➥⁴𝚕𝚘𝚠𝚔𝚎𝚢

775 95 9
                                    

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

DIRINYA BAGAI APUS. Tak terlihat bahkan jika dirinya berada di tengah hiruk pikuk orang yang berlalu lalang, ia membenci situasi ini di mana tubuh harus berdiri stagnan tanpa melakukan apapun, teriakan penyemangat rasanya tak pernah ia dengar dalam sanubarinya-enggan.

Iyah mungkin saja begitu.

Cih, si tua bangka itu tak menepati janjinya.

Mata mematuk pantulan wajah di depan cermin, menertawakan pigura yang kuyu kentara terlihat pada matanya, bibir terbuka kecil lantas perlahan memoleskan lipstik nude dipermukaan sebuah sentuhan akhir yang sempurna untuk sang adiratna mempersiapkan jabatan baru untuk menjadi kupu-kupu malam.

Ah, andai saja dirinya tak terlahir.

Pria tua sinting itu mungkin tidak akan memperlakukan dirinya seperti ini, menyuruhnya untuk bekerja dirumah bordil untuk mendapatkan segepok uang dalam satu malam.

Bagai hati yang tergores sebilah pisau diasah tajam yang lukanya ditetesi cuka lantas menjadi borok kemudian, ia harus menyembuhkan itu kendati memakan waktu lama.

"Hoi kau harus mendapatkan uang malam ini atau kau akan tahu akibatnya." Hanya kalimat ancaman tanpa tambahan bumbu kekhawatiran, begitu ikhlas menerima si adiratna mengais uang haram. Menurutnya tak apa lagipula toh hidup keduanya sudah sangat sengsara jadi untuk apa lagi menggonggong lebih banyak jika yang diberikan oleh batara hanya rasa keterpurukan mendalam.

"Kau bilang tak akan menjualku, lalu ini apa?! Kau menjualku dan bertingkah biasa saja—"

"Memangnya aku harus bertingkah seperti apa? Kau pantas mendapatkan takdirmu itu." Pria itu beranjak, meninggalkan putri tunggalnya.

"Aku membencimu dan selamanya akan seperti itu."

Ia memandang gamang ubin, para wanita berpakaian kurang bahan berjajar dengan tampilan bak sudah siap lelang, perbedaan yang paling kontras adalah bagaimana paras wanita yang berjajar itu dengan lihai merayu sedangkan dirinya seperti patung berbusana saja. Saliva terus ditelan kasar kala pria-pria yang berlalu lalang dengan mata memindai bak mesin pemilah, sangat menjijikan kala mata para pria berumur lebih kepala empat tersebut membasahi bibir kering miliknya.

Satu tepukan pada bahu membuat kepalanya terangkat, pria berkumis dengan tubuh gempal tengah menyeringai padanya, "Satu juta."

"Maaf tapi aku menerima—"

"Lima juta."

Ia tidak suka ini, bagaimana harga diri seseorang yang dengan mudah ditawari secara gamblang. "Kau tidak mau heh?"

"Maaf tapi patokanku lumayan tinggi Tuan." Pria itu mendecak, "Lima belas—"

"Lima puluh juta." Dua kepala serta merta menoleh pada pemilik suara, figur jangkung berdiri dengan air muka datar, ada netra yang membola kala melihat kembali pigura yang seminggu ini tak terjamah otaknya.

𝐒𝐖𝐄𝐄𝐓 𝐄𝐒𝐂𝐀𝐏𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang