~∆~
Sebelumnya, ah tidak, setelah aku dikucilkan oleh anak-anak di kompleks, aku mulai menyingkap apa arti dari sebutan bencong. Aku seorang laki-laki, dan bukan bencong. Aku tidak ingin lagi hanyut dalam keputusasaan, maka aku sadari saatnya mengubah takdirku.
Kini, aku sudah berusia empat belas tahun, aku bersekolah di SMP favorit di kota Seoul, Kyunggi High School, ibuku susah payah telah memasukkan diriku, kakak keduaku, dan adik ke sekolah ini.
Ibuku adalah sosok pahlawan uangku. Berbanding terbalik dengan ayah yang pengangguran. Aku merasa aku harus berbakti pada ibuku. Maka dari itu, aku membantunya dengan membeli banyak mie ramyeonku ketika belanja bulanan.
"Hei, Rachel, apakah kau sudah siap?" tanya ibu, keras, dari arah luar kamar.
Aku tidak menjawab, sibuk merapikan kamarku dengan poster-poster dan buku komik pilihan. Aku telah menjadi wibu aneh, namun setidaknya aku tak pernah dianggap sebagai bencong lagi.
Selesai sarapan, saatnya bersekolah.
Aku memisahkan diri dari In-Ho dan Nam-Ri, adik kecilku. Mereka tampan dan cantik, berbeda seperti diriku yang putih layaknya susu, berjerawat, dan gendut. Aku adalah contoh nyata dari salju yang diinjak-injak oleh orang lain.
Kutancapkan headset di tempatnya, lagu "Yume Sekai" mengisi telingaku. Sombong rasanya lari dengan lemak berjoget dan senyuman tidak simetris. Orang-orang mulai tertawa, tapi tidak kuhiraukan. Lirik-lirik lagu kusanyikan, berteriak dan mengagetkan beberapa orang tua di tengah jalan. "Minta maaf, ya!" ucapku, lalu kembali menghadap ke depan dan berlari dengan gembira.
Saat melangkah pertama kali ke dalam kelas, riuhnya gelombang keributan menyambutku. Teman-teman sekelas mungkin pintar, tapi bodoh karena tidak bisa menahan mulut. Kuhiraukan mereka, duduk di bangku kesayangan sambil menggoyang-goyangkan kepala.
Tiba-tiba headsetku terlepas. Kutatap orang yang melepasnya, Hyung Jennie. Gadis itu begitu memesona dengan mata tajam. Namun, nyatakanlah, Jennie dan kawan-kawannya dulu adalah orang-orang yang menghinaku.
"Ada apa?" tanyaku, lembut.
"Hei, pangsit goreng, mengapa kamu malah menggoyangkan kepalamu, ya?" ejek Jennie. "Kamu mau caper di sini?"
"Dia pasti ingin caper dengan wajah jeleknya, deh," hina Soo-Jun, sahabat Jennie yang laki-laki. "Lihatlah itu, pipi putihnya berjerawat, ya, tampak jelek bersama alis putih yang tak kelihatan."
Jennie dan kawan-kawannya tertawa dengan bebas. Aku terdiam, menatap mereka dengan mata berkedut, begitu ingin membalas. Namun, mereka jauh lebih kuat dariku. Aku tidak sanggup untuk melawan, aku hanya bisa pasrah saat harga diriku diinjak-injak mereka.
"Aku mohon, jangan hina aku."
"Apa? Bagaimana kau berani meminta hal itu?" tanya Nana, perempuan cantik yaitu teman Jennie. "Hei, Shin-Hye, apa kamu sanggup berkencan dengannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
True Beauty Man
Fanfiction"Lebih baik kamu mati saja, dasar jelek!" Dengan kejam, kata-kata pahit itu terlepas dari bibirnya, menggugah niatku untuk melepaskan diri dari belenggu jiwa. Aku lelah, sungguh lelah terhadap diriku yang dipenuhi oleh kesedihan ini. Terhempas sudah...