Chapter 11 • Upacara •

38.3K 3.9K 338
                                    

"Masih, jadi makin merah. Lucu banget."

***

Berlyn turun dari motor sport ninja milik Gatra yang sudah terparkir tepat di samping motor Arsen. Lelaki itu menahan motornya saat Calissta meminta untuk cepat-cepat turun.

Arsen mendesah kasar, "Pelan-pelan kenapa," sindirnya sedikit sinis.

Calissta membuang pandangannya dari Arsen, "Nggak bisa pelan-pelan, gue sama Berlyn ngejar barisan."

Calissta cepat-cepat menarik tangan Berlyn lalu hendak mengajaknya berlari masuk ke dalam, namun Berlyn seperti sedang menahan langkahnya dengan tatapan yang masih mengarah pada Gatra.

"Berlyn, cepetan ah!"

Berlyn menggaruk rambutnya bingung, ia menatap Gatra yang sedang membenarkan rambutnya di atas motor dengan wajah cuek. Malas berlama-lama akhirnya Berlyn dengan berani berucap, "Aku duluan ya."

Gatra tak menjawabnya, dengan jaket yang masih terpasang ia turun dari motornya lalu menarik sebelah tangan Berlyn yang bebas. "Sama gue biar aman," ucapnya datar.

Calissta langsung menganga dengan wajah kaget, ia menutup mulutnya tak habis pikir kemudian cepat-cepat melepas pegangan tangannya pada Berlyn.

Diam-diam gadis itu tersenyum, walaupun Berlyn memelototinya dengan tajam karena tiba-tibe seolah melepaskannya secara pasrah. Tapi entah kenapa Calissta kegirangan sendiri saat melihat dua orang itu bersama.

Calissta melihat sisi yang sangat cocok dalam diri Berlyn dan Gatra, dua sifat yang sangat bertolakbelakang.

Berlyn dan Gatra sampai di koridor sekolah, kondisi di sekitarnya sudah sangat sepi karena memang semuanya pasti sudah berkumpul di lapangan untuk upacara.

Saat merasakan seperti dirinya sedang di tatapi, Gatra menoleh ke samping dan menunduk menatap Berlyn dengan sebelah alis terangkat bertanya, "Kenapa?"

Berlyn langsung membuang wajah sambil menggeleng-geleng, "Nggak kenapa."

"Kok wajahnya gitu?"

Berlyn menengok lagi ke arah Gatra, "Hah, emang wajah aku kenapa?"

"Merah warnanya," jawab Gatra santai dengan senyum tertahan yang sedikit di sembunyikan.

Gatra kembali menatap ke depan meneruskan jalan agar lebih cepat. Kedua tangannya dengan santai di masukkan ke dalam saku celana abu-abunya dengan tangan Berlyn yang masih ia genggam.

Yang secara otomatis, tangan Berlyn juga ikut masuk ke dalam sakunya. Merasakan hal itu saja entah kenapa membuat perut Berlyn seperti terasa geli, sebelah tangannya lalu meraba wajahnya.

Gadis itu takut jikalau Gatra nanti mengetahui dirinya yang salah tingkah, itu sudah pasti akan menurunkan harga dirinya sebagai seorang perempuan. "Gatra," panggil Berlyn dengan suara sedikit ragu.

"Hm?"

"Wajahku masih merah?" Tanya Berlyn sedikit ragu. Gatra langsung menatap Berlyn sesaat, "Masih, jadi makin merah. Lucu banget."

Balasan datar dan terdengar sangat serius itu membuat jantung Berlyn semakin berdetak cepat, padahal Gatra hanya bergurau, wajah Berlyn tidak benar-benar merah.

GAVIZTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang