"Gimana keadaan lo?"
Sore ini Agil menghampiriku ke kantor, seperti biasa wajahnya selalu menjadi pusat perhatian, lihatlah beberapa karyawati berusaha mencuri pandang kearahnya. Meski sudah menanggalkan jasnya ,dan hanya menggunakan kemeja yang sudah di gulung sampai siku, ketampanan Agil masih terpancar. Profesinya sebagai pengacara menuntutnya untuk selalu terlihat rapi dan enak di pandang. Tapi Agil cukup beruntung meski sama sekali tidak rapi pun dia masih enak pandang.
"Ngapain lo kesini?" meski nadaku terdengar ketus, Agil tetap membalas dengan senyuman.
"Mastiin lo masih hidup, beberapa hari ini gue sibuk banget, nggak bisa ngecek keadaan lo, gue takut lo bunuh diri."
Mataku melotot tajam tak terima, bunuh diri, enak aja. Meski hidupku tak semulus perosotan anak TK penuh liku-liku, tetap saja aku takut mati.
"Gue ... nggak segila itu. Lo pikir gue kenapa? sampai gue sedepresi itu mau bunuh diri," kataku sambil menariknya dari lobi kantor, entahlah, aku tidak nyaman menjadi pusat perhatian. Meski sebenarnya yang mereka lihat Agil bukan aku.
"Dengan mata panda, dan wajah kusut lo, gue yakin lo nggak tidur nyenyak berhari-hari. "tebak Agil setelah kami berada didalam mobil, dan tebakannya sama sekali tidak meleset, bagaimana bisa tidur nyenyak, kalau kenangan sialan seenaknya datang ke mimpiku.
"Lo... Lupa, gue punya bos gila yang seenaknya nyuruh gue lembur," elakku, tidak ingin Agil khawatir.
"Gak usah bohong sama gue!" katanya penuh penekanan.
"Gue bodoh Gil, ketawain aja. Lucu kan gue," lirihku menahan bulir air mata yang akan runtuh.
"Andai lo tahu Fay, kenapa masalah ini nggak ada ujungnya, karena rasa ingin tahu lo Fay! Lo masih penasaran alasan dia ninggalin Lo? Seharusnya lo tanya alasannya Fay...?"
"Nggak ada gunanya Gil. Dia nyuruh gue pergi, dan gue rasa gue nggak perlu alasan untuk itu. Toh... dia baik-baik saja tanpa gue, bahkan dia terlihat sangat baik, hanya gue yang nggak baik. Delapan tahun atau berapapun tahun gue nggak yakin bisa ngelupain dia. Dia? Jahat Gil!!"
Pertahananku akhirnya luruh, air mataku tumpah lagi, Agil kembali merengkuhku.
"Selalu gue bilang Fay, lo cewek bar-bar, kasar dan cengeng secara bersamaan."
"Lo... enggak pernah nilai gue baik."
"Itulah alasan kenapa sampai saat ini kita masih berteman."
"Terpaksa kan lo...," gerutuku, dibalas dengan senyuman. Senyum yang mungkin membuat wanita diluar sana meleleh, tapi itu tidak berlaku untukku.
"Fayni dengan pikiran kolotnya," cibirnya tertawa
"Lebih dari setengah umur gue, banyak hal yang gue lakuin bareng lo, ketawa, nangis, patah hati, terbuang. Kita pernah melewati itu Fay, dan kali ini lo juga bisa melewatinya Fay," lanjut Agil menenangkan.
Hatiku sedikit menghangat, apakah ini gunanya teman. Terimakasih Tuhan kau kirimkan malaikat berwujud sahabat.
"Lo... ngeselin, bikin gue nangis."
"Padahal... Andin sudah ngancam, gue bikin lo nangis, pernikahan batal."
Aku tidak bisa untuk tidak tertawa, dasar Andin..

KAMU SEDANG MEMBACA
Bring My Heart (TAMAT)
Romance( CERITA LENGKAP) SEGERA BACA SEBELUM DIHAPUS. JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YA GUYS, AND FOLLOW AKUN PENULIS. Jangan lupa follow Ig Penulis @Titin Yunilestari "Aku tidak tahu seperti apa bentuk pertemuanku dengannya Setelah hubungan kita berakhir...