Part 23

1.6K 220 4
                                    

Si rambut merah mendorongnya mundur ketika dua orang pria menaiki tangga dan menemukannya, berseru untuk memanggil kawanannya. Taeyong nyaris tak sempat menghindari peluru dan segera melompat ke arah mereka, menghujam dua pisau di dada, masing-masing menancap di jantung. Tubuh mereka jatuh menggelinding di anak tangga dan Taeyong mengisyaratkan ibunya untuk turun sebelum mereka tersudutkan.

Tubuhnya terasa nyeri, rasa sakit di lengannya bertambah parah karena digerakkan terlalu gegabah. Taeyong menarik ibunya seraya mereka mencari pintu keluar, lalu bertemu dengan tiga anggota Dragonaire lagi.

"Astaga, apa kalian tidak bosan? Aku bunuh satu, kau bunuh dua. Kalian sangat serakah." Taeyong menyeringai, perlahan mendekati mereka dengan tangan terangkat seolah menyerah. "Lihat? Aku tidak punya pistol."

Sebuah pukulan mengenai sisi wajahnya tiba-tiba, membuatnya terhuyung. Taeyong cepat-cepat bangkit dan menendang balik, membuat pistol mereka terjatuh sebelum memotong tangan pria itu dengan sebilah pisau yang ada di balik kemejanya. Tangan yang masih memegang senjata itu berguling di lantai saat Taeyong menendang rahangnya, dengan lincah berputar dan mencari dua orang lagi kemudian melempar pisaunya ke kepala salah satu lelaki itu, suara retaknya tengkorak terdengar keras dan adrenalinnya semakin terpacu. Ia berjalan ke arah satu pria yang tersisa, menangkis pukulan dengan kedua lengannya, berteriak kesakitan dan juga marah sebelum menarik sebuah pisau lagi dan memotong pembuluh darah di lehernya. Taeyong menjalankan pisaunya turun, menyayat daging dan tulang di dadanya sebelum menariknya dan menyembunyikannya lagi di tempat semula, napasnya terengah-engah.

Taeyong melihat ibunya yang sedang menutup mulut ketakutan. Ia mengambil pistol dan acuh terhadap reaksi ibunya ketika ia menggenggam pergelangan tangannya dengan tangan yang dipenuhi darah lalu menariknya. Mereka berbelok kanan dan berhenti di sebuah ruangan, mengintip dari celah pintu yang terbuka, senang ketika mendapati di dalamnya ada Kim Taejun dan seorang anggotanya.

Ia melihat ibunya. "Aku mau kau pergi dan mengecek isi lemari yang baru kita lewati. Aku yakin di dalamnya ada bom. Ambil sebanyak yang kau bisa dan kembali ke sini. Cepat." Ia memandangnya pergi sebelum memantau lagi. Dua pria itu masih tidak menyadari keberadaannya dan pasti mereka sangat tenggelam dalam percakapan yang kelihatannya sangat serius.

"Idiot itu mungkin sedang berlatih; apa kau lihat betapa payahnya mereka membidik? Shin sedang bersenang-senang dengan si rambut merah di atas. Chris masih belum puas dengan perempuan itu. Pahanya sungguh nikmat, katanya."

Ibunya kembali dengan dekapan penuh V40, dan Taeyong dengan cepat menjejali dua buah di kantongnya, memberi ibunya tiga. "Mereka sangat ceroboh, ya." Ia melihat penampilan ibunya, Taeyong melepas jasnya dan menyampirkannya di tubuh sang ibu, menarik bagian depannya untuk menutupi bajunya yang sobek. "Pergilah."

"Tapi Tae—"

"Lari. Lari dan jangan pernah temui aku lagi."

Ia masih mematung, matanya berkaca-kaca. Taeyong mengumpat dalam hati dan menangkup wajahnya sebelum mencium kening ibunya. "Aku yang akan mencarimu. Kau tahu cara menggunakan V40 ini, 'kan? Pergilah."

Taeyong menyuruhnya menemukan jalan keluar yang aman, mengingatkannya untuk membawa pistol yang ia ambil dari pria di atas dan memandangnya berjalan menjauh.

"Tok tok." Taeyong mengumumkan kehadirannya dengan santai, alisnya terangkat takjub seiring pistol diarahkan membidiknya. Taejun terlihat marah, mengokang pistolnya.

"Kau tidak bisa mati, ya."

Si pelempar pisau mengangkat bahunya, memutar-mutar pisau dengan sisi yang tajam mengarah ke telapaknya. "Aku mau kau yang menyiksaku, bukan budakmu yang tolol. Mudah sekali mengoyak mulutnya." Mata birunya melirik pria di sebelah Taejun. "Pelacur itu kabur. Mungkin kau sebaiknya menangkapnya sebelum ia mencari bantuan."

[1] What Lies Ahead: Outset (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang