Memahami Rasa

98 2 0
                                    

Keesokan harinya di kampus mendadak sepi. Biasanya ada beberapa anak-anak nongkrong di sudut-sudut bangunan atau lorong-lorong kampus. Sekarang tak terlihat sama sekali. Bahkan anak-anak yang biasanya satu kelas di isi lima belas sampai tiga puluhan orang, tadi saja hanya ada tujuh anak yang masuk kelas. Kemana perginya orang-orang?

Beberapa orang aku lihat sedang lari terburu-buru mengarah ke suatu tempat. Ah, ya udah lah, Aku gak peduli juga dengan apa yang sedang mereka lakukan. Hari ini berhubung kelas terakhir kosong, aku bisa pulang lebih awal. Mungkin aku bakal beli makan dulu buat orang rumah. Sekalian nyambut Dame yang mau datang.

"Ckckck, Buru-buru amat lu, Ren. Baru jam segini sudah mau balik. Mampir BEM dulu yok." Ketua BEM musik kita ter-gila. Mister Winas, sang maestro musik cadas menurut kebanyakan anak-anak. Gaya berpakaiannya kali ini cukup normal dengan atribut tambahan rompi orange bertuliskan parkir khusus Daerah Istimewa Yogyakarta. Lengkap dengan peluit yang melingkar di lehernya sebagai kalung.

"Nyambi jadi tukang parkir di kampus sekarang, Mas?" Sapaku kemudian. Menyadari area ini adalah tempat parkir jurusan musik.

"Bangsat kau!! Ha..ha.. Gua bis dari ruang kemahasiswaan di sono. Ada anak baru di jurusan teater. Behh!!! bodynya nggak ngguatin banget deh. Lebih seksi dari lagu Starway to Heaven deh pokoknya. Perpaduan antara Anya Geraldin sama Mia Khalifa, Uhh!!!, Mantep puuooollll pokoknya." Tingkah konyol Winas membuatku jijik melihat kelakuan absurd-nya. Lebih parah saat tahu aku mau dia ajak ke dalam event kampus tempo hari.

"Ohh, pantes aja aku dari tadi gak banyak lihat anak-anak nongkrong. Biasanya banyak di sekitar sini. Ternyata, ada oase baru di gurun gersang ini." Tebakku asal namun yang sudah pasti benar, melihat beberapa orang sejak tadi mengarah ke tempat yang sama.

"Behh, bejubel kaya semut di sana. Lu tau sendiri lah kampus kita ini kebanyakan gembelnya dari pada yang bening-bening. Wajar kalo pada kepo mau nontonin bidadari. Eh, iya Ren, lu mau tolongin gua lag, -"

"Gak! Makasih Mas Winas, aku kapok bantuin kamu. Tau si Meli se-agresif itu aku dengan tegas kemarin nolak ajakanmu buat masuk anggota event." Sahutku cepat sebelum Winas menyelesaikan kalimatnya.

"Gua belum selesai ngomong, kampret! Durhaka amat lu sama kakak sendiri. Heran deh. Nggak-nggak kali ini beda kasus, ini bukan soal cewek lagi. Eh, dia cewek juga sih. Tapi yaa beda lah yaa. Bukan tipe cewek yang gua maksud. Maksud gua itu si Nay, sekretaris BEM. Lu pasti tahu kan yang sampingan sama lu kemarin?" Jelas Winas malas membahasnya.

"Kenapa dengan Kak, Ney?" Tanyaku juga mulai penasaran. Membuatku teringat kembali kejadian semalam. Apa ini ada hubungannya dengan semalam? Apa dia marah-marah di BEM karena semalem aku katain dia anak kecil? Waduh!

"Emm, kita ngobrolnya sambil jalan deh kesana. Gua sebenarnya males mau balik sana kalo dia masih kaya gitu. Lu tau kan selera musik gua itu berkelas. Nggak suka gua tuh sama musik mellow, menye-menye pake hati banget gitu gua gak suka. Asal lu tahu nih ya Ren. Dari pagi sampe siang ini tadi, tuh kancil nyanyi lagu galau terus. Bukan apa-apa ya, bukan gua takut telinga gua berdarah dengerin dia nyanyi. Tapi gua tuh takut dia lagi depresi. Saking depresinya dia mungkin sampai pengen bunuh diri! Paham gak lu, Ren." Kekhawatiran Winas sangat terlihat dibuat-buat.

"Gua nih yah, se-umur-umur di BEM, baru liat dia kaya gitu tau nggak. Bisa gila gua di BEM kalo ini di biarin lama-lama. Makanya gue butuh bantuan lu nih. Sebagai seorang arranger, master harmoni termuda di kampus, kata Pak Mul lho ini. Gua butuh bantuan lu nih yaa?" Bujuk Winas sambil kita berjalan mengarah ke BEM dan dia dengan santai merangkul pundakku.

"Aku coba deh Mas, tapi gak janji ya, soalnya kalau Kak Ney sendiri punya masalah pribadi yaa aku gak bisa bantu gimana-gimana." Kataku menjelaskan.

Senandung JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang