Scenario; The Script [4]

256 52 5
                                    

BAHKAN sampai sarapan pagi keesok paginya, Daisu masih menatap Gentarou dan [Name] dengan senyuman mencurigakan. Alih-alih Gentarou yang entah pura-pura tak melihatnya atau kelewat tidak peka, [Name] terus-terusan menatap Daisu dengan sinis.

"Apa?" [Name] bahkan nekad memecah keheningan di meja makan pagi itu. Bukannya menjawab, Daisu malah tersedak karena terkejut dengan ucapan spontan gadis di hadapannya.

"Hime-sama, kau tidak boleh bicara ketika sedang makan." Gentarou menegurnya seraya menepuk punggung Daisu dengan sedikit kasar---itu disengaja. [Name] hanya cemberut tak menanggapi, setelahnya menyerahkan segelas air pada Daisu yang masih terbatuk-batuk.

Daisu meraih gelas pemberian [Name], kemudian menenggaknya sampai habis. Bunyi sendawa yang dikeluarkan dari mulutnya bahkan jauh lebih menggelegar dibandingkan ucapan [Name] tadi. Ia melompat dari alas duduknya dengan senyuman penuh semangat, kemudian membersihkan seluruh sisa makanannya.

"Terima kasih atas makanannya! Ayo kita mulai bekerja keras hari ini!" Daisu mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. Gentarou pun ikut mengacungkan tangannya setelah mengusap mulutnya dengan sapu tangan. Ia membalas, "Kita harus bekerja keras sampai mengantuk hari ini."

[Name] mengernyit. Apa yang Daisu racuni pada pria itu sampai ia mau mengikuti kemauan asistennya semalam? Bahkan, Gentarou ikut membersihkan seluruh peralatan makan tradisional yang dimiliki [Name] untuk dibawa ke dapur bersama Daisu. Oleh sebab itu, [Name] buru-buru menghabiskan sisa makanannya dan membuntuti keduanya menuju Dapur.

"Hime-sama, mulutmu masih dipenuhi sisa nasi."

"---Huh?" [Name] terkejut ketika tanpa disadarinya Gentarou menjajarkan langkah dengannya demi memperhatikan gadis itu. Rumah [Name] yang ditinggalinya bersama Daisu dan dua orang asisten rumah tangga memang begitu luas, sampai-sampai di depan sana mereka tak lagi bisa melihat keberadaan Daisu yang telah mendahului mereka.

Menyadari tangannya yang masih sibuk memegangi sebagian besar peralatan makanan, [Name] menggeleng singkat dengan senyuman kecil. "Tidak apa-apa, aku akan membersihkannya di dapur nanti, Gentarou-san."

[Name] juga secara sengaja berjalan dengan cepat mendahului Gentarou. Percayalah, ia tak ingin melahirkan kesalah pahaman di mata Daisu. Apalagi, Daisu merupakan seorang asisten yang amat perhatian padanya. Semua gerak-geriknya dapat diketahui Daisu dengan mudah.

Baiklah, [Name] lupa kalau skala langkah kakinya seimbang dengan tubuhnya yang cukup kecil. Karena langkah-langkah pendeknya itu, Gentarou dapat menyusulnya dengan mudah dan mengusap mulut [Name] dengan sapu tangannya.

[Name] menyeringai canggung sekaligus salah tingkah, sementara Gentarou tersenyum manis padanya. Kali ini, gadis itu betulan nekad mendahului---bahkan meninggalkan Gentarou. Ia melarikan diri, cepat-cepat menyusul Daisu yang telah memasuki dapur.

"Huh? Ada apa?" Daisu yang tengah mencuci peralatan makan menoleh pada [Name] yang baru menyusulnya ke dalam dapur dengan raut wajah gelisah.

Gadis itu meresponnya dengan gelengan yang dilengkapi senyuman kecut. "Tidak apa-apa. Aku akan segera menyiapkan naskah kita." Kemudian, [Name] kembali melarikan diri meninggalkan dapur.

Dengan tangan yang masih dipenuhi busa sabun cuci piring, Daisu menggaruk puncak kepalanya heran. "Wajahnya merah, kenapa?"

• • •

Tak tak tak tak.

[Name] sudah terduduk manis dengan jemarinya yang sibuk berlarian di atas keyboard sambil sesekali menyeruput teh seduhannya di kamar Daisu. Demi merevisi naskah hari ini, Daisu telah membereskan seluruh isi kamarnya dibantu Gentarou yang tidur di kamarnya semalam karena [Name] telah memutuskan untuk memakai kamarnya untuk melakukan pekerjaan mereka. Beruntung, kamar itu tak lagi mengeluarkan bau khas kaus kaki Daisu, sehingga [Name] dapat kembali bernapas dengan lega lagi.

Scenario; Yumeno GentaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang