3. Sarapan Samyang

154 132 100
                                    

Fatin mengelap ujung bibirnya yang terkena sambal samyang, sesekali Fatin membenarkan rambutnya yang hampir ikut masuk bersamaan dengan suapannya.

"Ck, ini rambut gue ribet banget sih," kesal Fatin karena sudah beberapa kali rambutnya ikut masuk ke dalam mulutnya ketika dia sedang memasukan samyang ke dalam mulutnya.

"YA ALLAH FATIN, KENAPA PAGI-PAGI SARAPAN SAMYANG?" Begitu fokus dengan makanannya, Fatin jadi tidak sadar kalau Bundanya sudah berada di dapur tempat dia makan secara diam-diam.

Uhuk.... Uhuk...

Ah sial ketahuan

Fatin menyengir kuda dan berdiri menatap bundanya yang sedang berkacak pinggang.

"A-anu Bun." Fatin mengubah wajahnya menjadi serius, matanya melihat kanan kiri. Lalu dia berlari ke arah Auryn dengan tangan yang masih memegang piring berisi makanannya. "Ayah dimana?"

Auryn melangkah menuju kulkas dan mengambil satu buah apel.

"Udah jalan," katanya yang membuat Fatin bernapas lega.

Fatin mengangguk dan kembali melanjutkan makanannya, setelah selesai, ia segera berpamitan dengan sang bunda untuk pergi ke sekolah.

"Hati-hati, dan jangan sarapan pakai samyang lagi," pesannya kepada Fatin membuat gadis itu tersengih-sengih.

°°°

Entah apa yang membuat guru matematika ini tidak masuk kelasnya, yang membuat kelas menjadi ricuh karena jamkos.

Fatin benar-benar senang saat pak Agus tidak datang, bukan hanya Fatin sebenarnya. Semua murid pun tidak kalah senang seperti dirinya.

"Padahal gue udah kerjain prnya nih, eh pak Agus malah sok-sokan nggak masuk," keluh Tina sambil memainkan rambut panjangnya.

"Sok-sokan pala lo peyang! Lo aja nyontek kan sama si nerd Feli itu," kesal Fatin, pasalnya saat tadi ia baru masuk kelas, Tina dan teman-teman yang lainnya sudah berkumpul di meja Feli dengan membawa sebuah buku dan juga pulpen.

"Alah, biarin aja. Dari pada lo, nggak ngerjain sama sekali. Iya, kan?" ujar Tina yang membuat Fatin mengangguk ragu.

Tina mengumpat kala melihat Fatin mengangguk dengan tangan yang menggaruk kepalanya. Temannya yang satu ini memang sedikit gengsian.

"Eh Tin, lo tau nggak, gue kemarin minta pindah sekolah sama bonyok gue."  Tina tersedak air liurnya sendiri, dia menatap Fatin sambil menggelengkan-gelengkan kepalanya.

"Gila ya lo, kalau lo pindah. Gimana nasib gue sama mantan gue? Ah sialan lo. Kenapa mendadak gini sih?"

"Aduh, makanya dengerin dulu." Fatin mengubah duduknya menjadi kesamping menghadap Tina, dia menengkup pipi Tina menggunakan kedua tangannya.

"Tapi gue nggak jadi pindah karena, bonyok gue mau pindahin gue di asmara-"

"Asrama, Fat," ralat Tina.

"Iya itu pokonya! Aduh gila, nggak banget gue sekolah di sana. Mending di sini juga lah walaupun ada si mas-mas jamet itu."

Mata Tina menyipit begitu Fatin menyelesaikan kalimatnya, dia melepaskan tangan Fatin dari pipinya.

"Jangan bilang kalau drama pindah sekolah lo itu karena kak Darren?"

Fatin mengangguk menyetujui ucapan Tina.

"Wanjir, nggak nyangka gue karena masalah sepele gitu lo jadi mau pindah. Oh atau jingan-jingan, lo....." Tina sengaja menggantungkan kalimatnya agar Fatin penasaran.

"Atau apa ih," desak Fatin dengan mata melotot.

Tina tersenyum miring dan menepuk pundak Fatin. "Kita lihat aja nanti."

Fatin bergidik ngeri melihat Tina bersikap aneh seperti itu.

"Dasar manusia gesrek."

°°°

"Fat-fat, liat deh ada kak Darren sama temen-temennya." Tina menarik-narik tangan Fatin untuk melihat apa yang dirinya lihat.

"Ya terus gue harus loncat-loncat kegirangan gitu?" jawab Fatin dengan raut kesal karena tangannya terus di tarik oleh Tina.

Tina mengabaikan ucapan Fatin, kini ia kembali menarik bajunya membuat Fatin menoyor kepalanya dengan kencang.

"Eh buset pala gue," pekik Tina memegangi kepalanya.

"Gila ya lo baju gue lo tarik-tarik?! Nanti kalau baju gue sobek, terus dada gue yang montok ini keliatan gimana hah?" Fatin memuncratkan air liurnya ke Tina membuat Tina memejamkan matanya.

Tina kembali membuka matanya, perlahan matanya melihat dada Fatin yang tidak ada montok-montoknya sesuai yang miliknya bilang. Tina memijit pelipisnya pelan.

"Dada kayak triplek gitu lo bilang montok?"

"Eh apaan nih montok-montok? Dada siapa yang montok?" ucap Daffa -teman Darren yang sedari tadi menguping pembicaraan Fatin dan Tina.

"Eh setan!" Latah Tina membuat Fatin berdecak.

"Lo telat, Tin," kata Fatin dengan raut wajah yang datar.

"Hai Tin," sapa Delvin -mantan sekaligus teman Darren kepada Tina.

"O-oh h-hai, Del." Tina kembali menyapa dengan pipi bersemu merah.

"K-kita duluan ya, dah!" Tina menarik (lagi) tangan Fatin agar pergi dari hadapan mereka bertiga.

"Dasar temen setan! Udah berapa kali lo narik tangan gue hah?!" Fatin menyemburnya saat mereka sudah berada di kantin.

"Ya sorry deh Fat, sebagai gantinya Lo gue traktir bakso 2 mangkok deh," bujuk Tina agar Fatin tidak merajuk.

"Deal!" Tina tersenyum dan bergegas pergi untuk memesan makanan, sedangkan Fatin menunggu di meja sambil melamun.

Tapi belum lama ia melamun, suara decitan kursi di sebelahnya membuat ia menoleh dan tersenyum.

"Kok cepet-" mata Fatin melotot lebar.

Darren, mas-mas jamet itu sekarang sedang duduk di sebelahnya.

Tapi sebentar, bukan hanya Darren saja yang di sana. Kedua temannya juga ikut duduk di hadapannya membuat Fatin menegakan tubuhnya was-was.

Sial.

°°°

Terima kasih telah membaca ceritaku!

Hallo, Sa(m)yang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang