Aura membuka matanya perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk, setelah sepenuhnya sadar, gadis itu mengedarkan pandangannya menyelusuri ruangan yang kini sudah tidak asing lagi di penglihatannya.
"Sssh, diantara banyaknya tempat, kenapa harus tempat ini lagi." Gumam gadis tersebut sembari berusaha mendudukkan diri.
Setelah berhasil, Aura meletakkan bantal di belakangnya kemudian menyandarkan tubuhnya disana. Tidak ada yang Aura lakukan lagi setelah itu, hanya diam menatap kosong ke depan dengan pikiran yang dipenuhi oleh kejadian yang menimpanya beberapa saat lalu.
"Segitu gak pentingnya gue bagi lo, kak? sampai dalam keadaan gue hampir mati pun lo gada niatan sama sekali buat nolongin gue."
Aura menitikkan air matanya, dan lagi-lagi itu karena Leo. Sebelum kehilangan kesadaran, Aura sempat mendengar teriakan orang-orang disekitarnya termasuk Kenzie dan Queen yang sudah berteriak histeris meminta bantuan.
Lain halnya dengan Leo yang hanya diam mematung. Beberapa kali tatapan mereka bertemu tapi lelaki itu hanya diam saja membuat Aura kecewa, hingga samar-samar Aura melihat seseorang melompat ke dalam kolam renang dan berenang menghampirinya. Aura tidak dapat melihat jelas wajah lelaki tersebut tapi yang pasti, Aura masih bisa mendengar jelas ucapan lelaki itu kala tubuhnya sudah berada dalam pelukan lelaki tersebut.
Avocado, bertahanlah.
Aura bingung, siapa Avocado? dan siapa lelaki ini? apakah mereka saling mengenal?
Aura meringis, merasakan kepalanya kembali berdenyut sakit, sepertinya untuk sekarang dia tidak boleh banyak pikiran dulu. Aura pun kembali berbaring dan berniat tidur kembali namun baru akan memejamkan mata pintu sudah dibuka kembali oleh Queen dan Kenzie.
"Ra, ya ampun lo udah sadar?! bentar gue panggil dokter dulu--"
"Gak usah, gue baik-bakk aja." Sela Aura cepat.
"Serius?" tanya Kenzie tak yakin.
"Serius." Jawab Aura lalu kedua sahabatnya itupun menghampirinya.
"Kalian tau orang yang nolongin gue tadi?"
”Kita gak kenal, Ra. Soalnya dia pakai topi sama masker. Tapi yang pasti dia punya postur tubuh yang tinggi dan gagah. Kulit tan serta tatapan mata tajam yang mengintimidasi. Dia juga sepertinya bukan anak sekolah kita deh."
Queen mengangguk setuju, "benar, dan yang paling bikin gue bingung, kalian saling kenal kah? sampai tadi dia panik banget waktu lo pingsan bahkan saking paniknya dia bawa mobil tuh kaya orang kesurupan anjir."
"Jangan lupa waktu kita baru sampai di rumah sakit, Queen. Semua staf, perawat bahkan dokter disini membungkuk hormat dan manggil dia 'tuan muda'. Terus pas lo udah di bawah masuk, dia nelpon seseorang dan gak lama setelah itu dokter David datang anjir, tau kan siapa dokter David? itu loh salah satu dokter muda hebat yang di hormati di negara ini. Mereka ngobrol sebentar setelah itu dokter David masuk cek kondisi lo." Tambah Kenzie.
"Terus sekarang dia dimana?" tanya Aura.
Mereka berdua menggeleng, "gak tau, Ra. Setelah mereka ngobrol tuh cowo pamit pergi sebentar tapi gak balik-balik sampai sekarang."
Aura mengerucutkan bibirnya, "yah, padahal gue belum bilang makasih."
"Nanti kita bantuin cari. Sekarang lo istirahat dulu, dokter bilang lo juga kecapean, tapi besok pagi udah boleh pulang kok."
"Huhh .... iya deh."
Sementara itu di tempat lain, tepatnya pada arena balap liar yang dipenuhi oleh banyak anak geng motor, berkumpul lima orang pemuda yang tengah asik menonton balapan, salah satu dari mereka sempat ikut turun juga tadi, namun sayang, dipertengahan jalan motornya tiba-tiba saja bermasalah dan berakhir didiskualifikasi.
"Kondisi dia gimana sekarang?"
Yang ditanya menoleh sebentar lalu kembali fokus menonton sembari menghisap rokoknya.
"Untuk saat ini aman." Jawabnya mengundang tanda tanya besar.
"Apa maksud lo untuk saat ini?"
Lelaki itu menghembuskan asap rokoknya kemudian membuang rokok tersebut ke atas tanah.
"Sebelum balik, gue minta dokter keluarga gue buat periksa dia. Dan hasilnya, positif. Dia positif mengidap kanker otak stadium awal." Jawabnya membuat keempat sahabatnya mematung.
"Gak salah periksa kan?"
"Sayangnya engga."
Salah satu dari mereka berempat pun maju menepuk pundak lelaki tersebut, "masih stadium awal, berarti masih ada kesempatan untuk sembuh. Jaga dia, kalau perlu perjuangin dia secara terang-terangan. Gak capek apa, jaga dia dari jauh mulu."
Lelaki itu membuang napas kasar, "untuk saat ini biar kaya gini dulu."
Mereka semua mengangguk paham, "apapun keputusan lo, selama itu baik buat kalian, kita dukung. Kita juga bakal ikut jagain dia."
Lelaki itu tersenyum sembari menatap sahabatnya satu persatu, "thank you, guys."
Mereka semua terkekeh, "apapun untuk lord."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
(1) Dear Angkasa
FanfictionDear Series #1 "Di kehidupan selanjutnya, aku berharap bertemu dan jatuh cinta pada Angkasa Nova Andromeda, bukan Leonardo Angkasa, lagi."