Chapter 10 • Terlambat •

38.1K 4K 188
                                    

"Gue nggak suka di remehin, kalo gue bilang bisa berarti bisa."

***

Berlyn mengernyit, silau dari sinar matahari membuat dirinya terusik dari tidur malamnya. Badannya yang telungkup menggeliat pelan.

Tangannya mengambil jam beker berwarna putih yang berbentuk persegi panjang. Dengan mata menyipit, Berlyn berusaha menyesuaikan pandangannya.

"ASTAGA GILA!" Teriak Berlyn kaget, tubuhnya langsung loncat untuk cepat-cepat bangun.

Belum saja tubuhnya berdiri tegap, kakinya sudah menginjak gulingnya yang berada di bawah kasur hingga membuat keseimbangan tubuhnya hilang dan jatuh.

DUK!

"Awhh," ringisnya dengan wajah mengenaskan karena lututnya secara spontan mengenai lantai kayunya.

Saat Berlyn sedang sibuk memikirkan rasa sakitnya, tiba-tiba dirinya teringat. Ini sudah jam setengah 8 pagi dan jam masuk sekolahnya adalah jam 8.

"ASTAGA HARUS CEPET!" Teriaknya lalu bangkit dengan sedikit di paksakan, dengan kaki sedikit sempoyongan ia langsung mengambil handuk lantas bergegas ke kamar mandi.

***

Pagi-pagi sekali, Gatra sudah berada di markas. Tepat pukul 7, lelaki itu mengendarai motornya dari rumah tanpa rombongan seperti biasa.

Entah kenapa hari ini Gatra merasa tidak begitu semangat, hampir sama seperti di hari-hari biasanya hanya saja sekarang terasa berbeda.

Sudah 3 hari terhitung sejak dirinya di skors oleh Bu Bintang dan pertengkarannya dengan Cakra yang mengakibatkan kulit kakinya robek. Sekarang lukanya sudah cukup mengering walaupun efek nyerinya masih cukup mengganggu.

Lelaki itu sudah menyuruh semua teman-temannya untuk berkumpul di markas terlebih dahulu sebelum ke sekolah. Tidak ada tujuan apapun, hanya malas membuat suara ribut motor di kawasan rumahnya.

Sampai di pakiran, ia langsung turun dari motor dan berjalan dengan sedikit tertatih. Seharusnya ia menggunakan tongkat untuk membantu menopang, tapi Gatra menolak.

Ia akan terlihat lemah jika berdiri masih membutuhkan bantuan, itu pikirnya.

Adi menoleh, "Gat, gimana kaki lo?" Dengan cekatan ia bertanya, matanya menatap penasaran kakinya yang tertutup celana panjang abu-abu.

"Biasa aja," jawab Gatra datar kemudian duduk tepat di hadapan Arsen sedangkan di sampingnya ada Calissta yang mengernyit bingung.

Ya, Calissta ikut berada disini karena gadis itu berangkat bersama dengan kakaknya, Arsen.

Gatra menaikkan sebelah alisnya saat melihat pandangan Calissta yang tak hilang-hilang dari kakinya, "Kenapa?" Gatra bertanya pada Calissta.

Calissta menatap Gatra sebentar lalu beralih pada Arsen, "Kaki apa sih, kak? Yang tadi Kak Adi tanyain itu apa?"

Gatra mendesah malas, gadis dengan segala sifat penasarannya, pikirnya.

"Kakinya robek kemarin, berantem sama Cakra terus di robek pake pisau sama dia," jelas Arsen.

Calissta menganga tak percaya, ia lalu menatap lagi ke arah kaki Gatra, "Eh, serius!? Nggak sakit apa!?"

"Gue nggak ada bilang nggak sakit," ucap Gatra.

Calissta memutar bola matanya malas mendengar balasan itu, "Terus gimana? Siapa yang kalah?"

Arsen menaikkan bahunya, "Cakra yang kalah, orang tolol emang, udah curang aja tetep kalah, anjing." Ia langsung tertawa mengejek mengingat kejadian kemarin.

GAVIZTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang