Scenario; The Conference [6]

133 32 1
                                    

"KONFERENSI?" [Name] memijat dahinya. "Sial, aku bahkan belum memeriksa email-nya."

Saat ini langit telah dikuasai warna hitam dengan taburan titik-titik cahayanya, menandakan malam hari telah menyapa langit Tokyo. Daisu bertahan tidur sampai ketika senja menyapa saja, sedangkan [Name] baru terbangun pukul delapan malam. Bagaimana dengan Gentarou? Hingga saat ini, ia masih mengucek-ucek matanya dan menguap sesekali.

"Ya, maaf aku baru mengatakannya saat ini. Aku tidak tega membangunkan kalian berdua yang tampak begitu lelah." Daisu menutup kalimat ucapannya dengan senyuman mencurigakan. [Name] memicingkan matanya, menatap sang asisten tidak suka.

[Name] dan Gentarou menghela napas bersamaan. Bukan karena rasa lelah yang menguasai keduanya, tapi Daisu tahu persis dua orang yang duduk di antaranya ini memang pemalas tingkat dewa. Jika [Name] masih dapat dibakar semangatnya dengan motivasi-motivasi kesuksesannya terhadap pekerjaannya, Gentarou adalah tipikal pemalas mutlak yang paling malas keluar rumah. Bagaimana tidak? Hampir seluruh pekerjaannya dilakukan di dalam rumah--kecuali untuk kondisi saat ini.

Daisu mengayunkan kakinya dengan girang di atas kolam ikan di belakang rumah [Name]. Ketiganya saat ini tengah terduduk malas di teras belakang rumah [Name] ditemani bunyi percikan air dari ikan-ikan koi peliharaannya di kolam teratai yang cukup luas.

"Bukankah itu berarti besok kita akan keluar rumah? Ah, aku bersemangat sekali," gumam Daisu seraya menepuk-nepuk pipinya semangat. "Kudengar dari Bibi Pembantu juga, persediaan makanan kita di rumah ini semakin sedikit, [Name]-chan. Jadi kurasa besok, tidak ada salahnya kita belanja bulanan sebelum ke gedung studio."

[Name] sibuk memainkan ponselnya, hendak membuka email dari sang direktur perusahaan. Ia mengabaikan ucapan Daisu, lebih terfokus pada ponselnya.

"Besok pagi, pukul sembilan pagi?!" [Name] membelalakkan matanya, mengulangi isi email tersebut. "Dresscode : seragam sekolah ataupun pakaian tradisional Jepang?!"

"Eeeeh?!" Dice ikut terkejut. Akan tetapi, titik fokus orang bodoh satu ini berbeda hal dengan yang [Name] pikirkan. "Kalau begitu, kita belanja bulanan setelahnya. Kau juga ikut ya, Gentarou!"

Gentarou mengendikkan pundaknya acuh tak acuh, sebelum beranjak hendak meninggalkan teras belakang. Ia menarik kerah belakang piyama Daisu dan [Name], kemudian menyeretnya ke dalam dengan susah payah mengingat ia tak punya cukup energi untuk melakukannya.

"Karena kita harus pergi besok-besok pagi sekali, yang perlu kita lakukan saat ini adalah kembali tertidur, anak-anak," tutur Gentaro, memasukkan keduanya kembali ke ruang tengah dan menutup pintu belakang. "Selain itu, angin malam tidak aman untuk dinikmati."

Daisu dan [Name] saling bertukar pandang. Orang berpakaian tradisional di hadapan mereka ini memang seorang pemalas total. Saat ini, Gentarou telah kembali pada tempat tidurnya sejak kemarin malam, hanya menggunakan sebuah bantal dan selimut serta beralaskan tatami. Ia lantas melirik Daisu dan [Name] bergantian.

"Apa? Kalian ingin aku berbagi selimut dengan kalian?"

Daisu mengangguk-angguk layaknya seekor anjing penurut yang tengah diberi makan oleh majikannya, sementara [Name] cepat-cepat menggelengkan kepalanya. "Lebih baik aku tidur sendiri," ocehnya seraya meninggalkan ruangan tengah, berjalan menuju kamarnya kala menyeret futon-nya.

"Hime-sama!" panggil Gentarou, tampak kecewa dengan kepergian [Name]. [Name] yang baru saja hendak menggeser pintu ruang tengah yamg membatasinya dengan lorong kamar, menoleh pada lelaki pemilik tinggi tubuh yang sama dengan Daisu ersebut.

"Apa?"

"Apa kau tega membiarkanku tidur tanpa sebuah guling pun?" Gentarou cemberut.

[Name] meringis jengkel. "Asal kau tahu saja, tidak ada satu pun guling di rumah ini! Jika Gentarou-san memang ingin tinggal di sini, maka kau harus menahan tabiat anehmu itu!"

Scenario; Yumeno GentaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang