Wira dapat melihat pria berperawakan tinggi tegap, tampan dan gagah.
"Daniel, Kamu masih inget tante Wira?? Ini tante Wira yang waktu kamu kecil, kamu suka main sama anaknya yang namanya Luna."
Tangan Wira terulur untuk mengusap wajah tampan Daniel. Anak manis berusia 6 tahun, yang sangat suka membelikan boneka untuk putrinya, kini sudah tumbuh menjadi pria dewasa.
"Daniel."
Seperti familiar, namun Daniel tak dapat mengingat siapa wanita bernama Wira ini.
"Kamu hebat San, kamu bisa membesarkan anak seganteng Daniel. Peluk tante sayang, tante kangen sama kamu."
Satu kata yaitu hangat kala dirinya memeluk tubuh wanita seusia ibu nya ini.
"Sekarang Daniel udah kerja, bantuin papah kamu ya??" Tanya Wira sembari mengusap lengan Daniel.
Daniel tersenyum. "Papah udah gak ada tante."
Senyum Wira tiba tiba luntur begitu saja, apa yang anak sahabatnya, makhsud?? Wira pun langsung menatap sahabatnya, yang tengah menahan tangis.
"Latif??"
Melihat sang ibu, yang lagi lagi harus bersedih karna teringat mendiang ayahnya. "Mas Latif udah meninggal, Wir. Dia kecelakaan saat pulang dari luar kota."
Saat berbicara pun, mata Santi tak lepas dari foto mendiang suaminya yang terpampang jelas di dinding. Suami plus ayah terbaik untuk keluarga Gifari, harus pergi meninggalkan istri dan anak anak untuk selamanya.
Dengan gerakan cepat, Wira memeluk tubuh sahabatnya. Disaat ia terpuruk, ternyata ada yang lebih terpuruk dari dirinya.
Singkat cerita.
Latif-Ayah Daniel dan Dilan, saat itu baru saja pulang dari Surabaya. Ayah Daniel sangat jarang menaiki pesawat jika berpergian tak jauh, dia lebih memilih untuk membawa mobil sendiri dengan di supiri oleh Risam-Suami Bi Iyum.
Ternyata Tuhan membuat skenario baru untuk keluarga Gifari. Saat di perjalanan pulang, Mobil yang di bawa Risam bertabrakan langsung dengan mobil pick up yang berisi tabung gas.
Takdir pun berkata lain, semua nya menjadi korban. Tak ada satu pun yang selamat di tempat kejadian. Mobil yang di naiki ayah Daniel dan Suami Bi Iyum pun, terbakar hangus karna tabung gas itu.
Dan karna kejadian itu pula, Daniel berjanji kepada mendiang ayahnya. Bahwa dia akan menjadi anak yang hebat, dan akan meneruskan posisi ayahnya, untuk menjadi kepala keluarga.
***
Baru saja sampai di kediaman Gifari, Warni merasa ada hal yang menarik dirinya untuk cepat cepat masuk kedalam rumah itu.
"Ayo masuk"
Warni mengerjapkan matanya dua kali saat tangan Galang, mengusap lembut punggung tangannya.***
Kedatangan Wira kerumahnya, membuat pikiran Daniel teralihkan pada wanita paruh baya itu. Luna, putri Wira, yang katanya hilang sejak beberapa hari lalu, membuat Daniel berfikir seperti apa sosok teman masa kecilnya itu.
Yang dirinya tahu, sejak dulu ia hanya bermain dengan sosok anak laki laki yaitu Dilan, adiknya sendiri. Apa ia pernah mengalami kecelakaan sampai lupa siapa teman masa kecilnya?? Hahaha, tidak.
"Luna itu kaya gimana Mah??" tanya Daniel pada ibunya yang tengah duduk terdiam karna pembicaraan beberapa menit lalu. Mungkin Santi tengah mencerna beberapa fakta.
Santi menatap putranya sekilas. "Mamah juga gak tau, intinya saat kita pergi, Luna masih kecil waktu itu."
"Sedeket apa aku sama Luna itu Mah??"
Sepertinya Daniel mulai tertarik untuk mengetahui siapa Luna. Jika ia tahu bagaimana rupa dari putri temannya itu, Santi pasti akan menjodoh-jodohkan dengan Daniel. "Sedeket--"
"Tante"
Daniel dan Santi mengalihkan pandangan mereka ke asal suara. "Warni!"
Betapa tak bahagianya Ia, saat Mata Santi berbinar kala melihat gadis yang sangat ia rindukan akhir akhir ini, Gadis yang seperti reinkarnasi putrinya.
"Warni" Santi merengkuh tubuh Warni dengan dekapan hangatnya.
"Kamu apa kabar Warni??"
Gadis itu menganggukan kepala. "Saya baik Bu Santi. Bu Santi sendiri apa kabar??"
Saat Santi merengkuh tubuh Warni tadi, netra gadis itu tak sengaja bertabrakan langsung dengan iris sendu milik Daniel. Wajah yang tak segarang biasanya, membuat Warni berfikir apa yang terjadi dengan pria itu.
"Baik, seperti yang kamu lihat."
Ia memang selalu berharap jika keluarga Gifari akan selalu baik baik saja.
"Ayo Galang, Warni, kita duduk dulu yuk. Biar Bi Iyum bikin minum buat kalian ya."
"Saya aja yang ke dapur Bu Santi, saya juga kangen sama Bi Iyum." Alibi Warni untuk menghindari sorotan mata Daniel yang terus mentap ke arahnya.
Santi paham jika Warni juga dekat dengan ART nya, mana mungkin ia bisa menolak permintaan gadis ini. "Saya juga ikut ya."
"Gak usah Bu. Ibu disini aja, biar nanti saya buat 2 kopi dan 1 teh khusus buat Bu Santi."
Tak sengaja, terbitan senyum kecil timbul di bibir Daniel. Bagaimana pun ia merindukan kopi buatan Warni.
"Ya udah. Oh iya, buat teh nya dua ya. Soalnya ada tamu juga, dia lagi di kamar mandi."
"Siap bu."
Setelah kepergian Warni, Santi menatap pemuda di sampingnya. "Galang, makasih ya. Sudah mau bawa Warni ke rumah tante."
Galang menganggukan kepala. "Iya Tante, sama sama. Aku juga kan kesini, sekalian mau minta restu sama Tante."
Entah ingin berniat pamer atau bukan, tetapi Daniel cukup jengkel dengan ucapan bocah tengil di sebelah ibu nya barusan.
***
Bibir Warni tersungging lebar kala melihat wanita paruh baya, tengah membereskan meja pantry. Ia sangat merindukan suara wanita ini.
"Bibi!!" Ucap Warni sembari memeluk tubuh Bi Iyum, hingga membuat wanita itu terkejut bukan main.
"Ya Allah, neng Warni!!"
Bi Iyum mengusap lengan Warni. "Ya Allah... Kapan dateng neng? sama siapa? Kok bibi gak denger suara neng Warni. MasyaAllah, bibi bener bener kangen sama neng Warni."
"Alhamdulillah saya baik, Bi. Bi Iyum sendiri gimana??"
TBC
932 Kata untuk part ini😆
Kangen kangenan nih yeee🤗Bentar lagi tahun baru nihh, pacarnya baru gak nihh??😅
JANGAN LUPA VOTE!!!
Rabu, 30 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Jumpa (New Journal)
HumorMenjadi korban kehancuran orang tuanya, bukan lah keinginan seorang Luna Sarasvati. Dia benci dengan keadaannya yang menyedihkan seperti sekarang ini. Selama ini, Luna bertahan demi sang Ayah. Tetapi tidak lagi, dirinya memilih mundur untuk kesehat...