Sudah menjadi hal yang lumrah ketika santri Al-Mufakirin akan mempertimbangkan untuk keluar setelah Kelas Tiga, artinya tidak meneruskan ke Kelas Empat. Hal yang mafhum juga ketika angkatan Yosi menjadi satu-satunya angkatan yang banyak memperkirakan semua angkatannya akan keluar berhubung dengan histori hubungan mereka dengan OSPPM atau dengan Riayah. Ternyata cukup mengecewakan, karena masih ada yang bertahan, justru orang-orang inti lah yang bertahan untuk melanjutkan ke Kelas Empat. Awalnya tidak dapat diduga ketika Syakila, salah satu dari tiga serangkai Tata-Dina-Syakila memilih untuk hengkang. Tapi masih banyak asumsi bahwa masalah terakhirnya dengan Riayah lah yang membuatnya tidak ingin bertahan. Sedangkan kawan-kawannya hanya santri yang sulit sekali dinasehati, belum sampai berurusan dengan Riayah, menurut asumsi kebanyakan orang, Syakila tidak betah menjadi yang terburuk.
Namanya asumsi tetaplah asumsi, tidak akan terbukti apa-apa kecuali diverifikasi oleh para pemain utama. Faktanya Dina, Tata, Yosi, Luluk dan Tika yakin bahwa selama ini angkatan mereka benar-benar terkutuk dan membawa bala. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut mereka diberikan wali kelas yang juga Ustadzah Riayah, lagi, dan entah bagaimana Ustadz Mukhlasin sebagai Direktur KMI menjadikan Ustadzah Laila sebagai wali kelas mereka, lagi. Bagusnya adalah Ustadzah Laila tidak sejahat dan semenyebalkan yang mereka kira, faktanya perkiraan mereka tentang Ustadzah Laila saat kelas dua dahulu memang salah, justru Ustadzah Laila adalah Ustadzah Riayah yang paling asik. Apalagi setelah Ustadzah Fatimah pulang untuk menikah dan membangun rumah tangga dengan lelaki beruntung yang bukan salah satu Ustadz Al-Mufakirin.
Seperti di kelas pertama mereka, Ustadzah Laila memerintahkan Tata dan kawan-kawan untuk membawa Munjid, kamus besar Bahasa Arab, karena kamusnya benar-benar besar. Mereka disuruh membuka kamus dan mencari arti kata wiski. Mereka tahu bahwa wiski adalah minuman beralkohol tapi ini bukan tentang wiski adalah minuman beralkohol.
"Yang bisa menemukan, nanti saya kasih ayam panggang"
Lima santri tersebut langsung menuju ke bagian kedua Munjid, yaitu di bagian pengetahuan umum, karena dirasa tidak mungkin akan menemukan di bagian pertama, bagian kebahasaan. Sepuluh menit mencari, bahkan Tata yang paling pintar di kelas pun menyerah. Luluk dan Tika yang memang tidak mempunyai interest dengan tantangan tersebut menjadi sangat malas dan menyerah. Tersisa Dina dan Yosi yang masih berjuang.
"Kalian yakin kalau bagian Munjid itu juga hanya ada dua?" tanya Ustadzah Laila.
Beberapa menit kemudian Yosi mengangkat tangan, "Saya nemu, Ustadzah!" ucapnya girang.
Dua minggu kemudian, saat waktu makan malam Yosi membawa kantong plastik saat menuju spot makan favoritnya dengan teman-temannya.
"Apa, Yo?" tanya Luluk.
"Ayam dari Ustadzah Laila" jawab Yosi bangga.
"Ih beneran kamu tagih?" tanya Dina.
"Iya lah, la wong janji kok" jawab Yosi enteng sambil membuka kantong plastik yang di dalamnya ayam pangang yang dibungkus daun pisang dan langsung direbutkan teman-temanya.
"Nggak tahu malu kamu, Yo" ucap Luluk sambil menggigit ayam panggangnya.
"Bodo amat. Kan yang bahagia kita semua" jawab Yosi menggigit sayap bakarnya.
Selain asik, Ustadzah Laila juga berbeda dari Ustadzah yang lain. Yang membuat beliau semakin asik. Bahkan ketika semua Ustadzah mengeluhkan Kelas Empat yang sangat malas di kelas, nilai pun juga pas-pasan dan sangat bandel padahal sudah Kelas Empat, Ustadzah Laila tidak mempermasalahkan.
"Kalian tahu nggak, kalau setiap rapat bulanan, dewan guru itu ngeluh sama saya, 'Ustadzah Laila, anak-anak antum malesan di kelas','Ustadzah Laila Kelas Empat banget', dan lain-lain?" tanya Ustadzah Laila saat pelajaran sudah selesai namun masih tersisa beberapa menit sebelum bel pergantian jam pelajaran.
Tentunya, Tata dan kawan-kawan tidak menjawab, hanya menunduk dan merasa buruk terhadap diri mereka sendiri.
Tapi Ustadzah Laila melanjutkan, "Ya saya iyain saja, ya emang benar kalian malas, nilai rata-rata kelas kalian paling bawah di antara angkatan lain, kalian juga bandel. Ya pokok saya iyain saja laporan beliau-beliau itu".
Yosi, Tata, Dina, Luluk dan Tika semakin rendah diri dengan ucapan Ustadzah Laila. Kehilangan separuh anggota kelas serta memasuki masa Kelas Empat dengan mata pelajaran lebih banyak dari sebelumnya, bahkan lebih banyak dari mata pelajaran Kelas Lima dan Enam cukup membuat lelah jasmani dan rohani.
"Tapi" lanjut Ustadzah Laila, "Beliau semua tidak tahu nilai kalian yang sesungguh, nilai yang tidak ada di kelas lain. Beliau nggak tahu kalau kalian adalah orang-orang yang kreatif" ucapannya Ustadzah Laila akhirnya membuat kepala Tata dan kawan-kawan kembali mendongak untuk menatap Ustadzah Laila.
"Kalian semua bisa melucu kalau disuruh melucu atau bisa serius jika disuruh serius, kalian bisa menghibur semua orang, kalian punya bakat masing-masing, ada yang di musik, akademis, gambar semua ada. Beliau-beliau nggak sadar itu. Saya tahu itu dan itu yang membuat saya mempertahankan kalian".
Tidak pernah sekalipun mereka pernah berpikir bahwa Ustadzah Laila adalah satu-satunya orang yang mengatakan hal yang bahkan tidak satu pun dari mereka berpikir ada orang yang akan mengatakan kalimat indah tersebut. Bukan hanya semakin percaya diri, tetapi mereka semakin optimis. Kelas Empat yang nampaknya buruk pun tidak terasa buruk-buruk amat.
**
Yosi masuk kelas saat kawan-kawannya duduk berkumpul dalam satu bangku.
"Dari mana sih Yo?" tanya Tika.
"Dari kumpul band" jawab Yosi lantas ikut duduk.
"Eh, siapa vokalisnya?" tanya Dina.
"Desi" jawab Yosi.
"Desi Kelas Dua? Suaranya loh kecil banget, kalau nyanyi kaya nggak kuat nada tinggi" ucap Dina.
"Ya namanya masih belajar, biarin lah Din, kamu kok iri" timpal Tata.
"Eh kamu jadi pegang keyboard apa gitar?" Tanya Tika.
"Drum" jawab Yosi.
"Loh, malahan?" Tata heran.
"Iya, kan keyboardnya udah ada Rani, trus Dista dijadiin gitar biar cepet bisa"
"Ya iya sih, drum kan susah" ucap Dina.
"Halah sama aja susahnya, Ustadzah Zizah aja nggak berani ngeluarin anak baru buat belajar drum" jawab Yosi.
"Ya kan kalau anak baru belajar drum kan harus mendatangkan Ustadz Faisal, nanti cemcem" jawab Puput.
"Halah masa sih Ustadzah Zizah cemburuan?" tanya Dina sangat bersemangat membahas Ustadzah Zizah dan Ustadz Faisal.
"Heee kok malah ghibah, sih. Ini loh kita tampilnya gimana? ini ludruk itu gimana?" Luluk yang selalu menjadi paling heboh dan pusing di antara teman-temannya pun mencoba mengajak teman-temannya waras sedikit.
"Halah besok aja lah, siapa tahu di kelas dapet ide dari Ustadzah Laila" jawab Tata dan diiyakan oleh teman-temannya.
Dan bahkan lima hari kemudian mereka belum mendapat ide untuk penampilan angkatan di acara Panggung Seni Santri (Santri's Art Stage) 2010. Ustadzah Laila yang dikira akan memberi masukan hanya memberi dua kaset seni ludruk Kirun. Sangat membantu Tata dan kawan-kawan karena bisa menghilangkan stress, sayangnya mereka justru semakin buntu karena terlalu banyak ide tapi tidak bisa menatanya.
"Udah kalian cepat praktek aja apa yang ada di kepala kalian" ucap Ustadzah Laila, sudah gemas dengan anak-anaknya.
"Gimana to, Ustadzah?"
"Pokoknya lakuin aja!" perintah Ustadzah Laila yang langsung dilaksanakan oleh anak-anaknya.
Terbukti berhasil dengan membawa piala Best Performance dalam acara Santri's Art Stage, meski harus dikritik habis-habisan ketika tidak membawa skrip, bahkan mereka tidak mempunyai skrip saat gladi kotor, Tata dan kawan-kawan memang terbukti bukan semua yang para dewan guru pikirkan, terbukti bahwa Ustadzah Laila benar dengan ucapannya. Tentang nilai Kelas Empat, tentang bakat Kelas Empat. Keputusan Ustadzah Laila untuk mempertahankan anak-anaknya tidak memperdulikan apa yang dipikirkan orang lain memang tindakan yang benar. Berkat beliau Kelas Empat bernilai lebih dari apa yang dinilai orang lain. Berkat beliau juga Tata, Dina, Yosi, Luluk, Tika, Puput dan Hanum menemukan cara untuk terus saling bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
What next? Who Next?
Novela JuvenilYosi, Dina, Puput, Luluk dan Hanum bertemu dalam pesta pernikahan Tata. Enam perempuan bersahabat tersebut menerka-nerka mengapa salah satu sahabat mereka, Tika tidak datang. Dalam pesta pernikahan (slash) reuni yang berlangsung selama kurang lebih...