Scenario; The Scene [2]

282 58 2
                                    

GENTAROU masih terbahak keras, sementara Daisu berusaha mati-matian menahan tawanya selagi menenangkan [Name]. "Sssh ... kau tidak perlu menanggapinya dengan serius. Gentarou memang selalu begitu."

[Name] tak berkutik, ia tak menghilangkan cemberutnya. Wajahnya pun tampak masih memerah kerena jengkel. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Hari pertama pertemuannya dengan sang novelis Phantom-san seharusnya menjadi pertemuan mengesankan yang tak terlupakan. Tapi, lihatlah apa yang ia dapatkan hari ini.

Ada hal lainnya yang membuatnya kecewa. Pertama-tama, kenyataan bahwa novelis Phantom tak sesuai dengan ekspetasinya. Ia berharap novelis 'The Hiding Boy' itu setidaknya memiliki kebaikan seperti Daisu---meskipun Daisu terkadang tak sebaik itu, ia kabur saat [Name] tertidur untuk berjudi sebelum akhirnya ketahuan oleh gadis tersebut dan berakhir menghukumnya untuk tidur di taman rumah tanpa alat tidur apapun.

---Daisu tinggal dengan [Name]? Ya, mengingat sang asisten tak punya rumah untuk ditinggali, [Name] memang tinggal bersamanya. Tidak hanya berdua, mereka juga didampingi dua orang asisten rumah tangga yang sengaja dititipkan keluarga [Name] untuk menjaga keduanya, sementara keluarga [Name] sudah mempercayai Daisu sebagai kakak laki-laki sang sutradara muda yang dapat menjaganya dengan baik.

Kedua, kenyataan bahwa Daisu ternyata telah lama mengenal Gentarou dan lebih dekat dari dugaannya. [Name] awalnya mengira mereka hanyalah teman kenalan di suatu tempat atau semacamnya, nyatanya mereka adalah sahabat yang sangat dekat.

"Kau tidak pernah menceritakannya padaku," geram [Name], "bahkan setelah kita sama-sama mendengar kabar bahwa aku akan bekerja sama dengannya. Kau hanya bilang Phantom-san adalah teman lamamu dan baru menjelaskan selebihnya pagi ini." Gadis itu menggembungkan pipinya jengkel.

Daisu menunjukkan seringainya yang tampak lucu, selagi membentuk peace sign pada tangan kanannya. "Kupikir jika aku menceritakan seorang sahabat dekat yang sudah kukenal lebih lama darimu, kau akan cemburu dan menjauhiku."

[Name] melipat tangannya. "Dan sekarang aku lebih membencimu karena kau tidak menceritakannya sama sekali."

"Ayolah, aku hanya---merasa tidak enak padamu, [Name]-chan."

Saat ini, mereka tengah melanjutkan pembicaraan---setelah kesabaran [Name] dikuras habis oleh Gentarou---mereka akhirnya memutuskan mulai mendiskusikan projek film tersebut di sebuah kafe yang merupakan bagian dari studio. Sebagai permintaan maafnya, Gentarou berjanji akan membayarkan seluruh pesanan mereka bertiga. Hati-hati agar tak lagi dibohongi, [Name] sengaja memesan seporsi minuman. Sementara itu, Daisu---yang selalu jatuh pada tipuan Gentarou dan mudah dibohongi---tetap memesan banyak camilan beserta minuman favoritnya.

"Nih, Hime-sama." Gentarou kembali menuju meja mereka, membawakan tiga buah kemasan minuman kertas sekali pakai berisi berbagai minuman. Ia menyerahkan gelas berisikan cokelat panas pada [Name], dengan tulisan tangan menggunakan spidol pada bagian luar gelas bertuliskan 'Hime-sama'. Gentarou kemudian menyerahkan gelas lainnya pada Daisu dengan goresan spidol---yang tak lain berasal dari barista kafe tersebut---bertuliskan 'Dice'.

[Name] menatap datar gelas tersebut. Apa-apaan ini.

"Hee? Di mana semua camilanku?" Protes Daisu ketika yang diterimanya hanyalah seporsi milktea.

"Hei, apa aku baru saja mengatakan bahwa aku akan mentraktirmu camilan? Aku hanya akan membayar minuman," tanggap Gentarou santai. "Kalau kau ingin memesan donat, aku tak keberatan memanggil pelayan lagi."

"Tidak, tidak perlu!" Daisu buru-buru mencegahnya selagi bersungut-sungut. "Kaupikir aku punya duit, apa?"

Bahkan ketika Gentarou telah duduk di hadapan keduanya, kaki Daisu menyerang kaki sang novelis. Dengan cekatan, Gentarou menghindarinya kemudian tersenyum sinis pada sahabatnya tersebut.

Scenario; Yumeno GentaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang