🍑

2.5K 317 6
                                    

"Sensei."

Chuuya mengerjap pelan. Seingat pria itu, ia tidur seorang diri. Ia bahkan juga tinggal seorang diri. Siapa gerangan yang memanggil-manggil dengan sebutan sensei?

"Nakahara-sensei."

Lagi.

Siapa yang berani-beraninya memanggil sebelum alarm jam berbunyi? Chuuya menyibak selimut dan memaksa dirinya sendiri untuk bangun. Ia duduk di atas ranjang, mengedarkan pandang ke seluruh kamar.

Ini masih kamarnya, masih apartemennya. Bukan hotel, motel, atau rumah orang lain. Pria itu mendengus pelan dan merebahkan badannya kembali. Ia berbaring menghadap ke samping, merasakan hembus napas seseorang di sana.

"Semalam sangat menyenangkan, Nakahara-sensei," ucap sosok yang berbaring di sana.

Perlahan Chuuya membuka mata lagi, menemukan lelaki yang sangat tidak ia harapkan.

Dazai Osamu.

"Apakah aku boleh bercinta denganmu pagi ini, sensei?"

Refleks, Chuuya langsung meninju wajah lelaki itu. Namun alih-alih membuat siswanya terluka, kepalan tangannya malah menubruk nakas dan menjatuhkan jam digital yang seharusnya berbunyi beberapa menit lagi.

Kepalanya begitu pusing karena dipaksa bangun dan tangannya begitu sakit karena menghantam furnitur kayu. Jam alarmnya juga rusak karena pecah. Itu artinya ia juga harus membersihkan kekacauan sebelum berangkat kerja.

"Mimpi yang sangat buruk," sungut Chuuya sembari beranjak dari kasur. Ia berjingkat-jingkat untuk menghidari pecahan kaca dan pergi mengambil sapu.

Kekacauan pagi itu sudah dibereskan dalam waktu singkat. Chuuya juga sudah mandi dan membalut tangannya dengan perban. Perihnya masih menyala-nyala. Itu mungkin karena ia sangat bernafsu untuk menunju seorang Dazai Osamu.

Bila Chuuya bukan seorang guru, maka ia akan langsung melakukannya di ruang konseling tempo hari.

Sinoper itu melangkah dengan santai memasuki gerbang sekolah. Ia bergegas ke ruang guru untuk mengisi absen, lalu berjaga di depan gerbang untuk menunggu jam penutupan gerbang. Sebagai seorang guru konseling, ia perlu memastikan tidak ada murid yang terlambat.

Atau mungkin memastikan hukuman yang tepat untuk membuat anak-anak kesiangan itu jera.

Bel masuk berbunyi setelah beberapa menit dan para siswa mulai berlarian untuk mengejar waktu. Nakahara Chuuya hanya menatap mereka semua sambil sedikit demi sedikit menutup gerbang.

Murid terakhir sudah masuk dan berlari ke dalam gedung. Chuuya hendak menyudahi tugas sebagai penjaga gerbang dan kembali ke ruang guru kalau saja seseorang tidak memanggilnya.

"Selamat pagi, Nakahara-sensei."

Suara seseorang yang muncul di dalam mimpu buruknya pagi ini, Dazai Osamu.

"Kau terlambat," decih Chuuya sambil menoleh dan berkacak pinggang. Ia memasang ekspresi segarang mungkin untuk membuat Dazai merasa takut.

"Tapi aku tidak membolos."

Sang guru mendengus pelan. Manik birunya menatap tajam Dazai sembari berkata, "Kalau terlambat, apa gunanya?"

"Tapi sensei bisa memberi hukuman dan mengizinkan masuk pada mata pelajaran kedua," usul Dazai sembari memandangi Chuuya dari balik gerbang sekolah.

Pria sinoper itu terkekeh. Ia berjalan menghampiri Dazai dan berhenti di depan wajahnya. "Oh, bukan ide yang buruk. Kau ingin hukuman seperti apa?"

Senyum ramah seperti tempo hari menghiasi bibirnya, membuat Chuuya mengerutkan dahi.

"Apapun hukuman yang sensei berikan, akan kujalankan dengan sepenuh hati."

Sinoper itu menyeringai. Ia menekan ruas jari-jari hingga menimbulkan bunyi. "Kalau begitu, akan kubuat kau merasakan hukuman terburukku."

.

.

.

To be continued

Doakan aku semoga cerita ini tidak panjang-panjang. Karena aku ngetiknya spontan ;;_;;

[√] wish of you | soukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang