Chuuya yakin ia telah menjatuhkan hukuman terburuk dalam sejarah sekolah itu pada Dazai Osamu: membersihkan gudang olahraga lama.
Tempat itu tidak terlalu besar. Namun penuh sesak oleh barang. Ada hal-hal yang tersembunyi di dalamnya seperti kaus kaki dan seragam sekolah bekas yang terselip di kolong lemari. Aromanya pasti sangat semerbak. Karena itulah, membersihkan gudang olahraga lama adalah pekerjaan yang tidak pernah dilakukan.
Selain alasan hal-hal tersembunyi, banyak rumor menyeramkan yang membuat para siswa menjauh dari tempat keramat itu-- contohnya gosip bahwa seseorang pernah bunuh diri di dalam sana dan hantunya masih bergentayangan. Chuuya sering menjadikan hukuman ini sebagai ancaman bila para murid tak jera membangkang.
Tapi Dazai Osamu, dia melakukannya tanpa penolakan. Sepulang jam terakhir, lelaki itu mengambil beberapa alat kebersihan dan pergi ke gedung belakang.
Selepas menyelesaikan rekapitulasi formulir rencana masa depan, Chuuya memutuskan untuk menengok. Sebagai pemberi hukuman, ia perlu memastikan Dazai telah mengerjakannya dengan baik.
Pria sinoper itu berjalan menyusuri koridor. Matahari sudah hampir tenggelam ketika ia sampai dan menemukan Dazai tengah duduk di atas matras. Semua barang sudah tertata rapi dan tidak ada aroma menyengat yang tercium.
Anak itu sedang membaca buku. Ini adalah pemandangan langka karena selama ini Dazai bahkan jarang terlihat di sekolah. Apa dia sedang belajar? Demi mendapat peringkat satu itu?
"Kau belum pulang, Dazai-kun?" sapa Chuuya sambil bersandar pada kusen pintu. Ia melayangkan tatapan-- sok-- sinis pada murid brunette itu sembari melipat tangan.
"Aku tidak menyangka Nakahara-sensei akan menjengukku," sahut Dazai tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya. Ia tampak sedang serius.
Chuuya mengabaikan sahutan itu dan berjalan ke arah rak bola. Telunjuknya mengusap pinggiran besi untuk mengecek apakah masih ada debu yang menempel di sana.
Tapi tidak ada sama sekali. Bahkan bola-bola di dalam gudang tampak mengkilap. Dazai sepertinya sangat menyukai hukuman Chuuya.
"Dazai-kun," panggil sang guru jengah.
Yang disebut akhirnya mendongak, menaruh buku ke atas paha, dan menyahut dengan bergumam. Ia memasang ekspresi hangat, walaupun tatapan manik biru Chuuya sudah dibuat semengintimidasi mungkin.
"Kalau kau mau belajar, jangan melakukannya di tempat redup. Matamu akan sakit," omel sang guru sambil menunjuk lampu gudang yang redup, terkadang nyala dan mati.
"Ayo pulang," seru Chuuya seraya berjalan keluar dari gudang. Sepasang manik coklat memperhatikan punggung pria itu yang bergerak semakin jauh.
Merasa Dazai tak kunjung beranjak, Chuuya berbalik dan memasang raut jengkel. "Cepat bangun! Akan kuantar kau pulang."
"Kenapa?"
Sinoper itu menaikkan sebelah alis sambil menyahut, "Huh?"
"Kenapa sensei ingin mengantarku?"
Chuuya memicingkan mata. Mengantarkan Dazai Osamu pulang bukan sebuah kesalahan sebagai seorang guru, kan? Anggap saja sebuah penghargaan karena anak itu berhasil menyelesaikan hukuman yang berat.
"Kalau kau tidak mau, ya sudah." Namun mulut Chuuya berkata lain. Ia berbalik lagi dan berjalan pergi.
"T-tunggu! Nakahara-sensei!" seru Dazai gelagapan. Ia segera membereskan tas sekolah dan mengunci pintu gudang. Tak lupa lelaki brunette itu memasukkan kuncinya ke dalam kantung depan tas. Dalam sekejap ia sudah menahan langkah Chuuya, memegang pergelangan tangan pria itu erat-erat.
"Aku mau."
Benar-benar. Chuuya tahu orang yang meminta untuk bercinta dengan dirinya mungkin tidak akan menolak kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama. Tapi sinoper itu lebih heran lagi dengan fakta bahwa ia yang membuat kebersamaan itu terjadi.
Mereka pulang bersama dengan sepeda motor. Tangan Dazai dengan kurang ajarnya sudah melingkar di pinggang. Chuuya sempat protes dengan posisi intim itu. Namun muridnya memberi alasan demi keselamatan.
Keselamatan apanya? Dazai lebih terlihat seperti anak kecil yang bermanja-manja dengan ibunya. Sesekali lelaki itu bersandar di pundaknya sembari memberi tahu arah.
"Sensei, belok kanan," bisiknya di telinga Chuuya, "sebentar lagi akan sampai."
Sinoper itu menurut. Namun perjalanan ke rumah Dazai terasa amat jauh dan berputar-putar. Chuuya menghentikan motor mendadak, membuat Dazai terkejut.
"Oi, jangan mempermainkanku. Kita sudah mengitari komplek ini. Di mana rumahmu yang sebenarnya?" ketus Chuuya.
Dazai tersenyum lalu beranjak turun dari motor. "Ada di dekat sini. Aku tidak ingin memberi tahu Nakahara-sensei, jadi aku akan berjalan dari sini."
Chuuya lagi-lagi menaikkan sebelah alis heran. Padahal lelaki itu tinggal menunjukkan saja. Mengapa malah turun dan membuat Chuuya menjadi bingung?
"Sensei boleh pulang sekarang. Terima kasih sudah mengantarku," celetuk Dazai di tengah kecamuk pikiran Chuuya.
"Aku baru saja ingin menginjak pedal gas," sahut pria itu kemudian menggenggam erat stang motor.
"Tapi belum, kan?"
Nakahara Chuuya belum sempat membalas atau berpikir untuk menyahut pertanyaan itu. Tapi Dazai sudah menarik lengan kemeja si sinoper dan melayangkan sebuah kecup pada pipi.
Hanya kecup singkat. Hanya penempelan bibir sepersekian detik.
Tapi mengapa Chuuya merasa panas? Dazai hanyalah anak kecil. Ia sudah gila jika menganggap kecupan itu sebagai tanda afeksi.
"Selamat malam, Nakahara-sensei! Tolong mimpikan aku saat tidur nanti."
Padahal baru semalam Dazai Osamu mengunjungi bunga tidurnya. Chuuya mendecih, geram oleh kata-kata yang diucapkan tanpa pikir panjang itu. Ia lebih geram lagi karena panas di tubuhnya belum kunjung hilang setelah Dazai melepas pegangan. Pasti karena mimpi aneh semalam.
Pria itu langsung menginjak pedal gas, melaju meninggalkan komplek perumahan itu, meninggalkan Dazai yang sedang tersenyum puas.
.
.
.
To be continued
Ingin ngebut biar ini ga jadi utang tapi kok bingung 🤔
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] wish of you | soukoku
FanfictionChuuya berharap ia tidak perlu bertemu dengan Dazai Osamu lagi. Tidak setelah permintaan konyol si tukang bolos itu di ruang konseling sekolah. "Kalau aku masuk tiga besar paralel kelas untuk ujian akhir semester, apakah sensei akan bercinta dengank...