DELAPAN

10 2 0
                                    

Delapan

"Persiapan lo mateng juga ya."

Risha mengabaikan ucapan yang jelas sekali ingin memancing keributan, dia harus tetap santai agar mood nya tetap dalam keadaan baik ketika ujian nanti. Pengganggu kecil seperti itu tidak akan mempengaruhi Risha.

"Sombong banget sih, Rish."

Jangan terpengaruh, itu adalah serangan kedua setelah serangan pertama yang tidak berefek apapun. Setelah serangan kedua ini pun gagal, Risha yakin bahwa serangan ketiga akan ia dapatkan.

"Orang sombong nggak bisa ngerjain ujian, loh."

Risha menahan senyumnya karena tebakannya benar, serangan ketiga ia dapatkan. Namun respon yang sama ia berikan, mengabaikan Glen agar cowok itu merasa bosan dan segera pergi dari hadapan Risha.

Glen pergi ke tempat duduknya sendiri membuat Risha menahan tawanya, sepertinya cara menghadapi orang yang suka mengganggu seperti Glen itu ya dengan cara diabaikan. Jika direspon maka dia akan semakin menjadi-jadi.

Kertas yang dilipat Risha menjadi empat bagian kembali ia buka untuk menguji ingatannya, Risha bertekad untuk meraih nilai tertinggi di angkatannya seperti biasanya. Namun belakangan ini Risha terbuai dengan kesenangan sesaat seperti belanja, nongkrong, main game dan juga melakukan hal-hal kurang bermanfaat lainnya. Risha sadar kalau dia lalai, karena itu dia ingin memperbaikinya.

"Coba tebak, ini siapa?" Pertanyaan itu berbarengan dengan kedua mata Risha ditutup oleh tangan seseorang.

"Sima. Apaan coba? Udah ketebak," kata Risha membuat tangan di matanya langsung menjauh.

"Nggak seru banget," kecewa Sima.

"Udah sana duduk di tempat lo sendiri, gue mau baca, jangan ganggu," usir Risha karena dia tau jika ada Sima maka tidak akan ada yang namanya review materi. Mereka akan bercerita hingga bel berbunyi.

"Risha lagi nggak asik, Sim, udah abaikan aja," kata Glen yang mendengar obrolan kedua cewek itu.

"Nyamber aja lo," balas Sima. "Lo sadar nggak sih Rish kalau semester ini kita kebanyakan main, gue susah banget pahami materi, apalagi sistem belajarnya itu SKS. Banyak yang nggak paham, mau pahami materi tapi ada rumus yang harus dihafal, mana nggak sempat latihan soal banyak-banyak lagi," keluh Sima.

Risha mengangguk untuk menyetujui ucapan Sima, itu memang benar. Sayang sekali waktu yang telah mereka sia-siakan. Risha dan Sima bertekad untuk tidak membuang-buang waktu lagi.

"Nyesel banget," gumam Sima saat melihat rumus-rumus yang tertulis di kertas Risha.

"Gue takut banget nggak bisa ngerjain soal-soal nanti, kalau nilai gue rendah, papa sama mama pasti kecewa walaupun mereka bilang nggak apa-apa," curhat Risha.

Dibandingkan takut jika tidak berhasil mendapatkan nilai bagus, Risha lebih takut jika membuat kedua orang tuanya kecewa. Apalagi Fauzan, orang yang selalu mendukung Risha untuk kegiatan apapun, papanya tidak pernah meminta apapun pada Risha, masa iya yang bisa ia kasih hanya rasa kecewa, bukannya rasa bangga.

"Gue juga takut," balas Sima.

🐇🐇🐇

"Gue lega banget karena sebagian besar soal bisa gue jawab, gue yakin kalau nilai gue di ujian tadi jauh di atas KKM," ucap Sima dengan raut wajah bahagia.

"Lo udah ngasih tau hal yang sama berkali-kali, gue sampai bosan dengarnya," keluh Risha.

Setelah keluar dari ruang ujian, Sima langsung menggandengnya dan bercerita tentang soal-soal ujian yang berhasil dia atasi. Sanking bahagianya, Sima mengatakan hal yang sama berulang kali. Saat mereka di parkiran, Sima kembali bercerita, dan sepanjang perjalanan pulang pun Sima terus bercerita. Mana bisa Risha tidak bosan.

"Gue kan lagi senang, malah lo abaikan," rajuk Sima.

Risha berdecak mendengar ucapan Sima, lagipula Risha hanya mengabaikan ucapan Sima karena sudah bosan mendengarnya. Pertama kali Sima bercerita, Risha memberikan respon yang antusias juga.

"Lo bisa ngerjain soalnya, kan?" tanya Sima karena baru sadar kalau daritadi Risha belum menceritakan apapun, hanya ia yang bercerita dan Risha menjadi pendengar.

"Bisa, masih gampang lah," jawab Risha.

Sima memberhentikan mobil yang dikendarainya di depan pintu gerbang rumah Risha, menekan klakson beberapa kali agar pintu gerbang segera dibuka.

"Lo mau enak, emang pintar," balas Sima.

"Gue juga belajar semalaman, sambil nangis sebentar karena ngerasa buang-buang waktu."

Sima kembali menjalankan mobilnya karena pintu gerbang telah terbuka.

"Kirain lo nggak nangis."

"Bukan karena sedih, tapi karena kecewa sama diri sendiri," kata Risha sebelum membuka pintu mobil dan disusul oleh Sima.

Sima merangkul Risha seraya masuk ke dalam rumah, mengucapkan salam dan memanggil Ara.

"Mama Ara," sapa Sima lalu berlari kecil untuk menghampiri Ara yang baru tiba. "Sima kangen banget," ucap Sima kemudian langsung memeluk Ara dengan erat, Ara juga membalas pelukan Sima tak kalah erat.

"Mama juga kangen sama Sima, kenapa jarang banget main ke sini? Mama pikir Sima berantem dengan Risha," kata Ara setelah pelukan mereka terlepas, Ara memegang kedua tangan Sima dan menatap Sima dari atas ke bawah, memastikan Sima baik-baik saja.

"Enggak dong, Ma, sebelumnya Sima kebanyakan main di luar, sekarang malah sibuk belajar untuk ujian." Sima menjelaskan alasan kenapa dia jarang datang ke rumah Risha.

Risha mengabaikan Ara dan Sima yang masih melepas rindu satu sama lain, cewek itu telah tiduran di sofa karena merasa lelah. Matanya terasa berat dan perih karena kurang tidur, tetapi dia tidak bisa tidur sekarang, harus belajar untuk ujian keesokan harinya. Namun karena lelah, Risha mau istirahat sebentar. Sepuluh menit saja sebelum ia kembali sibuk dengan materi dan soal-soal latihan.

"Risha kenapa tidur di sofa? Lepas dulu sepatunya," titah Ara.

Risha bergumam, matanya semakin berat, apa dia bisa tidur sebentar?

"Kayaknya Risha ngantuk banget, Ma, begadang semalaman tuh," kata Sima.

"Mama khawatir sama Risha, nanti dia kecapekan karena terlalu maksain diri," ucap Ara mengatakan kekhawatirannya.

Ara mendekati Risha untuk melepaskan sepatu yang masih melekat di kaki Risha. Mata puterinya itu telah terpejam.

Risha masih bisa merasakan gerakan tangan Ara yang melepaskan sepatunya, sekarang masih siang, tidur sepuluh menit sepertinya tidak akan apa-apa. Setelah itu barulah ia kembali belajar agar tidak kesulitan di ujian besok.

Belajar. Mata Risha kembali terbuka dengan lebar. Tidak ada waktu untuk bersantai, setelah ujian selesai maka dia bisa tidur sepuasnya, tetapi tidak untuk saat ini.

"Loh? Kenapa bangun lagi? Mama pikir Risha udah tidur."

Bukan hanya Ara yang heran, Sima pun sama. Tadinya dia juga berpikir kalau Risha sudah terlelap.

"Risha udah nggak ngantuk, mau belajar dulu," jawab Risha lalu langsung berlari ke kamarnya.

"Risha jangan lari-lari, kaos kaki kamu licin," tegur Ara.

"Sima nyusul Risha ya, Ma, kami mau belajar bareng, kayaknya Sima nginap di sini. Nanti seragam Sima dianterin, boleh nggak, Ma?"

"Boleh dong, Mama malah senang kalau Sima mau nginap di sini, tapi izin dulu sama mama Abel, ya."

"Okay, Mama."

🐇🐇🐇

Senin, 10 Juli 2023

Udah lama banget aku nggak update, soalnya aku revisi cerita lain yang udah end.

Ini ceritanya:
Byakta Family
Laqueta
Odira's nightmare
Keinarra's life

Jika berkenan, silakan mampir. See you guys ❤

You are back?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang