41. Masih marah

304 18 92
                                    

"Ardi..."

Ardi menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Alana yang memanggilnya.

"Apa?"

Alana melangkah mendekati Ardi dengan perasaan canggung, "aku ingin berbicara penting denganmu."

Ardi mengangguk, "boleh..."

"Disana ya?"

Ardi mengangguk lagi dan mengikuti langkah Alana.

"Jadi apa yang ingin kau katakan?"

"Aku ingin membatalkan kerja denganmu..."

Ardi mengernyit bingung, "kenapa? Bukankah selama ini kau ingin--"

"Ardi aku berpikir lagi, soalnya kau tau kan? Hubunganku dengan Satya serius... Dan juga aku harus tinggal dirumah bunda, jadi percuma saja kalau bekerja denganmu hanya sebentar, soalnya kan nanti aku akan menikah dengan Satya." jelas Alana jujur.

Ardi terdiam sejenak, memandangi Alana dalam, "kau takut Satya cemburu? Curiga? Dan takut jauh darinya kan?" tanya Ardi.

Alana mengangguk, "iya... Sejak kejadian kemarin, dan melihat sikap Satya yang sedikit berubah mungkin karena itu."

"Kau mencintainya?"

Alana mengangguk. "Sangat..."

Ardi terdiam kembali, kenapa jawaban Alana dengan buku diary itu berbeda, apakah Ardi tidak membaca sepenuhnya atau bagaimana? Tapi mendengar langsung jawaban Alana terlihat sangat tulus.

"Kau sungguh sungguh?" tanya Ardi lagi, memastikan.

Alana mengernyit heran. "Iya... Aku mencintai Satya, Memangnya kenapa?"

"Tidak, hanya saja...."

"Ya mungkin aku memang terlihat biasa saja, seperti tidak mencintai? Tapi kan sikap tidak menentukan, tapi sayangnya aku malah jatuh cinta pada penculik seperti Satya." ujar Alana sambil menatap Satya dari kejauhan, tidak lupa, senyum yang Alana pancarkan terlihat sangat tulus dan bangga memiliki Satya.

"Satya sedang marah padamu, lebih baik kau... Bujuk dia." saran Ardi cepat, mungkin karena ucapannya, Satya jadi marah pada Alana.

Alana lagi lagi mengernyit bingung, "kau tau?"

"Iya... Aku tau, kemarin kan--ah sudahlah mending sekarang kau bujuk kekasihmu agar tidak marah padamu lama lama..."

"Baiklah... Tapi acara pembatal kerja itu bagaimana Di?" tanya Alana memastikan.

"Itu terserah kau, jika kau ingin membatalkannya tidak apa apa, tapi jika kau ingin tetap bekerja, kau masih bisa, langsung saja bilang padaku ya?"

Alana mengangguk senang, "terimakasih, baiklah aku akan menyusul Satya dulu."
.
.
.
.
.

Alana mendudukkan dirinya di samping Satya yang tengah sibuk memainkan kayu, entah untuk apa tetapi mata nya terus menatap kayu seolah tidak ada yang menarik lagi dipandangannya.

"Kau sedang apa?" tanya Alana berniat basa basi.

Satya melirik Alana sekilas lalu mengalihkan pandangannya lagi pada kayu yang dia pegang, "kau tidak lihat?" jawab Satya dingin.

"Aku lihat... Hanya saja kenapa kau terus bermain kayu? Apakah tidak ada objek lain yang kau mainkan?"

"Dari pada aku memainkanmu..."

Alana meremas tangannya sendiri kesal, "yasudah permainkan saja diriku...." ujar Alana se-santai mungkin dengan senyuman yang mengembang dibuat sebahagia mungkin.

SANA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang