CHAPTER TWO

781 141 4
                                    

CHAPTER TWO:
DAFFODIL

❝ AKU HANYA TERKEJUT ❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝ AKU HANYA TERKEJUT ❞

˚₊· ͟͟͞͞➳❥

DRACO menggenggam erat surat yang diterimanya beberapa hari lalu. Surat itu adalah undangan untuk mengulang tahun terakhirnya di Hogwarts yang tidak sempat dia rasakan karena semua yang telah terjadi.

Benaknya berulang kali menimbang-nimbang sekiranya keputusan apa yang sebaiknya diambil. Draco menghela napas, membaringkan tubuhnya di ranjang, menatap langit-langit kamarnya dan membiarkan pikirannya berkelana.

Dunianya runtuh semenjak tanda itu terukir di tangan kirinya. Tanda yang sejak kecil Draco inginkan untuk terukir di tangannya sejatinya tidak semenyenangkan yang Draco bayangkan. Draco yang arogan dan tukang onar lenyap begitu saja bersamaan dengan terukirnya tanda itu di tangannya hingga menyisakan Draco yang selalu diliputi ketakutan hingga detik ini.

Draco tidak bisa terlelap tanpa melihat bagaimana Voldemort membunuh orang-orang di depannya atau bagaimana kejadian yang dia alami dulu terulang kembali dalam tidurnya. Draco masih merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya saat Voldemort menggunakan crucio padanya hampir di sepanjang musim panas ketika ayahnya ditahan di Azkaban. Draco masih bisa merasakan bagaimana takutnya dirinya jika misinya saat itu gagal. Draco masih bisa merasakan ketakutannya saat tahu dirinya harus membunuh Dumbledore. Dan Draco masih merasakan sakit yang menjalar di tangan kirinya.

Ukiran ular dan tengkorak di tangan kirinya memang kini berubah menjadi bekas luka, tapi hal itu tetap mengingatkannya akan betapa buruk dirinya dan apa yang dia lakukan. Betapa pun Draco melukai dirinya, bekas luka itu tetap ada di sana. Tidak seperti bekas luka yang dia buat, dapat hilang dalam sekejap dengan ramuan dan mantra.

Alasan kenapa keluarganya tidak ikut mendekam di Azkaban adalah karena pengkhianatan yang keluarganya lakukan di detik-detik terakhir. Mulai dari ibunya yang berbohong soal Harry, dia yang memberi tongkatnya pada Harry sampai pada ayahnya yang membeberkan berbagai hal tentang Pelahap Maut lainnya pada Kementerian Sihir.

Hubungannya dan keluarganya juga jauh dari kata baik. Dulu, Draco selalu ingin memenuhi ekspetasi ayahnya, membuatnya bangga, tapi lihat bagaimana keadaan mereka sekarang. Setiap kali Draco melihat ayahnya, amarahnya membuncah. Jika bukan karena ibunya, Draco yakin tidak akan bertahan. Satu-satunya yang membuat Draco bertahan dari semua kegilaan yang dialaminya adalah ibunya. Draco benci bagaimana ibunya terasing dari rumahnya sendiri semenjak rumahnya dijadikan markas Pelahap Maut.

Semenjak mereka kembali, Draco lebih sering mengurung diri di kamar. Hanya ibunya yang sesekali mengetuk pintu kamarnya dan menanyakan keadaannya.

Draco menghela napas dan beranjak turun dari tempat tidurnya. Berjalan ke arah meja belajarnya dan menulis surat balasan.

apricity | draco malfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang