Lima

30 2 0
                                        


High School Arwana menjadi tujuan Queena saat ini. Ia menginjakkan kakinya di pintu lift menuju rooftop. Suasana nya masih sama seperti terakhir kalinya ia mampir ke sekolah ini dua hari yang lalu.

Queena menyalakan pematik untuk membakar nikotin disela jemarinya. Persetan dengan kamera CCTV yang menjadi fasilitas sekolah ini di setiap ruangan, ia tak peduli. Pintu lift terbuka, angin langsung menerbangkan rambutnya yang biasa ia gerai.

"Kamu datang?" Queena menolehkan kepalanya kesamping dan mendapati seorang cowok tersenyum ke arah nya.

"Gak ada alasan untuk bolos." jawabnya santai. Ia bersandar di pagar pembatas.

Cowok itu tersenyum kecil, mengusak rambut Queena yang tertiup angin lalu mencium pelipisnya. "Jalan yuk, nanti sore."

"Kemana? Aku gak mau ketempat ramai."

Cowok itu terkekeh, lalu mencubit hidung mancung nya, "Kemanapun kamu mau."

"Huaze Lei!" Queena menepis tangan kekasihnya kesal. Ia emang paling anti dijepit hidung nya. Katanya takut pesek.

Huaze Lei tertawa senang, ia senang menggoda gadis didepannya. "Jadi kemana?" tanya Huaze Lei sambil merangkul bahu gadis nya. Mereka memandang hamparan kota di siang hari yang sedikit panas, namun tidak menyengat.

"Beach."

"Okay. Jam 5 sore aku jemput sayang."

Drrrtttttttt!

Suara ponsel menghentikan percakapan mereka.

"Hallo Kian."

"Nana? Kamu kemana hm?" suara Kian terdengar khawatir. Ia pasti menunggu Queena di kelasnya.

"I am sorry Kian. I am here, its High School Arwana." jawabnya sekenanya.

"Siapa?" tanya Huaze Lei penasaran. Queena hanya mengedikkan bahunya tak berniat menjawab pertanyaan itu.

Terdengar helaan napas dari Kian. Ia khawatir parah, hingga rasanya nadi di tubuh nya berhenti berdetak saat Queena tak mengabari kepergiannya. "It's okay. Kapan kembalii hmm??" tanya nya sabar.

"Dalam satu jam. Jangan khawatir." hela nya.

"Aku jemput ya." tawar Kian.

"Jangan. Kamu belajar aja dengan baik ya, Aku gak mau ya calon suamiku bodoh. Kan gak lucu." gurau nya terkekeh, berbeda dengan ekspresi Huaze Lei yang berubah.

"Haha... Oke sayang. I love you." Pamit Kian sebelum menutup telepon nya. Suara Kian terdengar seperti alarm kematian di telinga Lei.

Prak!!

Dalam satu detik ponsel yang tadi digenggaman Queena kini hancur dilantai, akibat tangan kekasihnya. "Jelasin sama aku, dia siapa Queen?" Mata Huaze Lei merah, entahlah cemburu mungkin.

Queena menghela napas jengah, ia paling malas menghadapi cowok yang emosi modelan kayak gini. "Itu Kian. Jangan berlebihan," balasnya datar.

"Kian? Sahabat kamu?"

"Emang siapa lagi?"

Cowok itu menelan ludah nya, "Queen please. Aku pacar kamu, hargai aku. Aku tau Kian sahabat kamu. Tapi kamu ga pantas bilang dia calon suami kamu disaat kamu pacar aku."

Mata Queena langsung memicing tak suka, ia paling tak suka jika ada yang membandingkan Kian, karena bagaimana pun Kian tetap yang terbaik. "Inget ya, lo pacar gue sedangkan Kian sahabat gue dari kecil. Lo gak berhak ngatur hidup gue, apalagi ngebandingin lo sama Kian. Damn it!" jawabnya berapi-api.

Bad Liar!! [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang