2.

20 3 0
                                    

Luna menatap rumah besar yang menjulang tinggi.  Rumahnya pun besar, tapi tak sebesar rumah ini. Apa rumah ini milik pria itu?? Atau, dirinya dibawa ke tempat untuk di eksekusi??

"Daniel. Kamu kemana aja sih, kok lama bang-- ehhh, kamu bawa siapa Niel??" Ucap seorang wanita, emm sepertinya wanita itu sudah berumur 40 tahunan. Jadi lebih tepatnya Ucap seorang ibu ibu dengan menunjuk ke arah Luna.

Tunggu sebentar, siapa Daniel?? Apa pria berjas hitam itu bernama Daniel??

"Gak tau mah, Daniel gak kenal." Jawab Daniel dengan malas.

"Gak kenal kok kamu ajak kesini."

"Nama kamu siapa cantik??" Tanya Santi-Ibu Daniel, pada Luna dengan nada lembut.

Lembut sekali. Sangat berbeda jauh dengan anaknya yang suka membentak.

Luna mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan wanita di depannya. "Nama saya Warni bu. Emm, kalo ibu membutuhkan pembantu, saya siap kok jadi pembantu dirumah ibu."

Warni?? Kenapa juga ia memakai nama itu?? Entah lah, Hanya nama itu yang keluar di otaknya. Dan tidak mungkin juga, jika ia memakai nama aslinya untuk menjadi pembantu di rumah besar ini.

"Kamu mau jadi pembantu?? Kenapa pembantu?? Warni, tapi saya sudah ada ART dan saya juga lagi gak buka lowongan untuk ART baru."

Luna berjongkok di depan wanita itu berharap wanita di hadapannya, luluh dan menerimanya menjadi pembantu. Apapun akan dia lakukan, agar bisa hidup lebih layak tanpa ayahnya.  "Kalau gitu, saya juga bisa jadi babysitter kok bu. Atau, mungkin saya jadi pemungut sampah sampah di rumah ini, juga gapapa kok bu."

Sungguh, Daniel menatap jijik pada wanita yang ia bawa itu, sangat tidak memiliki harga diri. Kenapa wanita gila ini, suka sekali berjongkok di hadapan orang.

Santi menarik bahu Luna untuk berdiri. "Eh Warni, ayo bangun. Saya emang lagi gak buka untuk memiliki ART baru, tapi saya akan tetap menerima kamu disini untuk membantu bantu saya, nanti saya akan tetap gaji kamu seperti ART lainnya. Gimana, kamu mau??"

"Seriusan bu??" Tanya Luna/Warni dengan wajah Sumringah.

Santi menganggukan kepala. "Iya Warni, kamu bisa kerja hari ini, sekarang kita masuk yuk."

Mata Daniel seakan ingin terlepas saat mendengar penuturan sang ibu, semudah itu mamahnya menerima orang tak di kenal seperti wanita gila itu?? Bagaimana jika wanita itu bukan wanita baik.

"Mah, kok mamah langsung nerima dia sih??" Tanya Daniel tak percaya dengan sikap terlalu baik mamahnya ini.

"Kenapa?? Warni cuma niat bekerja kok. Selagi kita bisa kasih kerjaan untuk orang yang membutuhkan, kenapa enggak." Jelas Santi kepada putra sulungnya.

"Tapi mah--"

"Shhtt, gak baik suudzon. Dah sana masuk, mandi, beresin kamar kamu yang kaya kapal hancur itu."

Daniel menyesal telah membawa wanita gila itu kerumahnya, bisa bisa nya mamahnya langsung menerima wanita gila itu.

***

"Warni, nanti kamu tidur disini aja ya. Gapapa kan??" Tanya Santi saat mereka memasuki sebuah kamar lumayan kecil.

Walau kecil tapi bagi Luna, kamar ini tak buruk. Bahkan bisa dikatakan bagus untuk seorang pembantu sepertinya.  "Makasih banyak bu, saya bisa tinggal disini aja udah bersyukur Alhamdulillah."

"Iya sama sama, kamu istirahat aja dulu. Nanti sore baru bantuin saya sama ART lain masak buat makan malam, ya."

Luna mengangguk semangat. "Siap bu. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih."

***

Seperti yang di bilang oleh Santi siang tadi. Luna, Santi dan Bi Iyum-ART sedang di dapur menyiapkan makan malam untuk keluarga Gifari.

Saat di dapur, Luna bingung harus melakukan apa. Santi dan Bi Iyum sedang sibuk meracik makanan, sedangkan dia tak paham tentang hal berbau dapur. Bukan tak bisa, Luna hanya belum mengerti jika soal masak memasak.

Maklum lah, dia anak tunggal sebelum orang tuanya berpisah. Jadi apapun biasa di lakukan oleh ART rumahnya, kini ia yang menjadi pembantu di rumah orang lain. Huft

"Warni, kamu bisa potong bawang?? Tolong irisin bawang merah sama bawang putih tipis tipis ya."

Nah kalau mengiris bawang, ia cukup bisa. Dulu, dulu sekali saat mamahnya memasak, Luna juga pernah membantu mengiris bawang dan cabai.

"Bisa bu."

Pelan tapi pasti, Luna mulai mengiris bawang dengan hati hati. "Nih bu, bawangnya udah saya iris."

"Makasih ya Warni."

Setelah berperang dengan panci dan penggorengan, Akhirnya Sajian untuk makan malam pun siap di sajikan.

Hehe, walau ia hanya membantu mengiris bawang saja, tetapi ada rasa bangga tersendiri saat masakan itu sudah jadi. Luna yakin, lamban laun dirinya pun bisa memasak dan berjalan seperti kehidupan pembantu pada umumnya.

"Bi Iyum" Panggil Luna dengan mencolek colek lengan berisi wanita bercelemek hello kitty tersebut.

"Eh iya neng Warni?? Kenapa??"

Melihat tingkah Bi Iyum yang sangat aktif dalam berbicara, dia jadi teringat Yuyun ART dirumah lamanya dulu. Yuyun juga ceriwis jika sedang memasak. Sayangnya wanita berjuta humor itu pergi setelah mamah dan papah Luna memutuskan berpisah.

"Bi Iyum udah lama kerja disini??" Tanya Luna membuka obrolan saat mereka masih berada di dapur.

"Lumayan neng, dari mas Dilan umur 8 tahun, Bibi udah kerja disini Neng."

Dilan adalah putra bungsu Santi dan adik dari pria bermulut pedas itu, siapa lagi jika bukan Daniel. Dan Dilan juga anak yang cuek, tak seperti kakaknya yang suka berbicara pedas.

"Dari Dilan umur 8 tahun?? Sekarang Dilan umur berapa Bi?? Emm dia kan udah kuliah, berarti Dilan sekarang sekitar umur 20 an. Wahhh Bi Iyum udah 12 tahun dong kerja disini. Wii lama banget."

Bi Iyum tersenyum malu malu sambil tangan terus mengelap meja pantry. "Ya gitu lah neng. Kadang bibi juga suka mikir 100x kalo mau keluar dari sini. Disini tuh orangnya baik baik semua neng, apalagi bu Santi, beuh lembut banget. Jarangkan dapet majikan kaya gitu."

Jika anak twiter bilang, Retweet banget apa yang di bilang Bi Iyum barusan. Luna pun benar bersyukur bisa bertemu dengan pria bermulut pedas itu dan berakhir ia bekerja disini.

Dirinya memang belum mengenal jelas bagaimana sikap dan sifat asli semuanya, tapi yang jelas bahwa keluarga besar Gifari semuanya baik.

"Bener banget bi. Oh iya bi, Emm, Bi Iyum mau gak ajarin Warni masak?? Biar nanti Bu Santi gak perlu ikut masak, kan udah ada saya."

"Boleh banget atuh neng, bibi mah siap selalu kalo soal ngajarin masak."

Luna memberikan jempol. "Sipp lah"

"Oh iya Bi, ntar kalo yang lain udah selesai makan. Biar Warni aja ya, yang cuci piring."

"Terserah neng Warni aja, gimana enaknya. Hehe"

Luna jadi merindukan Yuyun. Tidak apa, Bi Iyum bisa menjadi obat rindu dirinya kepada Yuyun.

Yuyun, I Miss you. Mwah

1057 kata untuk Chapter kedua😍
Jumat 11 Desember 2020
Asek bentar lagi taun baru🤓

Mana nih yang namanya Yuyun, nih dirindukan Warni.

JANGAN LUPA VOTE!

Jumpa (New Journal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang