perpustakaan?
Dengan banyak tanda tanya menggantung di benakku, kuseret langkah ke arah mereka. Ketika sampai, dua orang itu tak kalah paniknya. Aku kemudian bertanya, "Sebenarnya apa yang terjadi?"
"Aku kira kita berada di masa lalu," jawab Samudera. Aku memelotot seketika.
Malam angkat bicara, "Senja, tadi kamu melakukan apa?"
Aku menggali kembali ingatanku, mencari kegiatan apa yang terakhir aku lakukan. Namun belum sempat menemukannya, Malam kembali berujar, "Kamu buka buku itu?"
Buku? Ah, iya. Buku tua itu. Aku mengangguk. Malam dan Samudera bertukar pandang.
"Kita harus keluar dari sini," ucap Samudera tegas. Dua lelaki itu berjalan keluar perpustakaan dengan langkah tergesa. Aku menyusul masih seperti orang linglung. Bagaimana bisa seperti ini?
"Malam, Samudera, bisa jelaskan apa yang terjadi lebih detail?"
"Waktu kita tidak banyak Senja. Nanti saja ya. Intinya sekarang, kita harus keluar terlebih dahulu."
Aku berjalan dalam diam. Memikirkan segalanya. Ini apa? Perpustakaan sekolahku? Namun mengapa seragam anak-anak berbeda?
Ketika keluar, aku ternganga. Sekolahku sudah sangat berbeda. Asik melihat sekitar, aku menjadi tidak memperhatikan jalan. Seseorang berlari ke arahku. Kurasa aku tak akan sempat mengelak.
Namun....
'Wush'
Aku tertembus. Apa lagi ini?
Malam dan Samudera berhenti. Aku melihat ke arah mereka dan menujukan pandangan ke titik yang sama. Di ujung sana, terdapat sosok lelaki tua yang tengah memarahi seorang anak perempuan. Dan, tunggu, bahasa Belanda?
Aku memperhatikan ekspresi Malam dan Samudera, keduanya mengernyit dan sangat serius mendengarkan. Ah, iya, mereka berdua menguasai bahasa yang satu itu.
Pemandangan kali ini, membuatku ternganga. Sosok laki-laki yang tadi memarahi anak perempuan itu melayangkan sebuah pukulan. Setelah itu, berbagai kekerasan lain menyusul. Aku ingin ke sana, tetapi Malam dan Samudera segera menarik tanganku. Mereka bilang sia-sia. Aku tidak bisa mengubah masa lalu.
Tak lama, sosok perempuan yang tadi sudah terkapar berlumuran darah. Karena kadaan sunyi, sosok lelaki itu dengan mudah membawa anak perempuan itu ke belakang taman. Tepatnya di arah menuju hutan.
Kami mengikutinya. Anehnya, di sana sudah tersedia lubang sedalam lima meter serta cangkul. Jadi, ini sudah direncakan?
Usai itu pandanganku tiba-tiba kembali gelap.
Aku mengerjapkan mata. Berusaha menetralkan pandangan pada sekitar. Ketika aku menoleh ke samping, Malam dan Samudera tengah berdiri di sana. Lengkap dengan tas mereka dan milikku.
Samudera mengembalikan tasku. "Sebaiknya kita pulang dulu." Aku mengangguk pasrah. Entah mengapa rasanya sangat melelahkan sekarang.
***
Keesokannya kami berkumpul kembali di perpustakaan. Dengan dalih belajar untuk lomba, kami membolos. Ada hal yang lebih penting untuk dibahas. Tentang kejadian tempo hari.
"Kita bisa pura-pura bahwa tidak ada yang terjadi semalam, tetapi sesuatu telah terjadi dan kita harus memutuskan harus berbuat apa," ujarku frustasi dan memandang mereka bergantian.
Malam dan Samudera lagi-lagi bertukar pandang.
"Iya Senja. Kita memang akan melakukan sesuatu hari ini," ujar Malam sambil tersenyum simpul di akhir kata.
FIN
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cermin #1
Short StoryBerisi kumpulan cerita mini yang ditulis oleh peserta Event Cermin PraKita. Setiap prompt yang diberikan setiap harinya akan dipilih tiga untuk dipublikasikan di Kumpulan Cermin #1 ini. Selamat membaca.