"I'm tired." - Draco L. Malfoy
Draco tampak bosan. Ia tidak berhenti menguap dan menatap sekeliling Manor. Teman-teman Slytherin memang berada disana. Menghabiskan waktu, bergunjing, minum, dan sibuk menggodanya sampai mampus.
Ia kesal. Sebenarnya Ia kesal sekali. Ledekan mereka tidak jauh dari kata Ia yang tidak mahir dalam perempuan, baik, itu memang iya. Tapi menyebalkan sekali apabila itu diulang terus menerus bukan? Pangeran Slytherin katanya, tapi Ia tidak tahu cara mencium perempuan. Ugh. Mengingatnya saja membuatnya kesal.
Draco memutuskan untuk mengambil beberapa potong ayam dan menjauhi kerumunan, Ia memilih balkon favoritnya dan melihat laut yang terlihat dari Manor. Mereka tidak akan peduli. Tentu saja. Siapa yang akan peduli terhadap perasaan seorang Malfoy?
Draco mengunyah dengan tenang. Ia berkonsentrasi untuk mendengarkan deburan ombak. Ia bahkan memantrai suasana supaya tidak ada yang mau mendekat ke arahnya. Ia benar-benar ingin sendirian, setidaknya saat ini. Perasaan Draco memang tidak pernah tenang, kepalanya kadang masih pening, badanya merasa lelah. Ia lelah. Benar-benar lelah.
Alasan utama kenapa dulu Draco memutuskan untuk mengencani Astoria adalah sederhana, Ia melakukan pendekatan terlebih dahulu. Ia peduli terhadap Draco. Ia memahami segala yang Draco suka. Ia bercerita meskipun Draco terkadang hanya menggumam tanda mendengarkan padahal tidak. Draco selalu berfikir Astoria akan terus begitu. Ia tidak pernah bisa memahami perasaan Astoria secara utuh. Dan ketika Ia pergi, Draco bukan kehilangan Astoria. Ia kehilangan orang yang peduli terhadap dirinya.
Narcissa mungkin salah satu kandidat yang paling layak untuk memedulikan Draco, tapi Ia bagaimanapun adalah istri Lucius Malfoy. Draco masih mengingat dengan jelas betapa tersiksanya, betapa kelamnya masa-masa remajanya dulu hingga sekarang Ia harus kenyang dengan ocehan Pangeran Slytherin yang tidak mahir dalam urusan perempuan. Ugh. Memangnya Ia punya waktu untuk memikirkan perempuan ketika Dark Lord menguasai Manor dan mengancam keberlangsungan hidup keluargamu?
Draco menghela nafasnya. Seharusnya Ia paham, Ia hanya tinggal ikhlas untuk melupakan semuanya dan menata hidupnya lebih baik yang mana saat ini sedang mati-matian Ia usahakan. Tapi apakah semudah itu? Draco benar-benar lelah. Ia butuh sekali orang untuk bersandar, yang peduli dengan perasaanya, yang peduli terhadap dirinya. Dan mencintainya.
*
Hermione berjalan dengan langkah lemas. Ia baru saja pulang dari makan malamnya dan memutuskan berjalan saja daripada ber apparate. Ia butuh waktu untuk berfikir dan tenang.Flashback On
Luna menyesap tehnya perlahan, "Hermione, kau benar-benar tidak tahu atau tidak mau tahu?"
Hermione mengangkat bahunya. Alasan Draco tidak mau menciumnya balik mungkin Ia hanya terkejut kan? Benar, Draco hanya terkejut.
"Aku tidak tau, kau tau tentang ini atau tidak Hermione. Malfoy memang lebih dark dari apa yang kita kira."
Hermione terdiam. Gerakanya membeku beberapa saat berusaha memahami.
"Menurutmu, apa yang dirasakan seseorang yang selalu mencari masalah dengan orang lain, mengganggu orang lain, dan tidak pernah tersenyum?"
"Hmm, dia butuh perhatian?"
"Tepat."
Hermione menghela nafasnya.
"Aku beberapa kali bertemu Malfoy. Dia memang tidak menyenangkan. Dia minim ekspresi dan selalu sibuk bekerja. Entah apa yang dicari. Hermione, aku rasa dia tidak pernah mendapatkan perhatian. Ia selalu mencarinya dulu, sekarang mungkin Malfoy sudah dewasa dan bisa menerjemahkan perilakunya adalah tindakan kekanak-kanakan. Entahlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Clarity
RomanceDraco kesulitan memahami perasaanya sendiri setelah Astoria memilih pergi. Sementara Hermione berusaha sekuat tenaga untuk melupakan kenanganya dan Ron Weasley. #5 in Dramione