4

4 0 0
                                    

Ceklek

Suara knop pintu terbuka. Menampakkan Arga dengan hoodie biru navynya.

Terkejut adalah ekspresi yang Arga tampilkan setelah melihat Embun -adik satu-satunya itu, basah kuyup.

"Ya Allah dek, Lo kenapa dah? Basah kuyup gini. Mana magrib-magrib baru pulang lagi." Omelnya pada Embun.

"Kehujanan." Jawab Embun singkat.

Sungguh, sekarang ia benar-benar tidak mood hanya untuk menjawab pertanyaan abangnya itu.

"Ya Allah dek, SPDJ banget lu ngomong. Singkat padat dan jelas." Seru Arga sambil menutup pintu.

Tak menghiraukan sang kakak, Embun segera berjalan menuju lantai atas, tempat dimana kamarnya berada.

Lelah, ia benar-benar lelah dengan apa yang terjadi padanya hari ini. Tak pernah sedikitpun terlintas dibenaknya ia akan mengalami kejadian seperti ini.

Dinginnya air saat dia mandi dan berwudhu tadi sepertinya belum mampu mendinginkan pikirannya. Semua pikiran buruk itu masih bertengger di kepalanya. Dan sekarang diperparah dengan suhu tubuhnya yang lebih tinggi dari biasanya, dan jangan lupakan pula hidung yang berair itu.
Sepertinya imunitas tubuhnya sedang kurang baik.

Dibaringkannya tubuhnya yang berbalut hoodie navy- hoodie couplenya dengan Arga.

Air mata kembali membasahi pipinya. Ujian apa yang sedang ia hadapi, sampai-sampai harus merasakan hal seperti ini.

Tok tok tok

Suara pintu kamar Embun yang diketuk dari luar.

"Dek, Abang masuk ya." Suara bang Arga.

Buru-buru ia menghapus jejak-jejak air mata di pipinya. Ia tidak mau sampai abangnya tahu tentang masalah ini.

"Dek, makan gih. Tadi bun-" Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, ia sudah dibuat salah fokus dengan mata adiknya yang memerah.

"Dek, Lo kenapa? Mata Lo kok merah gitu? Lo abis nangis?." Pertanyaan beruntun keluar dari mulut Arga.

"Hah, nangis? Nangis apaan deh, ngga kok gue nggak abis nangis." Dusta Embun.

"Bohong Lo, jelas-jelas mata Lo merah kek orang habis nangis gitu kok." Jawab Arga tak percaya.

"Ngga, bang. Ini tuh gue tadi ketiduran. Eh Lo ngetuk-ngetuk pintu, ya jadi gue kebangun lah." Dustanya lagi.

"Ya udah iya. Tapi muka Lo kok pucet sih?"

Disentuhnya kening sang adik, lalu beralih ke telapak tangannya.

"Ya Allah, kok badan Lo panas banget sih. Lo demam dek. Lagian Lo tadi ngapain sih pake ujan-ujanan segala. Mana gak pake jaket lagi." Arga mengomeli.

"Ngga papa bang, gue nggak papa kok lebay amat sih Lo." Ucap Embun mencoba terlihat baik-baik saja.

"Ngga papa gimana? Orang panas banget gini kok. Lagian Lo tadi ngapa pulang sendiri? Bukannya Lo abis ketemuan sama Bagas ya?."

Deg

Embun bingung. Jawaban apa yang harus ia berikan kepada kakaknya itu. Ia sungguh tidak ingin ada orang rumah yang tahu masalahnya hari ini.

"Emm, tadi Bagas ada urusan mendadak bang." Ucapnya kembali berbohong.

"Ya seharusnya dia anterin Lo pulang dulu lah. Masa ada cowok yang tega biarin pacarnya kehujanan gini." Seru Arga emosi.

"Ngga papa lah bang, ini bukan salah dia. Tadi waktu dia pergi gue sengaja mampir dulu ke toko buku. Eh pas pulang ujan dan gue nggak bawa payung. Ya jadi ujan-ujanan lah."

"Ya udah deh, sana gih makan. Tadi Bunda udah masakin. Bunda sama ayah hari ini nginep di rumah Tante, ada syukuran apa lah katanya." Tutur Arga memberi tahu.

"Iya Abang."

"Jangan iya-iya mulu Lo" Teriak Arga sambil menutup pintu kamar Embun.

Dalam hati Embun bersyukur, kakaknya itu tidak curiga dengan keadaannya.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Ngga bosen-bosen aku ucapin makasih buat yang udah mau mampir ke story aku. Semoga ngga bosen sama ceritanya ya. Yan mau ngasih Krisan boleh kok.

C U

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Hujan Oktober AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang