Chapter 12 • Ricuh •

37.2K 4K 264
                                    

"Gue nggak bisa jagain dia, jangan tinggalin dia sebelum gue dateng kesini."

***

"Kalian lihat di depan ini. Mereka adalah contoh murid yang kurang pengertian arti disiplin! Pentingnya orang tua untuk melatih kedisiplinan anak harus di mulai sejak dini,"

"Kenapa? Karena dalam kamus orang sukses, disiplin adalah salah satu pion-nya. Akan jadi apa anak-anak jika datang tepat waktu saja masih tidak bisa?"

"Dalam dunia kerja nanti, waktu itu sangat di hargai. Berpakaian juga harus rapi dan tidak semena-mena meremehkan segala sesuatu."

Guru tersebut menjelaskan dengan nada tegas, kedua tangannya ia lipat ke belakang. "Ibu sangat tidak menyukai murid yang meremehkan waktu. Jangan hanya karena kamu anak pemilik sekolah, kamu bisa meremehkan—"

"Saya tidak mengatakan meremehkan waktu, anda terlalu melebih-lebihkan sesuatu."

Gatra berucap dengan berani, dengan suara datar dan tatapan tajam bak elangnya menghunus tepat pada guru tersebut.

Matanya memincing marah, "Gatra, kamu tidak sopan mencela ucapan seorang gur—"

"Tidak ada batasan usia bagi siapapun untuk berbicara, jangan terbiasa membungkam seseorang dilihat dari umur."

Terdengar suara decakan kagum dari beberapa barisan, suasana upacara yang awalnya hening menjadi sedikit ricuh karena sorakan suara anak-anak kelas 12 yang mendukung Gatra.

Berlyn menatap dengan wajah cemas dari barisannya, ia takut. Takut karena Gatra berucap dengan berani seperti itu, hukuman yang ia dapatkan nanti siapa tau akan bertambah.

"Lyn, lo kenapa sih?" Alisha yang sedari tadi memperhatikan langsung bertanya dengan memegang tangannya.

"Aku takut," lirihnya, wajahnya kembali berubah merah dan bibirnya sedikit bergetar seperti mencoba untuk menahan tangisnya kembali.

"Woi, Berlyn! Jangan nangis elah lo, Gatra aja santai!" Kris menimpali.

Ivana mengangguk mengiyakan, "Nah iya bener kata si dongo Kris! Lo kalau nangis malah buat Kak Gatra khawatir gimana?"

"Anjing lo, Van. Lo lebih dongo dari gue," Ejek Kris balik yang di balas Ivana dengan delikan tajam.

"Dih, apaan sih lo!" Ivana menyetak dengan nada sewot, bibirnya mengerucut.

"Lah, lo yang apaan!" Balas Kris tak terima.

"Anjing!" Umpat Ivana lalu melempar tisu bekas dari tangisan Berlyn tadi dan tepat mengenai mata Kris.

"Eh, setan!" Kris melemparnya balik namun sedikit meleset, malah mengenai pipi Alisha yang sedang sibuk menenangi Berlyn.

"Duh diem deh lo, Kris!" Alisha berdecak tak suka.

"Tau nih si Kris! Emang dongo banget nggak punya otak!" Calissta ikut memanas-manasi.

"Diem lo, lampir!" Kris mendorong kepala Calissta pelan dengan wajah jahil.

"Ihh, jangan pegang-pegang rambut gue, dongo!" Ucap Calissta tak suka sambil tangannya seolah menghilangkan jejak tangan Kris di rambutnya.

"KALIAN KALAU MASIH RIBUT SAYA KELUARKAN DARI BARISAN!"

Secara serentak mereka semua langsung bungkam, Kris membenarkan lagi topinya yang sengaja ia pakai sedikit ke samping. Bibirnya masih sedikit cengar-cengir walau di tahan.

"Tapi apa yang kamu ucapkan tidak memenuhi etiked kesopanan seorang murid!" Guru tersebut seperti tidak mau mengalah.

"Etiked kesopanan seolah-olah membatasi hak kebebasan seorang murid untuk bicara. Apa yang saya pikirkan, itu yang saya suarakan. Saya bebas berbicara, selagi saya tidak menghina suatu pihak."

GAVIZTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang