➥³𝚕𝚒𝚏𝚎

820 112 6
                                    

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

SATU TAMPARAN MELAYANG. Dengan tepat membuat pipi merasakan perih dan panas disaat yang bersamaan juga pening melanda isi kepala saat tindakan kurang ajar juga bau alkohol memenuhi paru-paru. "Anak sial! Mana uangnya?! Kau memakai uangnya?! Sialan! Sudah kubilang hasilnya untukku kan? Kau tak mend—"

Sepatu tinggi dilempar tanpa arah, "Kubilang aku tidak bisa! Ini sangat memalukan! Lagipula nama bai—" sekon berikutnya mata melebar kala kembali merasakan tamparan itu terasa pada pipi satunya, bekas kemerahan terlihat kentara pada kulit sepucat susu, "Persetan dengan nama baik! Asal kita ada uang kau dan aku tidak akan sengsara!"

Tangan itu meraih kuat surainya membuat wajah sang adiratna mencugat jelas menahan murka yang memupuk dalam dada, "Dengar lakukan tugasmu itu atau Ayah akan menjualmu!"

"Bahkan aku sudah tidak sudi lagi menganggapmu seorang Ayah."

Sejak kapan ia berpikir kalau hidup akan senyaman drama genre keluarga yang pernah ia tonton saat usia menginjak sepuluh tahun, saat itu memang pikirannya sangat naif karena tak bisa memilah bagian yang nyata atau yang hanya sebuah karangan belaka. Hingga ia menyadari satu hal kala usia menginjak sebelas, topeng kepura-puraan orang tuanya lepas tak ada lagi harmoni sambutan ketika memasuki rumah ataupun senyuman hangat membuat hati merasa sangat betah untuk dilihat.

Yang ada hanyalah umpatan-umpatan terus terlontar setiap harinya tanpa kenal lelah, ia tak mengerti sebuah masalah atau titik krusial kedua orang tuanya saat itu apa hingga sebuah kejadian dimana ia harap matanya tak pernah lihat.

"Kau berani melawanku?!"

Tidak ada jawaban.

"Bagus, kau memang harus menurutiku atau aku bisa menemukanmu dengan jalang itu."

*

Sepatu hitam menginjak ubin, "Selamat datang Tuan."

"Hm."

Tangan terjulur memutar keran, puncak kepala disambut ribuan tirta yang turun membasahi surai legamnya membuat poni jatuh berantakan, iris biru abu-abu memandang lubang air yang mengalir. Ada perasaan yang merongrong panik meminta sebuah antologi hingga membuat sebuah kronologi yang lebih banyak, mungkin saja ini sebuah 'kebetulan' yang tak ia sangka sebelumnya kepala langsung membuang penat tatkala dimana kakinya pertama kali berpijak memasuki kelab malam dan matanya menemukan gadis itu dalam radar, ada adiksi kuat hanya karena eksistensi sang adiratna.

"Carikan aku tentang gadis itu tanpa pengecualian."

"Siap, laksanakan."

Sudah dikatakan sebelumnya bahwa semesta mungkin tengah bermain dalam kehidupannya, takarir film terputar dalam benak yang tak pernah absen untuk ia hapal dialognya menurutnya ia tidak pernah mendapatkan satupun kebahagiaan selama ia menginjakkan kaki dibentala, bahkan jika ada pun bahagianya hanya sesaat, seolah enggan mendekatinya.

"Kau melamun?"

Kepala serta merta menggeleng menanggapi pertanyaan teman satu kerjanya dengan senyum tersemat pada wajah, "Iie, gomen."

"Daijobu desu, soreyori aku mempunyai kabar baik hari ini!" Katanya dipenuhi semangat.

"Hmm? Apa itu?" Kepala menoleh pada wanita yang lebih tua lima tahun darinya, "Aku hamil [Name]! Kyaaaa!" Lengan merentang memeluk gadis itu bahagia.

Ah benar, benar sudah pasti seperti itu ya. Orang-orang disekelilingnya sering kali mengungkapkan rasa bahagia mereka padanya—bukan bermaksud ia tak senang mendengarnya, hanya saja jika kelamaan rasa muak itu muncul juga. Ia yakin, batara yang tengah duduk pada adikara dengan nyaman terbahak dengan kerasnya saat melihat anak manusia yang dilahirkan oleh pelita meronta untuk diberikan sebuncah kebahagiaan.

Bibirnya mengurva lengan balas memeluk si wanita yang diselimuti sebuah rasa yang sedari dulu ia inginkan, "Selamat, aku turut bahagia mendengarnya."

"Hum, arigatou na!"

Lembar demi lembar kertas dengan rentetan kalimat bertinta hitam hasil mesin cetak dibaca, mata biru abu-abunya bergulir kesana dan kemari hanya untuk menuntaskan haus penasaran yang seminggu ini ia pupuk. Mencari informasi seseorang seharusnya mudah tak sampai lima menit dengan bantuan HEUSC, hanya saja untuk kali ini mengorek informasi tentang gadis itu saja sangat sulit dan membutuhkan waktu seminggu dalam pengumpulannya.

Kambe akui usaha si dalang menutupi segala seluk beluk keluarganya patut diacungi jempol, pantas saja aroma bangkai masih terkubur dengan rapihnya tanpa ketahuan—ini sebuah kesempatan bagus yang diberikan semesta untuknya. Kendati sedikit licik bukankah sebuah rencana harus disusun dengan baik agar sang korban dapat dengan mudahnya ditangkap terlebih ada dua keuntungan jika memang Kambe melakukan ini.

Yang pertama, tentu untuk pribadinya karena mana sudi ia memakai HEUSC jika orang tersebut tak menguntungkan, dan yang kedua untuk pekerjaannya namun mungkin opsi kedua ia harus menahannya dulu karena untuk mendapatkan ikan besar dibutuhkan cukup waktu untuk umpan dimakan.

"Tadaima."

Irisnya mengerling pada jam yang terpaku pada dinding menghela nafas kemudian saat ujung jarum yang menunjukkan angka setengah sebelas, tubuh menghempas pada ranjang merasakan lelah yang terus memendam dalam mata memandang langit-langit kamar tak berkenan berkedip.

"Ii na." Senyum pahit terukir, membayangkan hidup yang seharusnya ia dapatkan berjalan mulus. Tapi kenyataannya hidupnya ini sama seperti opera sabun.[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐒𝐖𝐄𝐄𝐓 𝐄𝐒𝐂𝐀𝐏𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang