MC mempersilahkan para tamu untuk duduk, dan karena suara beliau begitu tegas, bagai bariton yang paling mahal dan selalu diurus dengan baik, maka para tamu pun duduk seperti itu tadi adalah sebuah titah yang hukumnya fardhu ain untuk dilaksanakan. Namun, sayangnya Yosi dan kawan-kawannya tidak paham bahasa manusia, mereka justru berdiri dan menoleh ke belakang untuk menyaksikan Tata dan suaminya berjalan perlahan ditarik oleh kedua orangtua Tata dengan sebuah kain warna merah. Tamu undangan yang duduk di barisan belakang si enam perempuan pun mendongak keheranan melihat enam wanita dewasa dan yang satu menggendong anak kecil berdiri bersamaan, bahkan ketika tidak ada tamu yang berdiri.
Tata mengenakan gaun berwarna biru muda sedangkan Amir sang mempelai pria mengenakan setelan berwarna biru tua. Semua kamera para tamu tertuju pada kedua mempelai yang masih digiring, berjalan dengan pelan menuju panggung. Di belakang mereka empat teman Tata, mengenakan dress brukat kombinasi sifon yang berwarna biru muda juga. membantu mengangkat ekor gaun Tata yang lebar dan berat agar tidak terlalu kotor.
"Eh, warna lipstiknya ketuaan, deh" bisik Puput setelah menyelesaikan rekaman untuk instagram storynya kepada Yosi dan Dina.
Dina yang tak habis pikir dengan mulut Puput yang sungguh tak punya adab itu memutuskan untuk mencubit lengan Puput, berharap agar anak itu sadar bahwa mereka masih di awal acara.
"Ah!" jerit tertahan Puput atas cubitan Dina.
"Anda ini, ya. Julidnya besok aja, dong!"
"Eh tapi Tata lebih cantik kalau dandan sendiri, loh". Yosi juga sangat tidak membantu sama sekali.
Puput semakin semangat ketika dia punya teman, "He'eh bener itu" ucapnya mengamini Yosi.
Dina ingin sekali membenturkan kapala kedua sahabatnya itu agar paling tidak mereka punya kesibukan lain, sibuk mengusap kepala yang sakit daripada nyinyir.
"Eh itu yang belakangnya Tata yang pegang ekor gaun itu siapa ya? kaya pernah tahu aku" Ucap Luluk pada teman-temannya.
"Pernah tahu kok kamu. Di instagramnya Tata" jawab Yosi agak terdengar sewot.
"Itu mereka teman kuliahnya Tata, Mbak Luluk" jelas Hanum pelan, bahkan menyempatkan diri untuk menghampiri Luluk yang duduk di ujung sedang dia juga paling ujung dari berenam.
Keenam perempuan tersebut baru duduk ketika kedua mempelai sudah duduk di singgasana mereka. Senyuman tak terhindarkan menyungging indah di bibir Amir dan Tata. Melihat teman-temannya yang duduk bersama di barisan depan membuat senyum Tata semakin lebar. Satu-satunya orang yang wajahnya terlihat sembab hanyalah ibu Tata. Selainnya, wajah sumringah semua. Bahkan meskipun mood Yosi tadinya sedikit tantrum, pada akhirnya dia tak bisa tersenyum melihat sahabatnya duduk di atas panggung, memegang erat buket bunga dan sesekali saling berbisik dengan sang suami yang hanya mereka dan Tuhan yang tahu apa yang mereka bicarakan hingga mereka tertawa kecil bersama.
"Eh, habis ini mbakso, yuk" serampangan Puput keluar lagi.
"Put, kan nanti juga dapet makan" respon Yosi.
"Tapi udah laper banget, trus nanti juga pasti cepet laper lagi" keluh Puput.
"Iya ndak papa, loh nanti kita mbakso sekalian kumpul-kumpul. Kan mumpung ketemu, masa langsung pulang" tambah Luluk.
"Iya aku juga pengen bakso" Hanum pun juga sudah membayangkan enaknya bakso isi cabai, bakso isi daging, bakso isi keju dengan kuah pedas yang selalu menjadi favoritnya setiap berkunjung ke rumah Tata atau Dina.
"Nanti di rumahku aja, gimana? Aku chat adikku, biar dipesenkan, jadi nanti kita langsung makan"
Usul Dina disetujui semua orang, Puput merebut ponsel Dina untuk menuliskan pesanannya, Hanum yang mengantri setelahnya.
"Eh! Suaminya Tata itu siapa ya, namanya?"
Bukan hanya Yosi yang berhenti mengetik pesanan baksonya dan melepaskan pandangan dari ponsel Dina untuk mengalihkannya pada Hanum, empat perempuan lainnya juga menatap Hanum dengan tatapan ingin membunuh.
"Seriously? Hanum?" kali ini Dina menahan emosi dengan cukup baik.
"La aku lupa makanya aku tanya. Kok ditanyai balik, sih?"
"Num, koe ngko tak pendem nang mburi omahe Tata, loh yo" Yosi masih menahan emosinya.
Hanum memutuskan untuk berhenti melanjutkan kekepoannya, takut dengan ancaman Yosi yang terlihat seperti bukan ancaman. Memilih menikmati pajangan di atas panggung yang mulai sungkem pada orangtua dibimbing oleh seorang ibu-ibu yang kemungkinan adalah make up artisnya. Teman-teman kuliah Tata duduk di barisan depan sebrang barisan Yosi dan kawan-kawan, di kursi plastik yang mereka request khusus karena tadi kehabisan tempat duduk karena memang sepertinya tidak ada rencana untuk tempat duduk khusus bridemaids. Pun keempat perempuan berpakaian kembar tapi tidak identik itu juga menganggur tidak melakukan apa-apa. Fungsi mereka hanya sebagai pengangkat ekor gaun Tata.
"Mantannya Tata ada yang diundang, nggak?" tanya Puput pada teman-temannya.
"Tuh ada satu, pakai baju batik duduk di agak belakang. Pacar pas SD" jawab Dina membuat yang lain memutar bola mata jengkel karena sempat antusias selama satu detik.
"Kirain benera" keluh Luluk.
"Heee itu beneran. Rebutan sama Syakila dulu itu tapi emang doi sukanya sama Tata, sih" jelas Dina, meyakinkan teman-temannya.
"Eh iya, Syakila di mana, ya? Dia diundang, kan?" tanya Yosi penuh antusias.
"Halah! Syakila mah gitu. Emang orangnya itu dasarnya kan kalau nggak disapa duluan itu sudah banget nyapa duluan, meskipun bikin status dan baca status kalian setiap hari. Apalagi kalau temen-temennya ada acara gitu kadang dia malah ke luar kota, atau pas di luar kota. Reuni SD juga dia nggak datang, lha wong dia di grup WA aja juga munculnya kalau butuh. Embuh lah setelah keluar pondok berubah jadi Power Ranger Super Introvert kali" jelas Dina dengan nada setengah kesal.
"Eh tapi temen-temen yang lain loh kasih ucapan di grup whatsapp" Luluk ikut nimbrung.
"Iya masa Syakila juga kasih ucapan di whatsapp, kan dia rumahnya nggak jauh, sih. Temen dari SD juga. Malah malu-maluin dua kali dong kalau dia kasih ucapan di whatsapp" ujar Puput.
"Emang weekend nggak pulang, tuh anak? Kerja di luar kota juga luar kotanya nggak sampe tiga jam" Ucap Yosi.
"Halah udah biarin lah. Kita juga nggak tahu kan Syakila itu ada kesibukan apa dan kita nggak tahu apa yang dipikirin Syakila. Bodo amat aja lah, ya" tutup Dina mengakhiri momen ghibah tipi-tipi mereka.
"Eh, guys!" Hanum berhati-hati, "Aku wajar kan kalau tanya Syakila itu siapa?" tanyanya pada teman-temannya dengan penuh antisipasi, takut kena hardikan lagi.
"Wajar, Hanum, tapi kalau nggak tahu mending nggak usah tahu aja lah, nggak penting juga untuk masa depanmu. Nggak tahu nggak bakal dosan, kok" jawab Luluk.
"Iya nggak usah tahu, la nanti juga kamu bakal lupa" tambah Puput.
"Yaaah nanti kalian ghibah aku nggak paham, kan aku juga pengen ikutan" ucap Hanum dengan polosnya.
"HANUM!"
KAMU SEDANG MEMBACA
What next? Who Next?
Teen FictionYosi, Dina, Puput, Luluk dan Hanum bertemu dalam pesta pernikahan Tata. Enam perempuan bersahabat tersebut menerka-nerka mengapa salah satu sahabat mereka, Tika tidak datang. Dalam pesta pernikahan (slash) reuni yang berlangsung selama kurang lebih...