Scenario; The Genre [13]

125 32 5
                                    

WAKTU telah berjalan selama sekitar lima belas menit sejak [Name] membuka kedua matanya pagi ini, tetapi ia tak kunjung menggerakkan tubuhnya. Ia merasa amat lelah dan pusing, mungkin karena pengaruh proses syuting dan kesibukannya tempo hari. Ia meraih ponselnya yang berada di atas nakas tak jauh dari tempat tidurnya. Pukul 06.58, hari Minggu. Akhir pekan yang indah untuk bermalas-malasan. Tidak sesiang dugaannya, meskipun ia terbiasa bangun amat awal. Setidaknya di jam ini, Daisu masih mendengkur keras sementara Bibi dan Paman pembantu sudah menyiapkan sarapan dan berkebun.

Benar saja, wangi nasi yang baru saja matang dan ikan asap masuk ke hidung [Name]. Ia bergegas mempercepat langkahnya ke dapur. "Bibi, apa ada yang bisa kuban--" Sebelum ia sempat menyelesaikan ucapannya, gadis muda itu terbelalak menemukan Gentaro yang tengah duduk di meja makan, membuat bola-bola nasi yang diisinya dengan salmon asap. [Name] tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menyapanya karena kecanggungan yang terjadi di antara keduanya selama sekitar sepekan.

Namun di luar dugaannya, daripada mengabaikan keberadaan atau menjauhinya, Gentaro mendeham pelan sambil menutupi sebagian wajahnya dengan punggung tangan kanannya. Telinganya yang tak ikut tertutup tangannya itu memerah.

Huh?

"Selamat pagi, [Name]. Kebetulan sekali kau datang, mungkin kami membutuhkan tangan lebih untuk membantu di sini." Bibi yang tengah membuat tumisan sayur tersenyum ke arah [Name]. "Selagi aku menyiapkan meja makan untuk sarapan, kau bantulah Yumeno-kun membuat nasi kepal di belakang. Aku akan memanggil kalian jika masakannya sudah siap."

"Baik!" [Name] mengangguk, kemudian membawa piring berisi nasi bumbu yang telah disiapkan untuk dibentuk. Gentaro meraih pergelangan tangannya pelan. "Ambillah ini. Biar aku yang bawa piring itu." Ia menyerahkan piring berisi onigiri yang sudah dibentuknya kepada [Name]. Ia baru membentuk sedikit onigiri, mungkin baru saja bangun sama seperti [Name].

[Name] tidak protes. Ia menukar piring itu dengan piring yang diberikan Gentaro, kemudian mendahului langkahnya. Langkah kaki mereka yang pelan, suara tumisan dan piring-piring berdenting dari dapur, suara pelan selang air di taman, dan kicauan merdu burung. Pemukiman ini adalah tempat paling sempurna bagi [Name] untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Selagi berjalan, sesekali ia memutar sendi di bahunya, merilekskan tubuhnya yang masih terasa lelah. Ia juga merentangkan tangannya satu per satu dengan tangan lainnya memegang piring berisi onigiri Gentaro. Ia juga membuat gerakan patah pada lehernya, membunyikan sendi-sendi yang telah kaku semalaman.

"Pfft." [Name] sontak menolehkan kepalanya ke arah Gentaro. Akan tetapi, pria setinggi 177 cm itu kembali menampilkan wajah datarnya. [Name] lantas mengedarkan pandangannya, berharap menemukan orang lain yang menjadi sumber suara tawa itu. Namun, tak ada siapa-siapa di sepanjang lorong. Hanya keduanya, yang selama berhari-hari hampir tak berinteraksi.

"Kau yang melakukannya?"

"... Melakukan apa?"

"Lupakan saja."

Halaman belakang rumah tak seluas halaman depan yang didominasi rerumputan dengan seperempat bagiannya diisi aspal untuk memarkirkan kendaraan yang datang, meskipun [Name] tak benar-benar memiliki kendaraan. Mobil van yang biasa digunakannya selama bepergiaan saat proses syuting merupakan salah satu fasilitas yang diberikan agensi. Akan tetapi, halaman belakang memiliki sebuah kolam ikan yang tak terlalu besar, tetapi cukup untuk menenangkan segala beban pikiran [Name]. Bunga-bunga dan semak yang tertanam di halaman belakang pun lebih beragam.

Paman asisten rumah tangga baru saja menggulung selang penyiram tanaman. Ia tersenyum ketika melihat Gentaro dan [Name] yang duduk di teras halaman belakang. "Selamat pagi, kalian berdua!"

Scenario; Yumeno GentaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang