Opa dan Aki--ayah Papi dan Mami--adalah saudara jauh yang juga sahabat semasa kecil. Menurut orang tua mereka, Opa dan Aki sama-sama mempunyai garis keturuan salah satu Raja Sunda Galuh yaitu Prabu Hajiguna Wisesa.
Setelah pertemuan kembali mereka di acara halal bihalal keturuan Prabu Hajiguna Wisesa (Aki tidak mempunyai nama belakang Wisesa karena ibunya yang merupakan keturunan langsung P.H. Wisesa), Opa dan Aki sepakat untuk menjodohkan putra-putri mereka dan mewujudkan keinginan Aki mempunyai keturunan bernama belakang Wisesa sesuai nama leluhurnya.
Mungkin jika sore itu Oma tidak memaksa Papi menjemput Mami di kampusnya, Mami juga tidak akan setuju dijodohkan dengan Papi, pria asing yang sama sekali tidak dikenalnya, apalagi bersedia dinikahi oleh pria yang dalam hatinya telah terisi wanita lain dan kemudian bersedia membesarkan anak yang bukan darah dagingnya, serta bertahun-tahun menjadi orang ketiga diantara pria itu dan wanita yang dicintainya.
Sore itu, keadaan yang memalukan membuat Mami dengan mudahnya jatuh cinta pada Papi.
***
Baru sepuluh menit mobil Papi meninggalkan parkiran kampus Mami, suara isakan Mami terisak mengejutkan Papi. "Kenapa?"
"Maaf... saya... mengotori mobil kamu."
Papi bergegas menghentikan laju mobilnya, "maksudnya?"
Mami ragu dan malu sekali menjawabnya tapi Mami merasa tidak punya pilihan lain saat itu, "hmm... saya..." Papi melepas sabuk pengaman yang melingkari tubuhnya untuk menghadap Mami. "Maaf, tapi saya..." tentu sangat memalukan mengatakan hal seperti ini pada pria asing yang baru pertama kali ditemuinya, tapi Mami tidak punya pilihan lain selain jujur. Mami memejamkan matanya erat sebelum memberanikan diri mengatakan, "saya sedang datang bulan dan saya... tembus." Mami menunjukan tangan kanan yang sejak tadi ia duduki dengan gemetaran pada Papi. "Tembusnya ternyata banyak... maaf." Di luar dugaan Mami, Papi malah tersenyum menanggapi pengakuan memalukannya.
"Ya sudah, tidak apa-apa." Papi mengeluarkan botol tisu basah dari dalam dashboard, mengambil beberapa lembar isinya, lalu dengan telatem membersihkan tangan Mami tanpa sedikitpin terlihat jijik . Sementara Mami hanya bisa membeku melihatnya. "nggak usah nangis ya. Nggak apa-apa tuh bisa dibersihkan." Papi menunjuk ke arah depan, "kebetulan di sana ada warung. Tunggu sebentar di sini ya, saya belikan pembalut dulu buat kamu. Beberapa meter dari sini saya yakin pernah melihat toilet umum, nanti kamu bisa turun dulu buat ganti di sana. Biar di perjalanan sampai rumah nanti kamu bisa nyaman." Papi menutup pembicaraan dengan tersenyum sangat manis membuat keadaan seolah berhenti untuk Mami.
***
Mami dan Papi sama-sama anak semata wayang. Mereka sama-sama punya pemikiran, orang tua mereka hanya punya mereka saja, maka jika bukan mereka yang menurut dan jadi anak berbakti untuk kedua orang tuanya, lalu siapa lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, Dia, dan Mereka
General FictionBerkisah tentang beragam kisah cinta dan bagaimana mereka mencinta.