1. Rebutan samyang

319 146 230
                                    

Fatin, melangkah kan kakinya menuju rak supermarket yang berisikan bermacam-macam indomie.

Baru saja Fatin mengambil indomie yang sedang trend -walau saat ini sudah tidak-, sebuah tangan juga ikut menempel pada makanan itu.

Fatin menengok untuk memastikan siapa kah tangan seseorang itu yang sudah berani-beraninya ikut mengambil makanan kesukaannya.

Begitu melihat, Fatin terkejut setengah mati. Pasalnya seseorang itu ternyata pemuda tampan yang mampu membuat detak jantung Fatin lebih cepat dari biasanya.

Tersadar dari lamunannya, Fatin tersentak saat makanan yang ada di hadapannya sudah menghilang.

"E-eh mas, kok di ambil duluan sih? Jelas-jelas kan saya duluan yang pegang." Fatin berbicara saat pemuda itu sudah berada beberapa langkah darinya.

"Salah siapa bengong?"

Lagi-lagi, Fatin melongo. Buat apa tampan, kalau akhlak saja tidak punya?

Rasanya Fatin ingin berbicara seperti itu kepada pemuda yang ada di hadapannya ini, tapi karena ia sedang tidak ingin ribut dengan siapapun, maka Fatin akan berbicara dengan lemah lembut -menurut dirinya-.

"Mas, saya bilangin sekali lagi ya. Itu samyang, saya duluan yang pegang. Tapi, masnya main nyosor-nyosor aja. Situ waras?!"

"Masih ada yang lain, ambil aja kali." pemuda itu pergi dengan senyuman sinis yang mampu membuat seorang Fatina syeilendri murka.

Fatin menginginkan samyang dari tangan pemuda sinis itu karena hanya itu saja yang tersisa, BENAR-BENAR TINGGAL 1. Kalau saja masih ada yang lain, Fatin tidak ingin repot-repot adu mulut dengan orang itu.

Fatin menarik napasnya dan mengusap dadanya dengan perlahan, sepertinya dia harus mencari supermarket lain yang masih tersisa makanan kesukaannya.

Entah kenapa malam ini, ia begitu menginginkan samyang. Padahal siang tadi, Fatin sudah memakannya bersama dengan teman sebangkunya.

Ah, rasanya Fatin ingin mencakar-cakari sesuatu agar hatinya lega.

Akhirnya, Fatin memutuskan untuk keluar dari supermarket itu, dan mencari supermarket lain. Ketika kakinya sampai di pintu keluar, Fatin melihat pemuda itu sedang membayar makanannya di kasir. Tetapi, Fatin tak peduli. Jangan sampai dia bertemu lagi dengan pemuda itu.

°°°

"Fatin, dari mana aja kamu?" baru saja masuk kedalam rumah, pertanyaan dari bundanya sudah masuk kedalam telinga.

"Cari makanan bun," balas Fatin lesu, ia segera duduk di sofa sebelum dirinya pingsan terjatuh begitu saja.

"Kenapa lama?" Auryn -sang bunda- ikut duduk di samping Fatin.

"Jadi gini bun ceritanya, tadi seharusnya Fatin udah dapetin samyang ini. Tapi, gara-gara laki-laki kurang ajar itu, Fatin jadi harus cari ke supermarket lain, sambil jalan kaki. Tahu, kan capenya gimana?"

Auryn dengan fokus mendengarkan ucapan dari sang anak, tapi sedetik kemudian, "gimana, nak? Coba jelasin yang benar, bunda kurang konek."

"Astagfirullahaladzim." Fatin menepuk dahinya sambil meringis.

"Samyang yang ada di supermarket depan itu, tinggal satu. Tapi gara-gara Fatin bengong karena lihat laki-laki tampan itu, jadinya samyang yang seharusnya buat Fatin, malah di ambil sama dia."

Bukannya ikut merasa kesal, justru Auryn tersenyum-senyum memerhatikan Fatin yang tengah berceloteh ria.

"Cieee anak bunda udah besar."

Sekarang justru Fatin yang tidak konek dengan ucapan Auryn, apa mungkin ini efek keturunan?

"Gimana, bun? Fatin kurang konek."

"Kamu suka tuh sama laki-laki itu sampai bengong ngeliatinnya." Auryn mencolek dagu Fatin membuat sang empu kesal setengah mati.

"Bunda kok malah mikir kesitu? ..... " Fatin sudah tidak bisa berkata-kata lagi, rasanya ingin menangis saja melihat bundanya yang sama sekali tidak membela dirinya.

Fatin menggelengkan kepalanya lalu mengambil bungkusan plastik yang ia taruh di meja, kemudian Fatin melangkah pergi meninggalkan bundanya yang asik menggoda dirinya.

"Seterah, bunda deh. Dede ga kuad," kata Fatin dramatis.

"TERSERAH NAK, BUKAN SETERAH."

"BIARIN!"

"AWAS JATUH CINTA."

°°°

"Kenapa muka lo asem gitu, Fat?"

"Lo pikir muka gue lemon?"

"Eh, nggak gitu juga anjir."

"Lo tau ngga sih... "

"Ngga tau, Fat."

Dari semalam sampai pagi ini, orang-orang sekitarnya entah kenapa terus membuat dirinya kesal setengah mati.

Dengan doa yang Fatin hapal, ia segera membacanya supaya setan dalam tubuh Tina menghilang.

"Mulut lo ngapain komat-kamit gitu, Fat?" Tina melihat itu dengan hati-hati, takut-takut kalau teman sebangkunya ini ternyata sedang kesurupan setan bucin.

"Diam dulu Tin, gue lagi baca mantra supaya lo normal." tangan Fatin terangkat ke atas agar Tina berhenti bicara.

Tina mendengus dan menabok lengan Fatin asal. "Lo pikir gue belok?"

"Eh betewe, lo baca mantra apa emang?" tanya Tina dengan rasa penasaran.

"Do'a makan." dengan cengiran khas Fatin, membuat Tina ingin segera membawa Fatin ke kandang buaya.

"S. I. A. L. A. N." Tina mengucapkan itu dengan wajah yang datar sekaligus dingin.

°°°

Setelah bel istirahat berbunyi, kedua makhluk itu memutuskan untuk pergi ke kantin yang penuh dengan keringat serta manusia yang sedang kelaparan.

Fatin mencari tempat duduk yang sepi untuk dia dan Tina, saat matanya tidak sengaja menangkap meja yang kosong, segeralah Fatin melangkah kan kakinya agar tidak ada yang mengambilnya.

Tapi, baru saja Fatin menarik bangku itu untuk duduk, sebuah tangan ikut menarik bangku itu membuat Fatin hampir terjatuh.

"Aduh, geblek!" pekik Fatin secara tiba-tiba.

"Siapa yang geblek?" suara itu membuat Fatin mau tak mau mendongaknya, suara itu benar-benar tidak asing di indera pendengarannya.

Ketika matanya beradu dengan pemilik mata di sebelahnya. Fatin terpaku, bukan karena ketampanannya, tetapi karena seseorang itu ternyata pemuda kemarin yang mengambil samyang miliknya.

°°°

Terima kasih telah membaca ceritaku!

Hallo, Sa(m)yang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang