Ditulis di Instagram oleh halo_oys
***
Cinta memang sialan, mampu memorakporandakan perasaan sampai kenyataan saja ditepis demi agar hati tetap baik-baik saja. Namun, tidak lagi demikian, berpura-pura nyatanya tetap membuatku tak karuan. Curiga, sesak, muak, kesal, ingin menamparnya seandainya itu mampu menggantikan rasa sakit.
Nyatanya tidak.
Jadi sudah sepantasnya aku menolong diri sendiri. Aku ingin udara masuk ke paru-paru dengan leluasa. Oleh karena itu kuberanikan diri untuk mendatanginya.
Langkah yang kuambil ini, akan membawa mata melihat kenyataan yang kuhindari sekuat-kuatnya sebelum ini. Kuketuk pintu rumah bercat putih gading itu. Degap jantung sampai ke telinga, kian keras ketika pintu terbuka memperlihatkan seorang perempuan yang senyumnya menghilang begitu matanya melihatku.
"An?" Aku mengangguk.
"Ah, sebentar, kamu ngapain di sini?" Dia masih berusaha tertawa walau ekspresinya seperti menelan sampah.
"Aku mau ketemu kalian." Aku mampu melihat rasa takut, tangannya bahkan bergetar. Tak peduli, aku tetap masuk ke dalam rumah perempuan yang selalu kusebut teman ini. Kupanggil seseorang yang biasanya ada di rumahku, rumah kami, bukan rumahnya dan perempuan itu.
"An?" Ekspresi pria itu juga benar-benar buruk, seperti menelan kotoran.
"Iya, Mas, ada yang mau dikatakan sebelum aku yang bicara?" Amarah sudah sampai ubun-ubun, tetapi dia tak berhak melihat sedikit pun kelemahanku. Dia sudah orang asing sejak aku masuk ke rumah ini dan menemukannya, dan kelemahanku bukan untuk konsumsi orang asing.
"Kamu, ka-kamu."
"Oke, biar kubantu ya, Mas. Hubungan kita yang kupertahankan dengan berpura-pura sudah hancur lebur, Mas. Aku enggak sanggup memungutinya lagi."
"An. Aku dan dia cuma main-main, kami cuma cari hiburan."
Aku terdiam mendengar alasan yang sangat aneh itu, lalu tertawa sampai sakit perut. Dia mendekat, tetapi kuberi isyarat dengan tangan agar berhenti."Aku tahu kita sudah enggak menjalin hubungan selayaknya pasangan selama berbulan-bulan. Kamu bilang bosan, setiap hari enggak pulang, aku terima walau muak dan benci. Aku diamkan kamu, kamu diamkan aku. Kita saling membenci di rumah sendiri, tapi aku tetap berusaha untuk mempertahankan kita. Kupikir cuma sementara, kupikir kamu cuma perlu waktu."
"An, jangan tinggalkan aku, aku tidak terima. Kita boleh membenci seperti biasa. Hanya ... jangan tinggalkan aku."
Aku menatapnya dalam-dalam, dia menatapku serupa. Ada ketakutan di sana, penyesalan juga, tapi penyesalan itulah yang membuatku makin muak. Penyesalan itulah yang menjelaskan dengan baik bahwa dia telah berbuat salah.
"Jangan memohon, kamu terlihat menyedihkan."FIN
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cermin #1
Storie breviBerisi kumpulan cerita mini yang ditulis oleh peserta Event Cermin PraKita. Setiap prompt yang diberikan setiap harinya akan dipilih tiga untuk dipublikasikan di Kumpulan Cermin #1 ini. Selamat membaca.