Jangan lupa voment ya 😍😍
"Pagi, Mama." Risha menyapa Ara kemudian mengecup pipi sang Mama sekilas kemudian mengambil roti yang berada di piring Rahagi membuat adiknya itu berdecak.
"Bikin sendiri, Kak. Nggak usah asal nyomot," gerutu Rahagi, meskipun begitu dia tetap mengambil roti yang baru dan mengoleskan selainya.
"Apa gunanya lo ada di sini?" Sudah dipastikan mereka akan kembali bertengkar, Ara sudah malas menengahi anak-anaknya.
"Risha, Rahagi."
"Pagi, Papa," sapa Risha kepada pria yang sangat disayanginya itu.
"Pagi, sayang. Cepat makan, jangan ganggu adik kamu lagi." Risha mengangguk sambil mengunyah rotinya, tetapi Rahagi enggan berdamai, terlihat dari kakiknya yang terus saja menendang kaki Risha.
"Aduh, apaan sih, Kak?" Kali ini Rahardian yang protes, karena Risha dengan sengaja melemaskan kakinya sehingga adik keduanya itu tertendang.
"Bukan gue, Rahagi tuh nendang-nendang." Risha beralasan karena tidak mau disalahkan.
"Risha, Rahagi, Rahardian," tegur Ara, ada saja ulah ketiga anaknya yang membuat dirinya pusing, tidak ada kata akur di antara mereka.
"Kalau kalian bertengkar terus, bukan cuma Risha, kalian berdua juga Mama hukum." Sontak Rahagi dan Rahardian melanjutkan sarapannya dengan diam, mereka tidak mau dihukum.
"Mama nggak asik," ucap Risha kemudian meminum susu coklatnya dalam sekali tegukan membuat gadis itu hampir tersedak.
"Risha, pelan-pelan," tegur Fauzan.
"Iya, Pa. Maaf." Risha meletakkan gelasnya yang sudah kosong ke atas meja kemudian beralih kepada Ara.
"Ma, kalau nilai Risha nggak ada yang dibawah sembilan puluh, hukuman berakhir ya?" Ara menoleh, kemudian mengangguk membuat Risha bersorak.
"Makasih, Ma." Ara tersenyum geli menatap anak gadisnya itu, sebenarnya Ara juga tidak tega menghukum sang anak, tetapi Risha sendiri yang berulah dengan bolos ke mall dan ini bukan untuk pertama kalinya, Ara takut ini akan menjadi kebiasaan jika tidak segera dihentikan.
"Risha udah selesai? Ayo!" Fauzan bangkit dari duduknya kemudian diikuti Risha. Ketika Fauzan sedang bersama Ara, Risha menghampiri adik-adiknya kemudian berdiri di antara mereka.
"Gue pergi dulu, ya. Jangan kangen, kalau gue udah nggak ada—"
"Jangan macam-macam deh, Kak," sela Rahagi, Risha ini memang suka sekali mempermainkan perasaan mereka.
"Yah, gimana. Umur kan, nggak ada yang tau," ucap Risha dengan nada sedih dibuat-buat.
"Iya, bener. Tapi jangan ngomong gitu, gue jadi sedih." Mau bagaimana pun Risha adalah kakaknya, Rahagi maupun Rahardian menyanyanginya meskipun sikapnya sangat menyebalkan.
"Udah deh, Kak." Risha tertawa pelan melihat wajah lesu adik-adiknya, sebenarnya Risha hanya ingin mengecek, apakah adik-adiknya itu masih menyanyanginya atau tidak karena sering dijahili.
"Gue berangkat dulu." Risha mengecup puncak kepala Rahagi kemudian Rahardian membuat adik-adiknya terpaku, kakaknya sehat, kan?
"Kak, Hati-hati." Risha mengangguk kemudian mencari sang Papa yang entah berada di mana.
"Ayo, sayang." Ternyata Fauzan sudah berada di luar rumah bersama Ara, Risha menghampiri sang Mama kemudian mencium punggung tangan Ara.
"Dah, Mama." Risha melambaikan tangannya saat sudah berada di dalam mobil, tetapi Ara tidak membalasnya membuat Risha mendengus. Kemudian menatap sang Papa, memang Risha lebih suka diantar daripada membawa kendaraan sendiri, bukannya tidak pandai tetapi dia terlalu malas. Bahkan kalau Fauzan pergi ke luar kota atau ke luar negeri, maka Risha akan nebeng dengan adik-adiknya itu.
"Papa," panggil Risha ketika mereka sudah keluar dari kompleks perumahannya.
"Kenapa?"
"Kita liburan kemana? Tempatnya harus seru ya, Pa." Fauzan menoleh kemudian tersenyum penuh arti, dia sudah membahas ini dengan istrinya, Risha harus bisa berubah dan liburan ini menjadi jalannya, semoga saja berhasil. Ya, semoga.
"Iya, sayang. Kita liburan."
"Kemana, Pa?" tanya Risha semangat, dia sudah tidak sabar untuk bersenang-senang.
"Lihat aja besok." Risha manyun, rasa penasarannya tidak bisa dibendung lagi tetapi dia juga ingin ini menjadi kejutan.
"Kama jangan bolos lagi, ya?" Risha mengerjap, seminggu lagi akan ujian dan dia sudah membuat tantangan dengan sang Mama.
"Tapi, Pa. Kalau Risha kerja, gimana mau belajar?" Risha bahagia, akhirnya ada alasan untuk tidak menjalani hukuman.
"Nggak usah jalani, siap liburan baru lanjut." Risha bersorak, akhirnya.
"Tapi kalau nilai Risha nggak ada yang di bawah sembilan puluh, hukuman berakhir, kan?" Fauzan tersenyum kemudian mengangguk.
"Yes, akhirnya."
"Makanya jangan bolos lagi," ucap Fauzan. Risha melipat kedua tangannya di depan dada, taukah papanya ini alasan dirinya sehingga bolos? Itu karena bosan, gurunya membuat Risha dan Sima jengkel sehingga kedua gadis itu memutuskan untuk pergi.
"Kenapa?" tanya Fauzan penuh perhatian, kini mobilnya sudah berhenti karena memang sudah sampai di sekolah Risha.
"Nggak jadi, deh." Memang bukan pilihan yang bagus menceritakan kejengkelannya, karena papanya itu pasti akan membuat penawaran. Pindah sekolah atau gurunya yang dipindahkan, tentu saja gadis itu tidak tega kalau gurunya harus keluar hanya karena kejengkelannya dan juga Sima. Risha mendengus ketika sadar sekolah ini adalah milik Papa Juna, yang berarti Risha tidak jauh-jauh dari pengawasan keluarganya.
"Yaudah, cepat masuk." Oh tidak semudah itu.
"Pa." Risha merangkul tangan Fauzan membuat pria itu sadar kalau anaknya pasti menginginkan sesuatu.
"Kenapa?"
"Uang jajan." Fauzan mengambil dompet dari saku celananya kemudian memberi Risha selembar uang pecahan limapuluh ribu membuat gadis itu melotot.
"Ih, kurang, Pa," protes Risha.
"Uang jajan kamu dipotong cuma sedikit, untuk apa lagi?"
"Ya. Ada, deh." Risha bukannya suka menghabiskan uang, dia hanya suka menyimpan uang-uangnya tanpa ada maksud tertentu. Bahkan ketika Risha pergi jalan-jalan atau ngumpul bersama teman-temannya, dia hanya membeli barang-barang yang penting, karena uangnya untuk disimpan, bukan dibelanjakan. Tetapi lain halnya jika pergi bersama keluarganya, Risha akan membeli apa pun yang menarik baginya karena semua belanjaannya itu pasti dibayar sang papa atau mamanya, jadi uangnya tidak habis. Pintar sekali.
"Ayo, Pa. Bentar lagi bel." Bohong banget, masih ada waktu duabelas menit sebelum bel berbunyi.
"Ini." Fauzan memberikan Risha lima kali lipat dari uang yang pertama kali dia berikan, dan untung saja gadis itu tidak protes lagi.
"Makasih, Papa." Risha memeluk Fauzan kemudian mencium punggung tangannya lalu keluar dari mobil memasuki kawasan sekolahnya.
Fauzan menatap punggung putri kesayangannya itu, gadis manisnya sudah besar. Meskipun begitu Fauzan bahagia karena putrinya tidak banyak berubah, Risha masih manja padanya dan pria itu berharap anaknya tidak akan berubah, bahkan hingga Risha menemukan pria yang akan menjadi pendampingnya.
Fauzan menjalankan mobilnya, berusaha menghilangkan pikiran bahwa Risha akan menjadi milik orang lain, ada orang lain yang akan menggantikan posisinya suatu saat nanti. Ya, meskipun Fauzan selalu membuat dirinya berpikir bahwa Risha tidak akan pernah meninggalkannya, Fauzan menyadari bahwa cepat atau lambat, Risha pasti akan segera memiliki keluarga baru dan dirinya tidak akan menjadi orang yang selalu Risha butuhkan lagi.
🐇🐇🐇
Hallo semuanya, You are back, update.
Ada yang nungguin nggak?
18 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
You are back?
Teen FictionSequel My Daughter Aku sarankan untuk baca cerita 'My daughter' dulu ya 😁 🐇🐇🐇 Ketika Risha sedang liburan bersama keluarganya ke tempat yang dia tidak tau sama sekali apa namanya, gadis itu bertemu dengan Cakra...