➥²𝚗𝚒𝚐𝚑𝚝 𝚊𝚝 𝚝𝚑𝚎 𝚋𝚎𝚊𝚌𝚑

1.2K 139 9
                                    

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

ASWAD MEMBENTANG CAKRAWALA. Dengan bibir mendecak setiap kali wajah pria itu bersemayam dalam isi otaknya tangan merogoh dalam tas hitam selempangnya jantung berdesir kala benda yang dicari nihil ada.

Dasar tolol.

Ia ingat kalau gawainya tertinggal di atas meja bar, beribu sial karena diri pun sudah hampir sampai di halte tidak mungkin ia berjalan kembali selama lima belas menit menggunakan heels yang tingginya tujuh senti ini. Pangkal hidung dipijit konstan mengusir pusing memasuki isi otak si gadis, suara klakson membuat atensi beralih.

Matanya mengerling tatkala mobil hitam bersisihan dengan langkah kecilnya lantas berhenti, "Kau meninggalkan ini." Katanya setelah membuka jendela mobil dan menunjukkan benda yang membuat diri kepalang panik.

Langkah mendekati sisi kendaraan, bumantara sudah terlukis hitam pekat tanpa adanya Dewi malam atau tatanan rasi bintang menghias, sunyi hanya beberapa mobil yang melintas masihlah bisa dihitung oleh jari. "Itu punyaku."

"Aku tahu, makanya aku kemari."

"Kembal—"

"Masuklah akan kuberikan di dalam." Sebuah taksa keluar dari bibir pria itu, membuat si gadis tersenyum kecut dengan kedua tangan menyilang di depan dada, "Kalau aku tidak mau?"

"Aku tidak memaksa, tapi ponselmu ini tak akan kembali." Ujarnya sementara gawai miliknya ditarik kembali, ujung heelsnya menghentak jalan mata berdenyar gamang dengan hati yang menimbang berat sebuah keputusan.

Sialan.

Sudut bibirnya mengurva manakala tubuh gadis itu berjalan pada sisian mobil, "Sekarang mana ponsel—" perkataannya terhenti saat bunyi 'cetek' dari pintu mobil terdengar jelas, belum sempat bibir melayangkan protes pria itu dengan santai melajukan mobil tanpa memperdulikan gadis yang tengah memupuk rasa kesal berkecamuk kelewat tinggi.

Radio memutar genre musik jazz, buaian memenuhi dalam mobil pria ini masih diam kendati sudah sepuluh menit berkendara dengan tangan kerap kali mengganti tuas transmisi, mata [e/c] mengerling pada notasi angka menunjukkan angka dua belas kurang lima menit yang terpampang pada Head Unit layar sentuh mobil yang kini ditumpangi.

"Kau mau membawaku kemana?" Alih-alih menjawab pria itu melontarkan pertanyaan, "Mau makan?"

Gila, memangnya ada tempat makan yang buka dipertengahan malam menuju esok hari?

"Jawab pertanyaanku Tuan."

Gadis itu bukan jalang yang bisa menerima sebuah rencana apapun yang dilayangkan, tapi pria ini...membuat enigma kecil pada isi kepala. "Pantai,"

Memang sudah gila.

Laju kilometernya semakin meninggi saat pedal gas diinjak membelah jalan hening kota Tokyo malam hari, iris biru abu-abu melirik sekilas wajah yang ditunjukkan oleh perempuan tersebut. Begitu tenang, ia menarik konklusi kecil bahwa figur yang mengenakan dress hitam ketat kekurangan bahan ini masihlah meredam rasa murkanya.

Toh siapa yang tidak? Saat orang yang baru pertama bertemu dipaksa untuk menuruti si kepala besar, mesin mobil dimatikan kala destinasi sudah didepan mata, "Keluar."

Sepatu tinggi ditenggelamkan oleh pasir yang mau tak mau ia harus membukanya, kaki telanjang tanpa sadar melangkah menjauh dari mobil yang terparkir di belakang meninggalkan figur jangkung yang menatap punggung mungil berjalan pada bibir pantai.

Terpaan angin membuat tubuh menggigil, kakinya terkadang berkenalan dengan air asin yang didorong ombak. Pundak merasakan halus kain membuat kepala menoleh pada figur pria yang kini berdiri di samping kanannya, surai hitam yang disisir kebelakang menyamai warna langit yang terbentang malam ini, iris biru abu-abu menatap lurus dengan sirat muka tanpa ekspresi.

"Namamu?"

"Kau masih membahasnya?"

"Ya."

Mata mengerling pada blezer hitam pada bahunya, aroma fresh bergamot menguar merembak menyapa hidung seolah melayang tipis disekitarnya. "[Full name]," ujarnya lirih.

"Sou."

Tercipta lebih banyak keheningan di antara dua kapita yang sama-sama saling membungkam diri untuk tak mengeluarkan konversasi, ia seharusnya mempertanyakan nama dari si pria tapi rasanya enggan—karena ada hal yang ia tak ingin ketahui kendati ada banyak pertanyaan berseliweran diisi kepalanya.

Sama-sama saling menoleh dan terpaku satu sama lain, ia memperhatikan bagaimana [e/c] itu menatapnya lurus dengan surai yang terbawa angin terkadang pria itu berpikir kalau gadis ini diberkahi Dewi Malam untuk menguasai cantiknya gemintang. Padahal diri masih dipertemukan dalam singkatnya pertemuan dan konversasi, hanya saja pria itu masihlah dibawa penasaran hingga nalar membawanya berpikir sedikit licik.

"Ayo pulang." Katanya beranjak dari sana, punggung yang tertutup oleh blezer hitam mendekati mobil yang terparkir. Pria itu menatapnya tanpa berkedip sedikitpun lantas mengikuti jejak kaki kecil dan menyamainya, kali ini titik krusial pada keadaan yang membuat dirinya kembali bertaruh dalam otak.

"Sekarang kembalikan ponselku dan mari kita berhenti mengenali sampai sini."

Satu lontaran kalimat keluar dengan lugas dri bibir adiratna di sampingnya, tak terpungkiri bahwa kata-katanya membawa denyar aneh pada tubuh. Gawai dikembalikan, "Terimakasih aku akan menaiki—"

"Pakai blezernya dan duduk. Aku akan mengantarmu sampai rumah," pungkasnya memerintah. Tak serta merta menjawab wajahnya memaling kearah jendela lantas mematuk pada garis putih jalan yang dilewati, pria itu memakan nyenyat bulat-bulat karena harus menerima bahwa dua jiwa hanya dipertemukan singkat tanpa sekedar saling mengetahui.

Mungkin ada satu asa dimana senandikanya mengikrarkan dengan jelas bahwa, seandainya kembali dipertemukan maka ia tak segan-segan untuk memupuk perasaan keingintahuannya pada gadis yang diberkati gemerlapnya gemintang.[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐒𝐖𝐄𝐄𝐓 𝐄𝐒𝐂𝐀𝐏𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang