15. Sembuh Bersama

155 25 0
                                    

Jum'at sore memang jadwal Farren berkunjung ke Rumah Sakit Cipta Kasih. Dia sudah sering, bahkan hampir setiap hari, ke sini untuk mengunjungi seseorang yang sangat berharga bagi dirinya. Sepulang sekolah dia pasti ke sini hanya untuk memastikan bahwa seseorang itu tidak kenapa-kenapa. 

Farren masuk ke dalam ruangan yang bau obat itu sambil melepaskan jaketnya. Dia menyimpan tas dan jaketnya di atas sofa berwarna merah yang ada di dalam ruangan. 

"Bunga kemarin masih seger. Aku nggak bawa apa-apa ke sini karena lagi banyak kebutuhan," ungkap Farren. 

Tubuh itu memang terlihat kaku. Kaki yang lurus tak ada gerakan serta tangan yang menggunakan selang infus. Tidak lupa mulut dan hidung yang menggunakan alat oksigen. Dada yang dipasangi alat-alat pendeteksi detak jantung dan lain sebagainya. 

"Gimana keadaannya? Udah agak enakan?" Farren terlihat seperti orang gila yang berbicara pada orang koma. Cowok itu meraih tangan wanita yang ada dihadapannya. "Dunia nunggu Mama buat buka mata lagi," ujarnya pelan. 

Usapan pelan penuh sayang Farren lakukan di atas punggung tangan pasien bernama Zeline. Dia dengan pelan bangkit untuk mengambil baskom dan sapu tangan guna mengelap tangan Zeline. 

"Kulitnya pengen ketemu sama matahari. Keliatan banget kangennya, warna dia jadi sedikit kuning," tutur Farren. "Awan kayaknya lagi jatuh cinta. Dia cerah terus tiap hari, teduh." 

Sesekali kepala Farren miring, dia mengelap tangan itu dengan sangat hati-hati. 

"Tangan Mama bengkak kalau terus di infus kayak gini," Farren menatap Zeline yang matanya tertutup rapat. "Mama pasti kangen megang sapu terus gagangnya dipukulin ke bokong aku, kan?" kekeh Farren.

"Kalau Mama kangen, aku juga kangen. Kangen dipukul pake sapu sama Mama karena aku nggak nurut," Farren tersenyum miris, dia menundukkan kepalanya saat mata cowok itu mulai berair. Akhir-akhir ini perasannya memang sedikit sensitif. Dia mudah terbawa suasana. Terbukti dengan dia bertengkar dengan Bimo hari ini.

Iya, Bimo sahabatnya itu dia hajar habis-habisan hanya karena cowok itu bilang kalau Meza adalah cewek sasimo atau sana sini mau. Dia memang tidak bercerita siapa Meza, tetapi setidaknya untuk saat ini mereka berteman. 

Wajar bukan jika seorang teman merasa marah dan kesal jika temannya diledek? Farren tidak salah, kan?

"Sus kira kamu nggak dateng hari ini," Seseorang yang baru saja datang menyeletuk. Dia adalah Suster Qiana, suster yang merawat mamanya selama ini. "Kemarin nggak dateng, ya?" 

Farren tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya. "Sibuk kemarin," jawab Farren. "Ganti kantung infus ke berapa hari ini?"

Suster Qiana yang sibuk mengganti kantung infus menoleh. "Hm, mungkin ke dua ya, saya lupa," terka Suster Qiana. 

Setelah selesai dengan kegiatannya, Farren membawa kembali baskom itu ke kamar mandi. Dia mencuci tangan dan wajahnya. Saat hendak menggosok gigi, Suster Qiana lewat dan pamit karena pintu kamar mandi sengaja Farren buka. 

16.56

Sudah selama ini Farren di ruangan yang hanya diisi oleh suara alat monitor jantung. Dia ketiduran, mungkin karena kecapekan selama tiga hari berturut-turut membantu Abay dibengkel dan membantu bunda di rumah. 

Ting!

Satu pesan masuk ke ponsel Farren. Cowok itu memilih membukanya karena itu adalah pesan dari Abay dan juga Arman di grup. 

Anak Bengkel aka Abeng (8)

Abay : Gue mau keluar bentar, ada yg bisa gantii?

RationemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang