Scenario; The Camera [9]

140 33 6
                                    

TEPAT setelah Gentarou menutup pintu dan [Name] memasukkan sandalnya ke dalam rak sepatu, mereka mendengar suara dehaman pelan orang lain yang baru saja hadir di sana.

[Name] cepat-cepat menoleh ke arah Daisu yang tengah melipat tangannya, menghadap keduanya dengan alis yang mengerut. Bibirnya maju mengerucut, memandang keduanya tak suka.

"Kalian habis dari mana?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi. "Kupikir besok kita akan segera berangkat syuting. Kurasa, kalian juga belum berkemas, 'kan?"

[Name] tersenyum dengan polosnya. "Kami baru saja dari festival mingguan, mencari camilan. Kami membelikanmu taiyaki kesukaanmu, kok," tuturnya, sebelum menyerahkan sekantung kemasan taiyaki kepada sang empunya.

Daisu menatapnya malas, padahal jauh di dalam hatinya ia ingin memeluk [Name] karena sangat mengerti situasinya yang saat ini kelaparan, kesepian pula. Namun tetap saja, untuk saat ini ia harus menahannya. Tangannya tetap dalam posisinya---bersedekap---sebelum akhirnya mendengus singkat.

"Lalu kalian tidak mengajakku?"

[Name] dan Gentarou bertukar pandang. Keduanya sama-sama bingung harus merespons apa, tetapi berujung pada adu tatap yang saling menunjuk (atau bahkan menyalahkan) atas alasan mereka yang tidak mengajak pemuda bernetra keunguan itu.

"Maaf, Gentarou-san kelaparan."

"'Tapi kau yang langsung menarikku pergiㅡ"

"Ssh!" Tatapan [Name] menyuarakan protesnya pada Gentarou yang tidak mendukungnya. "Kenapa kau tidak membantuku?"

Di atas perdebatan itu, bibir Daisu terus bergerak maju dengan kesal. "Aku juga lapar lho, [Name]-chan!" Ia menggerutu jengkel. Pemuda itu lantas bergerak mendekati [Name], memicingkan matanya. Ia mengambil kantung plastik dari tangan [Name], lalu berbalik seraya mendengus. "Tidak ada media massa juga di sekitar sini, asal kautahu. Kalian juga sepertinya tidak memiliki penggemar yang membuntuti kalian ke manapun kalian pergi."

Gentarou yang tidak memahami akan hal yang diucapkan Daisu mengerutkan dahi, keheranan. "Huh? Apa maksudmu?"

"Kalian tidak perlu menunjukkannya di saat seperti ini, tahu! Membuatku sesak saja." Daisu terus meluncurkan gerutunya, lantas berbalik menatap sepasang mimik kosong yang ditampakkan [Name] dan Gentaro. Keduanya masih terlihat bingung, tak memahami ucapannya. "P-pokoknya ajak aku ke mana pun kalian pergi selanjutnya! Aku kesepian di sini, tahu!"

"P-pokoknya ajak aku ke mana pun kalian pergi selanjutnya! Aku kesepian di sini, tahu!" Gentaro sengaja meniru dialog dan gaya bicara Daisu, dengan nada yang dibuat-buat untuk mengejeknya.

Daisu mendelik marah, lantas menjerit heboh selagi menunjuk-nunjuk Gentaro. "A-apa-apaan itu?! Aku tidak bicara seperti itu! Kau menjijikkan, Gentaro!"

"A-apa-apaan itu?! Aku tidak bicara seperti itu! Kau menjijikkan, Gentaro!" Tanpa repot-repot mengikuti gestur tubuhnya, Gentaro kembali meniru ucapan Daisu masih dengan nada tekanan yang dibuat-buat. Daisu menggeram, kedua tangannya mengepal sambil masih menggenggam kantung makanan yang dibawakan [Name].

"Haa? Kau cari mati ya?!"

"Haa? Kau cari mati ya?!"

"Baiklah, kalau begitu perhatikan dan tiru baik-baik ini! Daisu adalah lelaki tertampan dari Shibuya yang sangat disayangi [Name]-chan."

"E-eh?" Sebagai orang yang untuk pertama kalinya terseret dalam pertengkaran mereka, [Name] sedikit terperanjat.

Gentaro menyunggingkan senyuman kecil, mendeham pelan. "DaiSU aDaLAh LeLaKi tERTaMpAN DaRI sHiBuYa YaNG sAnGAt diSAyAnGi [Name]-chan. Hurk!" Gentaro memegang perutnya dan membungkukkan tubuhnya, berpura-pura ingin muntah. "Kekuatan perkataanmu kuat sekali sampai membuatku ingin muntah."

Scenario; Yumeno GentaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang