five

59 11 0
                                    

Ayo ingat kata-katamu



Yuna kehilangan Kai begitu saja setelah kejadian kemarin di area parkir. Kai menghilang bak ditelan bumi.

Yuna sudah menelepon dan mengirimkan ratusan pesan yang tidak mendapatkan respon satupun. Yuna menggila, sangat. Semalaman dia terjaga mempertanyakan perubahan sikap Kai, bahkan sampai menangis meraung-raung sampai membangunkan seisi rumah.

Apa dia melakukan kesalahan? Sumpah, Yuna tidak tahu.

Dia hanya ingin pulang bersama Kai. Apakah itu salah?

Kai memiliki hutang penjelasan kepada Yuna. Yuna tidak bisa dibiarkan semalam suntuk berpikir alasan perubahan hubungan mereka. Yuna tidak akan melepaskan Kai apapun yang terjadi.

Pagi ini pun Kai tidak terlihat batang hidungnya. Dia tidak menjemput Yuna seperti yang biasa ia lakukan. Hal itu terpaksa membuat Yuna diantar oleh Ibunya dan ia kembali menangis sejadi-jadinya di dalam mobil hingga matanya membengkak.

Dengan tekad mengetahui apa yang sebetulnya terjadi, Yuna menurunkan egonya. Dia memutuskan untuk menghampiri Kai di kelasnya. Untuk pertama kalinya semenjak mereka berteman, Yuna berinisiatif untuk mengajak Kai ke kantin bersama.

"Dia udah ke kantin tadi sama anak kelas."

Jawaban sederhana itu entah mengapa menusuk dada Yuna. Kai pergi bersama teman-temannya sementara dia ditinggal di kelas sendirian dengan penuh harap.

Menahan emosi yang tersulut, Yuna menyusul Kai di kantin.

Langkahnya berhenti begitu sampai di mulut kantin. Kai tengah duduk bersama dengan Lucy, asik menyantap batagor sambil mengerjakan tugas.

Yuna hancur saat itu juga. Air mata mengalir deras di pipinya. Dadanya berdenyut sakit. Seharusnya dia yang ada di depan Kai! Bukan perempuan itu!

Dengan kaki yang lemas Yuna melangkah mundur dan menghabiskan jam istirahat di toilet untuk melampiaskan tangisnya.

.


Yuna melangkah keluar dari toilet dengan kepala tertunduk. Rambut hitamnya lepek akibat cipratan air saat dia mencuci muka. Helaian rambut yang menggumpal itu terjatuh ke samping, menutupi wajahnya.

Orang-orang pasti akan menanyakan keadaannya ketika dia mendongak memperlihatkan mata yang bengkak dan memerah serta wajah yang tak kalah merahnya. Bahkan punggungnya masih bergetar karena isakan tangis.

Kai begitu berharga baginya. Dan melihat kini Kai lebih memilih orang lain dibanding dia, tentu dia hancur remuk akibat kekecewaan.

Yuna menanti selama dua tahun dan tak juga membuahkan hasil. Tapi Lucy dengan mudahnya menarik perhatian Kai dalam sekejap mata. Yuna iri bukan main.

Dia mendongak, memastikan lorong di depannya kosong sehingga dia berani mengangkat wajahnya yang bengap dan terasa berat.

Namun amarahnya malah tersulut begitu mendapati Kai dan Lucy tengah berbincang di balkon pada ujung lorong, memandang hamparan atap pemukiman. Mereka berbincang dan tertawa riang seolah dunia hanya milik mereka berdua. Mereka pastinya lupa akan sosok Yuna yang terlukai, terutama Lucy. Mana perempuan itu peduli mau Yuna sampai mengakhiri hidup pun. Kemungkinan  dia malah senang bukan main karena berhasil memiliki Kai.

Napas Yuna memburu seiring dengan tangannya yang terkepal sempurna di samping jahitan rok. Dia benci dengan apa yang dilihatnya.

Yuna berjalan cepat dengan hentakan keras di kakinya. Rahangnya begemelutuk saking dia menahan amarah. Beberapa siswa menyingkir begitu Yuna lewat, mata mereka pun mengekori gerakan Yuna setelah itu.

Yuna menerjang Kai dengan menjambak rambut bergelombang Kai ke belakang. Pekikan tertahan terdengar dari siswa yang menyaksikan. Kai yang belum siap langsung terjerembab ke lantai. Sementara di sampingnya, Lucy terperanjat dan langsung bergerak mundur.

"MAKSUD LO APA?!" bentak Yuna, memposisikan dirinya berdiri di atas Kai yang terduduk sambil memegangi kepalanya yang terbentur. Ringisan terdengar jelas di antara bibir pemuda itu.

Yuna kembali berteriak kencang, "MAKSUD LO APA NINGGALIN GUE!"

Seruan lantang Yuna berhasil menarik perhatian lebih banyak siswa, terutama yang ada di dalam kelas. Mereka melongok dari jendela kelas, mencari asal keributan.

"Yun, please tenang dulu. Kita ngobrol santai aja, oke?"

"GAK! LO UDAH KETERLALUAN, KAI! LO JANJI GAK BAKAL NINGGALIN GUE!" Yuna menunjuk ke arah Lucy yang mematung, "TAPI LO MALAH PERGI SAMA CEWE NAKAL KAYAK DIA!"

Kedua mata Kai membola, rahangnya jatuh ke bawah. Beberapa orang yang menonton menyerukan keterkejutan. Lucy sendiri sama terkejutnya. Tak menyangka dirinya akan dilabeli begitu buruk oleh Yuna.

Kai melepas paksa kepalanya dari dominansi Yuna, ia bangkit dan menatap sengit mata Yuna yang memerah. "Jaga omongan lo, Yuna! Gue gak suka lo ngomong kasar kayak gitu."

"Peduli lo apa?" desis Yuna, "yang ada jaga janji lo, bangsat! Lo kemaren janji gak bakal ninggalin gue dan sekarang lo ingkar!"

"Gue sadar selama ini gue dikekang sama lo. Gue ga boleh punya temen deket selain lo. Terima kasih sama Lucy, dia buat gue sadar betapa menyedihkannya gue dibawah kekangan lo," emosi Kai ikut tersulut. Bentakan tak lagi bisa ditahannya. Langkah yang diambil Kai terpaksa membuat Yuna berjalan mundur untuk menjaga jarak, "lo itu egois, Yuna."

"Karena lo emang punya gue, Kai."

Kai menggeleng, "Gue gak pernah jadi kepunyaan siapapun."

"Lo punya gue! lo punya GUE! LO PUNYA GUE!"

Nada bicara Yuna yang terus naik hingga menjadi pekikan membuat semua orang bergidik ngeri. Yuna yang biasa terlihat normal kini tampak orang yang kehilangan akal.

Dia menjambak rambutnya sendiri dan terus berteriak jika Kai adalah miliknya. Dia menangis pilu dan terjatuh di lantai. Banyak ponsel terarah kepadanya, merekam kejadian yang menggemparkan ini.

Yuna tidak peduli.




Yang dia inginkan adalah Kai dan janjinya.

𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳 • 𝘬𝘢𝘪 - 𝘺𝘶𝘯𝘢✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang