Seperti perkataan Leo semalam. Kini lelaki itu sudah berada di kediaman keluarga Cadenza. Duduk manis di depan televisi sembari menunggu Aura yang tengah bersiap-siap di kamarnya.
"Diminum den, Air hangatnya." Ujar Bi Cici sembari menaruh segelas air putih hangat tersebut di atas meja.
"Iya, Bi. Makasih."
Bi Cici tersenyum kemudian pamit ke belakang.
"Bibi tadi habis bikin pantun ya?" tanya Leo tiba-tiba membuat Bi Cici menghentikan langkahnya dan berbalik menatap anak muda itu dengan raut wajah bingung.
"Maksud Aden?"
"Soalnya belum apa-apa udah cakep aja." Lanjut Leo membuat Bi Cici mendengus. Namun, tidak bisa dipungkiri wajahnya kini sudah memerah padam, entah karena salah tingkah atau marah.
"Salting ya, bi? cieee, mukanya merah cieee ...." Bukannya berhenti, Leo malah semakin gencar menggoda Bi Cici membuat wanita paruh baya itu tambah kesal dan beranjak pergi dari sana.
"Eh mau kemana cantik!" teriak Leo dibalas acungan jari tengah oleh Bi Cici.
Leo tergelak, tak percaya apa yang baru saja dilihatnya.
Sementara Aura yang sedari tadi memperhatikan dari tangga terkekeh melihat ekspresi wajah Leo yang menurutnya sangat lucu.
Gadis itu pun kemudian menghampiri Leo, "makanya jangan banyak tingkah, bi Cici itu emak-emak bar-bar asal Kaka tau."
Leo menggaruk kepalanya tak gatal, "hehehe gimana ya, Nat. Lucu tau."
Aura memutar kedua bola matanya malas, "udah, ah. Ayo berangkat. Nanti telat lagi."
Leo melotot, "demi tuhan Adhinata, masih setengah enam bjir. Telat gimana maksud kamu? bahkan tidur pun masih bisa ini."
"Iya tau, tapi kita mau mampir sarapan dulu kan? sarapan versi Kaka sama gue beda, gue makan cuman lima sampai sepuluh menit, lah Kaka bisa sejam. Gue masih ingat ya terakhir kita makan waktu itu, gila, sampai lumutan gue nungguin lo kak."
Leo cengengesan, benar juga. Leo ini tipe orang yang kalau makan ya benar-benar di kunyah sampai halus banget.
"Ya kalau makan itu harus benar-benar di nikmati, Nat."
"Terserah, ayo buruan!"
Leo mengangguk, "bentar pamit dulu, bi Cici cantik kita pamit. Assalamualaikum!"
"Hati-hati. Waalaikumsalam."
"Pak Sutono, seperti biasa ya pak, bubur ayam dua komplit, minumnya teh tawar anget!" Ucap Leo kemudian menarik Aura mencari tempat duduk.
"Siapp!"
"Duduk sini aja?"
"Iya, lagian mau duduk di mana lagi emang kak, udah penuh semua."
Leo terkekeh, "ya siapa tau kamu mau duduk di aspal."
Aura memandang Leo tak percaya, "yang benar aja, lo aja sana sendiri."
"Bercanda, Nat. Hehehe."
Aura menghela napas lelah, Leo mode jail sangat menyebalkan, rasanya pengen Aura tinggal aja. Untung cinta.
"Orang tua kamu kemana? kok gak keliatan dari tadi."
"Udah berangkat tadi abis sholat subuh."
Leo mengangguk, "Nayaka?"
"Manusia satu itu kayanya gak perlu Kaka pertanyaan lagi deh, tau sendiri kan jam segini dia ngapain."
Leo tertawa, sudah bukan rahasia umum lagi kalau Nayaka itu susah sekali bangun pagi. Juga Nayaka itu langganan loncat pagar, apalagi kalau ketahuan sama Bu Ema guru BK mereka, tambah kesenangan anaknya. Dihukum bukannya kapok malah ketagihan, katanya gapapa jadi tukang bersih-bersih WC asalkan gak masuk kelas.
Tapi bandel-bandel begitu Nayaka sangat pandai di bidang non akademik.
"Bentar lagi muka dia muncul di base sekolah."
"Meriang dia kalau sehari aja gak berulah." Ucap Aura tak habis pikir dengan kelakuan sang adik.
Tak lama kemudian, pesanan mereka pun datang. Aura dan Leo sama-sama menyantap sarapan mereka dengan tenang. Hingga pada menit ke empat puluh lima mereka pun selesai, lebih tepatnya Leo, Aura mah udah selesai dari tadi.
Setelah membayar, mereka berdua pun berangkat ke sekolah.
Brak
"Makasih, sering-sering ya kak traktir gue, hehehe."
"Sama-sama. Yeu, enak di kamu--"
"Aura!" teriak Queen sembari berlari menghampiri mereka.
"Jangan lari! jatuh nanti."
"Hehehe, pagi Ra. Tumben lo datang jam segini? biasanya pagi-pagi buta udah nongkrong aja di ruang OSIS."
"Mampir sarapan dulu tadi sama kak Angkasa."
Queen mengangguk, namun sedetik kemudian langsung membulatkan matanya terkejut, "kak Leo? yang benar aja?!"
"Benar kok." Sahut Leo membuat Queen refleks balik badan.
"Loh kak?!"
"Makanya jangan asal nyelonong aja, ga sadar apa lo sendiri yang geser gue ke belakang lo."
Queen menggaruk tengkuknya tak gatal, " Yaaa sorry, kak. Gue gak sadar sumpah, hehehe."
"Terserah. Kaka duluan ya, Nat. Belajar yang rajin." Ucap Leo kemudian maju mengusap rambut Aura membuat Queen yang menyaksikan hal tersebut mematung dengan mulut terbuka.
"Kaka juga." Balas Aura sembari menahan salting.
Selepas kepergian Leo, Aura langsung memegang dadanya, tak bisa di pungkiri perlakuan Leo tadi sangat tidak baik untung jantung Aura.
"Cieee, yang habis disemangati ayang .... Cieee Aura cieee ..." Goda Queen membuat wajah Aura semakin memerah.
"Udah, ah."
Queen tertawa kemudian menyerahkan paper bag berwarna biru muda ke Aura, "dari Bunda."
"Wah, bekal lagi ya? bilangin ke bunda, makasih banyak."
Queen membuat gestur hormat.
"Oh iya, Ra. Persiapannya udah jalan 50%, nanti pas balik lo cek ulang ya, siapa tau ada yang perlu di ubah atau ditambahin. Dan untuk laporannya--"
Kring!!!!!
"Kita obrolin pas jam istirahat." Ucap Aura lalu keduanya berjalan cepat ke kelas."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
(1) Dear Angkasa
أدب الهواةDear Series #1 "Di kehidupan selanjutnya, aku berharap bertemu dan jatuh cinta pada Angkasa Nova Andromeda, bukan Leonardo Angkasa, lagi."